"Karena kamu yang menggagalkan acara pernikahan ini, maka kamu harus bertanggung jawab!" ucap pria sepuh didepannya.
"Bertanggung jawab!"
"Kamu harus menggantikan mempelai wanitanya!"
"APA?"
****
Bagaimana jadinya kalau seorang siswi yang terkenal akan kenalan dan kebar-barannya menjadi istri seorang guru agama di sekolah?!?
Yah dia adalah Liora Putri Mega. Siswi SMA Taruna Bangsa, yang terkenal dengan sikap bar-barnya, dan suka tawuran. Anaknya sih cantik & manis, sayangnya karena selalu dimanja dan disayang-sayang kedua orang tuanya, membuat Liora menjadi gadis yang super aktif. Bahkan kegiatan membolos pun sangatlah aktif.
Kalau ditanya alasan kenapa dia sering bolos. Jawabnya cuma satu. Dia bolos karena kesetiakawanannya pada teman-teman yang juga pada bolos. Guru BK pusing. Orang tua juga ikut pusing.
Ditambah sikapnya yang seenak jidatnya, menggagalkan pernikahan orang lain. Membuat dia harus bertanggung jawab menggantikan posisi mempelai wanita.
Gimana ceritanya?!!?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : Kacau Balau
BRUKK....
BRAKK....
"Pak Yai!!?!"
"Yai!?!"
"Abah Yai...!"
Kiyai Ahmad tidak sadarkan diri begitu melihat rekaman video yang ditunjukkan Liora padanya. Semua orang berteriak heboh melihat kejadian tersebut, termasuk kedua orang tua Liora yang kebetulan memang sedang berada dekat dengan keluarga kyai tersebut.
Agam yang hendak mengucapkan ikrar janji pernikahan langsung berhenti. Ia pun terkejut mendengar teriakkan demi teriakkan dari kursi belakang tempat duduknya.
Bertambah terkejut lagi, melihat kakeknya sudah jatuh tersungkur di lantai, dengan memegangi dadanya. Agam tidak bisa berkonsentrasi melanjutkan acara, ia pun memilih untuk berlari ke arah sang kakek dengan diikuti oleh ayah dan bundanya.
Pokoknya suasana berubah riuh karena insiden itu. Para wanita yang panik saling berteriak meminta bantuan, sementara para laki-laki membantu menggotong tubuh pria ringkih itu keluar dari gedung pernikahan. Termasuk Agam juga ikut menggotong kakeknya.
Sarah dan keluarganya tercenung melihat kejadian tak disangka tersebut. Semua begitu cepat, bahkan mereka juga tidak dapat mencegah mempelai pria untuk melanjutkan pernikahan yang sudah kadung kacau balau itu.
"Pah, gimana pernikahan aku?" tanya Sarah dengan wajah cemas. Dia benar-benar syok, kenapa semuanya jadi kacau balau seperti ini.
"Sabar, Nak. Pak Yai lagi sekarat. Dia harus ditolong dulu!" ujar sang papa.
"Tapi, Pah.....! Pernikahan aku kacau loh!" kesal Sarah, "Lagian kakek-kakek Napa sih tiba-tiba pingsan saat mas Agam hendak mengucapkan ijab? Kenapa nggak ditunda dulu pingsannya nunggu mas Agam ngucapin ijab? Mau metong nggak masalah buat aku....!"
"Hussss, kalau ngomong tuh dijaga!" tegur ayahnya.
"Abisnya aku kesel....!"
Kiyai Ahmad dilarikan ke RS terdekat. Semua rombongan ikut mengantar ke sana, termasuk keluarga Arian. Juga ikut menyusul ke rumah sakit.
Sepanjang perjalanan Arian menatap tajam manik putrinya. Liora yang merasa bersalah hanya menunduk dalam-dalam sambil menggigit bibir bawahnya.
"Apa yang kamu lakukan sudah keterlaluan, Liora!" marah Arian pada sang putri.
"Aku nggak bermaksud.....!"
"Apa?" bentak Arian.
"Aku hanya ingin membantu, Pah...!"
"Membantu?" Arian tersenyum sinis, lalu melayangkan tatapan tajam penuh amarah.
"Pah....!" sang istri mengusap lembut tangan suaminya. Ia terkejut melihat suami yang tidak pernah marah pada putri kesayangan, hari ini terlihat begitu emosi.
Semua memang gara-gara Liora. Setelah menunjukkan rekaman video itu pada kyai Ahmad, tiba-tiba kyai Ahmad luruh ke lantai. Pria itu jatuh tersungkur dengan tatapan syok.
Tadinya Arian sudah berusaha mencegah, tapi putrinya yang keras kepala berhasil menunjukkan video rekaman tersebut.
"Maafkan aku, Pah!" Liora menyesali perbuatannya. Sementara Satya dan sang istri tidak berani membela Liora, karena dalam hal ini Liora memang salah.
"Tenang, Pah!" Mirnawati berusaha untuk menenangkan hati sang suami.
"Itu bukan ranah kamu, Li!" sentak Arian lagi, "Mau wanita itu bukan wanita baik-baik. Mau wanita itu seorang penipu, itu bukan ranah kamu untuk mencampuri urusan mereka!" bentak Arian lagi. Liora dan semua orang yang ada di mobil hanya terdiam menundukkan kepala.
"Sekarang lihat! Pak Yai jadi seperti ini. Pernikahan orang lain kamu hancurkan. Puas kamu! Hah!"
"Pah...! Pak Agam itu guru aku di sekolah. Aku nggak akan biarin guru aku....!"
"DIAM KAMU. MASIH SAJA KAMU MEMBELA DIRI! HAH!" bentak Arian semakin emosi.
"Papah!" pekik Satya. Bagaimanapun juga Liora adalah adik kesayangannya, tidak tega juga melihat adik kesayangannya dibentak-bentak seperti itu. Meski yang membentak papah mereka.
"Yang sekarang harus kita lakukan, menyusul Mbah Yai ke rumah sakit. Kita harus memastikan keadaannya baik-baik saja atau bagaimana. Terus kita sekeluarga meminta maaf dengan tulus. Kejadian ini benar-benar di luar dugaan kita semua, Pah!" tutur Satya pada akhirnya.
Satya tak membela siapa-siapa. Satya berusaha mengambil jalan tengah untuk masalah tersebut, supaya sang papa tidak terus-terusan menyalahkan dan menyudutkan Liora.
Akhirnya mobil yang dikendarai Satya sampai juga di parkiran rumah sakit. Namun Arian mencegah semuanya untuk turun. Bukan apa-apa, Arian tidak mau, putrinya semakin berbuat sesuka hati. Biarlah dia dan sang istri yang turun untuk meminta maaf pada Pak Yai dan keluarga semuanya. Semua memang kesalahan putrinya. Memang Liora penyebab Pak Yai syok, dan akhirnya penyakitnya kambuh.
Dengan perasaan sedih dan menyesal, Liora pun mengikuti keinginan Arian ikut dengan abangnya. Gadis itu menunduk sedih mengingat bentakan-bentakan Arian tadi. Dengan lesu, ia menaiki mobil.
"Tunggu! Mana hape kamu?" pinta Arian, meminta ponsel Liora.
"Bu-buat apa, Pah?" pekik Liora terkejut, ia pikir si papa menyita hapenya.
"Sudah siniin!" tegas si papa.
Mau tidak mau akhirnya Liora menyerahkan ponselnya, yah, walaupun dengan perasaan bercampur aduk tidak karuan.
"Sudah sana pulang!" suruh si papa, dengan nada mengusir. Liora pun semakin nelangsa. Masa iya, gara-gara masalah tadi, Hape pun jadi kena sita.
Arian dan sang istri menyusul masuk ke dalam, untuk mengetahui keadaan pak Yai yang katanya masih di tangani oleh dokter di ruangan serba putih tersebut. Perasaan khawatir dan cemas bercampur menjadi satu.
"Yat, Bagaimana keadaan pak Yai?" tanya Arian, pada teman sepondokannya dulu. Dulu mereka bersahabat kental, sekarang pun masih begitu.
"Tensinya naik. Nggak apa-apa. Nggak ada yang perlu dikhawatirin!" jawab pria yang bernama Hidayat itu.
"Hah, jadi cuma tensi yang naik?" tanya Arian dengan mulut menganga.
"Iya. Kamu pikir apa?" Hidayat mengerutkan keningnya.
"Hehehehe, aku pikir kayak yang difelem-felem, denger berita mengejutkan, terus jantungnya kumat!" kekeh Arian, merasa konyol sendiri. Pikirannya sudah kemana-mana, sampai-sampai sinetron indosair di bawa-bawa di kehidupan nyata.
"Alhamdulillah nggak kok!" Hidayat ikut terkekeh juga.
"Maaf ya, Yat. Semua gara-gara anakku.....!" Arian merasa bersalah.
"Ah, iya. Aku mau menanyakan itu. Kata Abah Yai, dia sempat nonton video dari anak kamu, sebenarnya video apa sih yang membuat abah sampai tensinya naik?"
"Ah, iya....!" Arian menatap ke arah istrinya, lalu meminta ponsel Liora yang disimpan sang istri ditasnya.
"Ini, Pah....!" Mirna memberikan ponsel itu pada suaminya.
Arian memperlihatkan video itu kepada Hidayat, yang penasaran banget dan menontonnya dengan mata terbelalak. Begitu video usai, wajah Hidayat sontak memerah bak udang rebus.
Merasa malu, ia mendesis heran dan menyesal, "Kenapa kami semua bisa sampai kena tipu kayak gini sih?"
Rasa penyesalan mulai menyergap Hidayat yang kesal bukan main karena telah terpedaya, "Ya Allah. Kami pikir dia gadis baik-baik, ternyata.....? Wajahnya manis dan cantik. Dia juga berhijab, tapi kelakuannya!" Hidayat hanya menghembuskan nafasnya panjang.
"Padahal papanya itu sering ikut pengajiannya Abah loh. Makanya aku setuju-setuju saja saat Abah menawarkan pernikahan untuk anak sulung ku. Nggak taunya......!" Hidayat mengusap keringat yang mengalir dari keningnya.
Hidayat menggantung kalimatnya sembari terus merenungi peristiwa memalukan yang telah terjadi pada keluarganya.
Arian menepuk pundak pria didepannya itu, lalu kembali meminta maaf atas nama Liora. Sungguh Arian benar-benar tidak enak, karena putrinya sudah membuat kacau semuanya.
"Putrimu tidak salah, Yan. Apa yang putrimu lakukan benar. Aku malah sangat bersyukur karena tindakan putrimu itu!" Hidayat malah bersyukur dengan kejadian tersebut membuat pesta pernikahan gagal dan kacau.
Mulut Arian dan sang istri malah melongo, tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Bisa-bisanya Arian bersyukur atas kegagalan dan kekacauan pesta putranya sendiri.
Tak berapa lama, Bu Nyai, mempelai pria, dan istri Hidayat keluar dari ruangan. Sementara yang lain, yang ikut membantu mengantarkan Pak Yai ke RS sudah pada pulang.
Melihat kedatangan Arian serta istrinya, Bu Nyai menyambut hangat dan ramah. Yah memang seperti itulah keluarga kyai Ahmad yang ramah-ramah pada semua tamunya.
"Bu Nyai, bagaimana keadaan Pak Yai?" tanya Arian khawatir.
"Ah, nggak apa-apa kok. Abah tensinya naik. Biasalah penyakit tua," jawab Bu Nyai dengan disertai candaan.
"Alhamdulillah!" jawab Arian dan sang istri.
"Bu Nyai, Saya atas nama anak saya ingin meminta maaf pada Bu Nyai dan keluarga. Semua ini bermula dari kesalahan anak saya. Andai tadi dia tidak memperlihatkan video itu, mungkin Pak Yai.....!"
"Abah sudah menjelaskan semuanya. Kami semua justru bersyukur pada anakmu yang begitu pemberani itu. Andai saja, dia nggak memberitahu, mungkin pernikahan Agam dengan Sarah akan terjadi. Kami benar-benar tidak tahu apa-apa mengenai gadis itu." Ucap Bu Nyai merasa menyesal karena sudah memaksa cucunya melamar Sarah.
"Nenek....!" pekik Agam.
"Maafkan nenek ya, Gam. Nenek terlalu memaksa kamu!"
Agam hanya tersenyum tipis.
"Tapi, Bu Nyai....!"
"Nggak apa-apa, Yan. Kami nggak marah kok. Semua takdir Allah. Memang jalannya harus begini! Abah Yai ingin bicara denganmu dan istrimu. Masuklah!" perintah wanita lansia itu.
"Ah, baiklah. Terima kasih, Bu Nyai!"
"Abah juga mau ngomong sama kamu, Yat!"
"Iya, Bu!"
Bersambung.....