Sebuah ramalan kuno mengguncang keseimbangan antara para Akasha dan para Moksa, mereka tinggal di pusat alam semesta bernama Samavetham. Ramalan itu meramalkan kelahiran seorang Akasha terkuat di sebuah planet kecil, yang akan membawa perubahan besar bagi semua makhluk hidup. Ketika para Moksa berusaha menggunakan pohon Kalpataru untuk mencapai ramalan tersebut, para Akasha berupaya mencegah kehancuran yang akan dibawanya.
Di Bumi, Maya Aksarawati, seorang gadis yatim piatu, terbangun dengan ingatan akan mimpi yang mencekam. Tanpa dia sadari, mimpinya mengisyaratkan takdirnya sebagai salah satu dari 12 Mishmar, penjaga dunia yang terpilih.
Ketika ancaman dari organisasi misterius semakin dekat, Maya harus berhadapan dengan kekuatan baru yang bangkit di dalam dirinya. Dibantu oleh reinkarnasi Mishmar yang lain, Maya harus menemukan keberanian untuk melawan atau menghadapi konsekuensi yang dapat mengubah nasib seluruh alam semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Feburizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
URANIUM DAN HELIUM
Kembali ke Indonesia, Pulau Jawa.
Suatu siang di Sekolah Dasar Negeri 15 Kalynda, di ruang kelas dimana Maya dan Rendi berada. Ibu Sri guru wali kelas itu sedang mengumumkan tentang kegiatan Study Tour pada murid-muridnya.
"Anak-anak hari Sabtu ini sekolah kita akan mengadakan Study Tour ke Candi Minak Jinggo di Mojokerto."
Anak-anak di kelas itu mulai riuh satu sama lain, semua anak begitu gembira mendengar pengumuman itu.
"Diharapkan bagi kalian yang ingin berpartisipasi, sudah mendapatkan izin dari wali kalian masing-masing, mengerti?" Sang guru melanjutkan ucapannya.
Maya menengok Rendi, ia mengangkat kedua alisnya melihat Rendi yang sedang terlelap.
"Pssstt.. Psssttt.. Rendiiii.." Maya berbisik pada sahabatnya itu.
Namun itu tak membangunkan Rendi yang nampak pulas. Meski Maya telah berulang kali memanggilnya.
Timbul niat untuk menjahili karibnya itu. Maya menepuk bagian bawah bangku Rendi.
Duaakk!
Rendi sontak reflek terbangun dan langsung berseru.
"Uranium-238 merupakan isotop yang paling banyak di dunia tetapi tidak dapat menghasilkan reaksi berantai fisi."
"Sementara itu, Uranium-335 dapat digunakan untuk menghasilkan energi dengan fisi tetapi jumlahnya di dunia kurang dari 1%!!!"
Kelas yang semula gaduh karena pengumuman tentang Study Tour mendadak senyap mendengar penjelasan Rendi yang lantang.
Maya buru-buru memalingkan wajahnya dari Rendi sambil menahan tawanya yang hampir menyembur.
"Pfffttt... Uranium?" bisik Maya.
Rendi menengok Maya dan membulatkan bola matanya. Wajahnya mulai bersemu merah menahan malu.
Kelas itu pun kembali gaduh melihat kekonyolan Rendi.
"Hahahaha..."
Dan Study Tour SDN 15 Kalynda pun tiba, rombongan anak-anak SD itu turun dari 2 bus yang terpakir di luar komplek Situs Candi Minak Jinggo, Bu Sri dan beberapa guru lainnya sibuk mengatur murid-murid Sekolah Dasar yang tidak sabar ingin melihat Candi Minak Jinggo.
"Anak-anak, bentuk barisan dulu, ya. Ayo jangan berpencar," dengan sabar Bu Sri membantu bocah-bocah kecil itu untuk berbaris.
Maya dan Rendi turun dari bus belakangan dan mendatangi para guru.
"Hei, Uranium, apa kamu masih marah?" Maya mencandai Rendi.
"Sampai kapan kau akan selalu memanggilku seperti itu?" sahut Rendi sedikit kesal.
"Oh, iya lupa aku, kalau begitu aku panggil jadi Uranium-238, bagaimana?" Sekali lagi Maya mencandai Rendi.
Sambil mendengus Rendi menatap Maya dengan muka datar, mulai dari wajah hingga ujung sepatu Maya sambil mengedikkan bahunya lantas berbaur dengan anak-anak lain yang berbaris.
Maya jadi serba salah dan menyusul Rendi.
"Hei, tunggu! Apa maksudmu melihatku seperti itu?" teriak Maya.
*****
Akhirnya rombongan anak-anak SDN 15 Kalynda, diberi kesempatan memasuki situs Candi Minak Jinggo setelah berbagai aturan yang dijelaskan pihak pengelola situs tersebut mengenai peraturan yang harus diperhatikan ketika berada di dalam area situs itu.
Bapak Sarjono, seorang guru sejarah di sekolah mereka, dengan penuh semangat menjelaskan tentang kisah hidup Minak Jinggo sembari menyusuri dan mengitari candi.
Tetapi perhatian Rendi malah tertuju pada beberapa orang yang memakai jas hitam di area situs itu.
"Aneh, kenapa banyak orang yang memakai jas hitam di sekitar situs candi ini ya?!" gumaman Rendi di dengar Maya yang ada di sampingnya.
"Mungkin, mereka juga sedang Study Tour seperti kita," celetuk Maya yang sedang memperhatikan relief berbentuk seperti pohon beringin dan di bawahnya terukir banyak tengkorak kepala manusia. Maya tidak memperhatikan yang dilihat Rendi saat itu.
Rendi memutar bola matanya mendengar jawaban Maya yang sekenanya itu.
"Huffftt.. Mana ada orang dewasa melakukan Study Tour?"
Saat itu Maya baru menengok apa yang dilihat Rendi, dan berkomentar, "Mungkin mereka hanya sedang berwisata..."
"Tapi kenapa berpakaian rapi seperti itu, ya?" gumam Rendi curiga.
Maya kembali memperhatikan relief-relief yang terukir rapi di dinding candi itu. Sementara Rendi yang ada di belakangnya masih mengamati orang-orang yang berjas hitam.
Maya semakin tertarik dengan tatahan aksara-aksara yang kini menghiasi relief candi itu dan terpisah dari rombongannya. Dia memasuki pusat candi, Rendi masih membuntutinya dan sesekali menengok orang-orang berjas hitam.
Maya terus berjalan dan seperti mengalami de ja vu ketika melihat aksara kuno yang terus mengarahkannya pada sebuah stupa kecil.
Mata Maya berbinar tertuju pada sebuah relik yang ada di dalam stupa itu tanpa sadar tangannya bergerak hendak menyentuh relik dalam stupa, tangannya hampir saja meraih relik itu, namun berhenti ketika Rendi memegang dan menarik tangannya.
"Apa kau tadi tidak mendengar peraturan petugas situs candi ini? Kita tidak diperbolehkan menyentuh sembarangan!" tukas Rendi.
Maya tersentak seperti tersadar dari dejavu nya.
"Rend, apa kau tahu banyak tentang Minak Jinggo?" tanya Maya tiba-tiba.
Rendi mengangkat satu alisnya mendengar pertanyaan Maya itu, namun ia tetap menjawabnya," Tadi, Pak Sarjono, kan sudah menerangkan, Minak Jinggo itu psnglima perang yang hebat hingga diangkat sebagai seorang Mahapatih di Kerajaan Majapahit, dan karena jasanya yang begitu besar maka dibangunlah sebuah candi di makamnya," jawab Rendi sambil celingak celinguk, karena di tempat itu hanya ada mereka berdua sementara rombongan mereka sudah bergerak agak jauh dari mereka.
Rendi meraih tangan Maya berniat mengikuti rombongan sekolah mereka, namun mendadak area itu diselimuti kabur putih, Maya buru-buru melihat Rendi dan kembali memegang tangannya.
Terjadi perubahan di wajah Rendi.
"Ini...ini...gas.. Heliu..."
Bruk!
Rendi jatuh tak sadarkan diri.
"Rendi! Bangun Ren! Kamu kenapa?" Maya seperti mengalami dejavu lagi... kilasan kilasan kejadian masa lalu yang tak ia mengerti muncul silih berganti.
Tetapi saat itu Maya kembali tersadar penuh ketika melihat Rendi yang ia bopong dengan kedua tangannya. Maya dalam pandangan terdekat tergopoh-gopoh berusaha keluar dari area situs pusat candi.
Maya mencari-cari rombongannya tanpa hasil akhirnya sambil membopong Rendi, Maya berusaha menjauhi komplek candi Minak Jinggo.
Maya begitu kaget melihat situs candi Minak Jinggo telah diselimuti kabut putih tipis dan terlihat semua pengunjung termasuk rombongannya telah tergeletak, bergelimpangan di tanah.
Dan Maya juga melihat orang-orang berjas hitam dengan menggunakan masker gas seperti sibuk melakukan sesuatu yang penting.
Maya merebahkan tubuh Rendi di balik gapura luar komplek situs candi Minak Jinggo, sesekali dia mengamati rombongannya yang masih tergeletak di pinggiran lantai samping candi.
Mendadak mata Maya menangkap sesosok figur yang berdiri membelakanginya, dan Maya seperti tidak asing melihat punggungnya.
Maya yang kebingungan itu berlari kecil ke sosok yang seperti dikenalnya itu.
Sosok itu mendengar derap langkah Maya dan menoleh ke arah Maya, dengan tatapan datar dibalik masker gasnya. Ternyata..
"Pak Edi?"