"Bagaimana mungkin Yudha, kau memilih Tari daripada aku istri yang sudah bersamamu lebih dulu, kau bilang kau mencintaiku" Riana menatap Yudha dengan mata yang telah bergelinang air mata.
"Jangan membuatku tertawa Riana, Kalau aku bisa, aku ingin mencabut semua ingatan tentangmu di hidupku" Yudha berbalik dan meninggalkan Riana yang terdiam di tempatnya menatap punggung pria itu yang mulai menghilang dari pandangan nya.
Apa yang telah terjadi hingga cinta yang di miliki Yudha untuk Riana menguap tidak berbekas?
Dan, sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Riana?
Dan apa yang membuat persahabatan Tari dan Riana hancur?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seconds to
Yudha terbangun dari tidurnya, matanya mengerjap menyesuaikan matanya karena terkena silau dari cahaya matahari pagi yang masuk. Ia mengubah posisi tubuhnya, menatap ke arah kamar mandi yang terbuka. Tari keluar dengan handuk melilit tubuhnya, rambut pendeknya masih basah, meneteskan bulir-bulir air yang mengenai pundaknya.
Yudha tersenyum kecil, menikmati pemandangan indah yang ia lihat di pagi hari. Namun sebelum ia sempat membuka mulut untuk menyapanya, suara ponselnya yang tergeletak di meja kecil mengalihkan perhatian nya.
Yudha mengulurkan tangan untuk mengambilnya, namun tangan Tari mendahului nya. ia meraih ponsel itu dan menatap layar sebentar, lalu menoleh ke Yudha dengan tatapan serius. Jari telunjuknya terangkat, memberi isyarat agar Yudha tetap diam.
Yudha mengernyitkan keningnya, merasa heran. Tapi ia tetap diam, menurut pada istrinya itu. Ia mengamati Tari yang kini sudah menekan tombol jawab dan menempelkan ponsel ke telinganya.
"Halo?"
"Tari? Kok kamu yang jawab, Yudha dimana?," suara itu terdengar curiga.
Tari duduk di tepi kasur, ekspresinya datar dan pandangannya tanpa emosi.
"Yudha sedang mandi, sebenarnya dia menyuruhku untuk mematikan ponselnya. Maaf ya Ri, Yudha ingin menghabiskan waktunya bersamaku tanpa ingin diganggu oleh siapapun, dia yang bilang sendiri."
Di belakangnya, Yudha yang sejak tadi masih memperhatikan Tari, membelalakkan matanya. Kaget dengan ucapan Tari saat ini.
Hening sejenak di ujung sana, sebelum Riana akhirnya kembali bersuara. "Oh ya? Kalau gitu aku mau bicara sama Yudha bentar dong Tar, ini penting soalnya."
Tari tersenyum getir. "Maaf ya Ri, Yudha sekarang lagi mandi. Aku akan bilang ke dia nanti."
Tari masih menempelkan ponsel ke telinganya, sementara Yudha di belakangnya menatap dengan penuh rasa ingin tahu.
"Oke deh Kalau gitu. Tar kan sudah lama nih kita nggak makan berdua aja. Gimana kalau kita makan malam berdua malam ini? Aku bakal masakin semua yang kamu suka."
Tari menggigit bibir bawahnya dengan kuat. "Oke Ri, aku akan menunggumu. Aku akan menyuruh Yudha pergi dari apartemen ku,"
Riana tersenyum senang di tempatnya, "Janji ya, ntar sekitar jam 6 aku kesitu,"
"Iya Ri, aku juga nggak sabar nunggu kamu datang," Tari tersenyum kecil, tapi tidak dengan matanya yang dingin.
"Kalau gitu, aku tutup ya Tar. Aku mau belanja bahan-bahan nya juga. By Tar"
Panggilan itu berakhir lalu Ia meletakkan ponsel itu kembali di meja kecil di samping tempat tidur, lalu ia membalikkan badannya menatap Yudha.
Pria itu menyilangkan tangan di dada, matanya menyipit curiga.
"Apa yang baru saja terjadi itu?"
Tari menghela napas, lalu beralih menatap ke depan membelakangi Yudha.
"Riana mengajakku makan malam," Ujar Tari dengan suara yang lirih.
"Lalu kenapa kau seperti ini.... Sesuatu terjadi kan? Apa kau bertengkar lagi dengan Riana?, " Yudha memegang bahu polos Tari, dan menciumnya dengan kecupan-kecupan lembut.
Tari hanya diam membiarkan perlakuan Yudha, lalu perlahan pria itu melepaskan handuk yang menutupi tubuh polos nya.
"Yudha berhenti dulu,"
Yudha sontak menghentikan kegiatannya tak kala mendengar nada dingin dari Tari, sudah lama ia tak mendengarnya.
"Maaf," Yudha membalikkan badan Tari menghadap nya. Memasangkan kembali handuk yang di lepaskan nya.
"Aku mau kau ada di sini, saat kami makan malam," Tari berkata dengan tatapan mata yang dingin, ia tak ingin dibantah.
"Kau ingin kita makan malam bertiga?." Tanya Yudha dengan ekspresi bingung nya.
"Tidak, aku ingin kau disini, dikamar ini. Tetaplah disini dan dengarkan semua pembicaraan kami,"
Yudha terdiam sepenuhnya, ia tak tau apa maksud dari perkataan Tari sekarang.
"Aku nggak ngerti Tari, je—"
"Kau akan mengerti nanti, cukup ikuti kata-kataku," Potong Tari cepat.
Lalu Tari bangkit dan membuka lemari bajunya. Memilah baju dan celana yang akan dikenakannya. Setelah dapat ia mengganti pakaian nya di depan Yudha yang terus memperhatikan tiap gerakan nya.
.
.
.
.
Saat jarum jam menunjukkan pukul enam tepat, suara bel apartemen Tari berbunyi.
Tari menghela napas pelan, lalu berdiri dari sofa. Ia melirik pintu kamar tidur yang tertutup rapat, memastikan tidak ada suara apapun dari sana. Setelah itu, ia berjalan ke pintu dan membukanya.
Di hadapannya, Riana berdiri dengan senyum lebar, membawa 2 kantong belanjaan besar di kedua sisi tangannya.
"Aku belanja semua makanan favoritmu,"
Tari tidak menjawab. Tatapannya tetap datar, namun senyum simpul muncul dibibirnya. Lalu ia melangkah ke samping, memberi jalan.
"Masuklah Ria"
Riana berjalan masuk, berjalan menuju dapur.
Berbeda dengan Tari yang langsung duduk di sofa, memperhatikan Riana.
"Kenapa kau menatapku seperti itu Tar? Kau terlihat seperti ingin menerkam ku," ucapnya dengan tawa kecil, berusaha mencairkan suasana.
"Nggak ko, kan emang biasanya aku gini,"
Balasnya tersenyum kecil.
Riana mengangguk pelan dan tersenyum kecil. Ia mulai mengeluarkan bahan makanan dari kantong belanjaan.
"Aku akan mulai memasak sekarang. Aku yakin kau pasti sudah nggak sabar," Riana mulai mencuci sayuran, sesekali bersenandung kecil. Saat sedang mengupas bawang, ia membuka suara lagi.
"Ngomong-ngomong, Yudha pergi kemana Tar?," ujarnya sambil menoleh.
"Dia bilang pergi ketempat temannya sih," Tari tersenyum kecil membalasnya.
Riana mengangguk perlahan, lalu kembali fokus ke masakan nya.
Setelah beberapa saat, aroma masakan mulai memenuhi ruangan.
Riana tampak sibuk dengan kegiatannya, sesekali tertawa kecil sambil berbicara. "Kau ingat nggak waktu kita pertama kali masak bareng? Kau hampir membakar dapurmu karena itu haha!"
Tari hanya tersenyum kecil, menatap Riana. "Iya, aku ingat. Mana mungkin aku lupa. Semua hal yang kulakukan bersamamu sangat berarti bagiku, karenanya aku tak pernah lupa satu momen pun."
"Aku juga ko Tar, aku juga nggak pernah lupa sama semuanya,"
"Benarkah?," Tari menatap Riana dengan mata yang kosong, dan tersenyum kecil.
Sementara itu, Riana terus saja bercerita, berpindah dari satu topik ke topik lain. Bahkan tentang liburan yang sedang ia rencanakan.
Waktu terus berjalan, hingga akhirnya masakan pun siap.
"Akhirnya selesai!" Riana tersenyum bangga menatap masakannya.
Ia menata piring di meja makan dengan rapi, memastikan semua tampak sempurna. Lalu, ia menoleh ke arah Tari yang masih duduk di sofa melihat nya.
"Ayo Tar, makan. Aku yakin kau pasti lapar. Kau harus habisin ya, kan sekarang bukan kau saja yang harus makan. Ada 1 porsi lagi yang harus kau telan,"
Tari masih diam selama beberapa detik, lalu akhirnya berdiri. Ia melangkah pelan ke meja makan, matanya menatap piring-piring berisi makanan yang terlihat lezat sudah tersusun rapi.
"Terima kasih Ri," Tari berujar lirih, menatap sendu pada meja makannya.
Setelah makan malam ini, tidak akan pernah ada lagi masakan yang tersaji di depannya ini. Kebersamaan ini adalah yang terakhir, sebelum mereka berdua hancur dengan versinya masing-masing.