Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh tujuh
Seumur hidup seorang Siska, baru kali ini dia merasa teramat bersalah atas kelakuannya yang tidak sengaja hingga membuat Aruna sakit hati. Siska amat merasa bersalah pada menantunya itu, melihat bagaimana Aruna masih sesegukan membuatnya merasakan sesak di dadanya.
"Bunda... "
"Kenapa, nak? " jawab Siska dengan cepat, langkahnya mendekat maju untuk menghampiri Aruna.
"Maafin, Aruna ya. " katanya, dan lagi-lagi menangis.
Siska menggeleng kepalanya, air matanya ikut berjatuhan, tangannya memegang pipi Aruna yang di basahi air mata, dia usap pelan dengan tangan gemeteran. "Aruna, kamu tidak salah, nak. Tidak perlu meminta maaf begitu. "
"Aruna sudah membuat cucu bunda dalam berbahaya karena kecerobohan yang aku lakukan, Aruna gak bisa menjaga bayi ini dengan baik, Aruna minta maaf. "
"Enggak, sayang. Aruna tidak salah, jangan meminta maaf, bunda mohon. "
"Bunda, maafin Aruna juga. Gara-gara Aruna, menantu bunda bukan Alana, Aruna merusak semuanya, semua yang kalian rencanakan harus hancur karena kehadiran Aruna. "
Siska sekuat mungkin menahan isakan tangisnya, rasanya sesak sekali mendengar Aruna memohon maaf padanya. "Gak, sayang. Kamu tidak salah, bunda yang salah di sini, tidak seharusnya bunda bersikap acuh dan membandingkan kamu dengan Alana, bunda janji tidak akan membahas lagi soal Alana di depan kamu. Maafin bunda, sayang. Bunda tidak bisa menjadi mertua yang baik untuk kamu. " Siska menundukkan kepalanya, tidak berani menatap sendu Aruna.
"Maaf, bunda. Tapi Aruna mau bercerai dengan Tama. "
Siska mengangkat kepalanya, menatap tidak percaya pada Aruna. "K-kenapa? "
"Aruna merasa gak pantas, bukan cuman itu.... Aruna juga gak bisa, Tama gak bahagia sama Aruna dan begitupun sebaiknya, bunda tolong biarkan kami berpisah. Bunda tenang aja, bunda dan Tama masih bisa melihat dan menjenguk anak ini nanti, gimana pun juga dia cucu bunda, dan Tama ayahnya. "
Siska menggeleng, menggeleng kuat kepalanya, menolak permintaan Aruna yang ingin bercerai dengan Tama. "Jangan, bunda mohon sayang. Maafin Tama, ya? Maafin bunda juga, sayang. Bunda janji tidak akan menyakiti perasaan kamu lagi, bunda mohon. "
Aruna tidak menjawab, dia menatap Siska dengan tatapan memohon. "Ini bukan soal janji, bunda. Sebuah janji memang mudah untuk dikatakan, tapi susah untuk di tepati. Bunda mungkin bisa janji seperti itu, tapi siapa tau kalau hati bunda gak bisa melakukan hal itu. Aruna gak mau menjalani semuanya dengan keterpaksaan, kalau memang bunda gak bisa menerima Aruna sebagai menantu bunda, Aruna mundur, Aruna gak akan mempertahankan sesuatu yang menyakiti diri Aruna sendiri. Setelah ini Alana bisa kembali, semuanya akan kembali seperti semula, jadi tolong biarkan Aruna bercerai dengan Tama. " ujar Aruna dengan panjang lebar, bahkan tanpa sadar tangannya meremat tangan Siska.
Siska memejamkan matanya, dia menggeleng kuat kepalanya, tetap tidak setuju dengan keputusan Aruna yang ingin bercerai. Semua ini memang salahnya yang tidak sadar memasuki nama Alana di setiap obrolannya dengan Aruna.
"Aruna, bunda mohon. Tolong pikirkan lagi keputusan kamu, ya? Anak kamu butuh sosok ayah yang selalu di sampingnya, dia butuh kedua orangtua yang lengkap di satu rumah dengannya. "
Aruna tak menjawab, dia memilih diam dan membiarkan bagaimana Siska menangis di pelukannya, terus membujuk agar Aruna tidak bercerai dengan Tama. Di kepalanya terpikir, apakah Aruna harus percaya dan kembali mengalah?
Sedangkan di luar ruang inap Aruna, ada Aretha yang kembali menangis di pelukan Arjun setelah mendengar ucapan Aruna yang memohon untuk bercerai, sedangkan Jaedan yang baru saja datang ke rumah sakit hanya berdiri kaku di tempatnya menatap tajam Tama yang terduduk di kursi dengan kepala menunduk.
Jaedan masih tidak percaya bahwa anaknya telah melakukan masalah sebesar ini, makin dibuat pusingnya saat tau bahwa Aruna memohon minta bercerai dengan Tama.
••••••••
Entah untuk keberapa kalinya, Jaedan terus menghela nafas panjang. Dia sudah tidak mengerti lagi dengan masalah yang anaknya ini lakukan, dia juga sadar, seharusnya Jaedan tidak perlu terburu-buru menikahkan keduanya, dan sekarang inilah yang terjadi.
"Sudah saya putuskan, Aruna akan saya pulangkan kembali ke rumah saya. " keputusan Aretha tiba-tiba.
Jaedan dan Tama, sontak mengangkat kepala untuk menatap Aretha yang berdiri di depan keduanya dengan wajah tanpa ekspresi sedikitpun.
"Tapi, tante–
–Saya takut Aruna kenapa-napa lagi, jemput dia kalau kamu sudah yakin menerima Aruna di hidup kamu. Kalau memang kamu masih tidak bisa, biar saya sendiri yang akan mengurus surat cerai kalian. " ujar Aretha kembali, memotong ucapan Tama yang hendak protes. Arjun yang berdiri di belakang sang mama menatap penuh ketidak setujuan atas ucapan Aretha.
Tidak ada kesempatan sekali lagi, dia tidak ingin Aruna hidup bersama kembali dengan Tama, Arjun tidak akan rela. Arjun berdecih, dia mengikuti langkah sang mama yang pergi meninggalkan sepasang bapak-anak itu yang terdiam ditempat.
"Tama."
Tama hanya diam, dia menundukkan kepalanya menatap kosong pada lantai dingin rumah sakit. Pikirannya buntu sekarang, bingung ingin melakukan apa setelah ini.
"Ayah tanya, kamu maunya kayak gimana? "
Tama menoleh menatap Jaedan di sebelahnya, "Maksud, ayah? "
"Pernikahan kalian? Mau di lanjutkan atau bercerai? "
"Yah.... "
"Tama, kamu gak bisa kayak gini terus, semua yang kamu perbuat akan ada konsekuensinya, kalau kamu memang memilih Alana, maka ceraikan Aruna sekarang juga. "
"Yah, Aruna adalah ibu dari calon anak aku. " protes Tama, dia tidak akan menceraikan Aruna, sampai kapanpun.
"Tapi kamu juga harus mikirin gimana perasaan, Aruna. Ayah tau ini sulit buat kamu, baik kamu maupun Aruna sendiri, di satu sisi kamu belum bisa lepas dari Alana karena memang kalian saling jatuh cinta. Di satu sisi, Aruna juga tidak mau ini terjadi dan juga bukan kehendak dia. " ujar Jaedan, dia mengusap kasar wajahnya, pusing akan masalah yang di perbuatkan Tama.
"Jadilah, laki-laki bertanggung jawab, Tama. Kalau kamu memang mau jadi calon ayah yang baik untuk anak kamu, perlakuan Aruna dengan baik selayak ayah memperlakukan bunda kamu, bahkan kalau bisa lebih baik dari itu. " lanjut Jaedan, masih terus memberikan nasehat pada Tama.
Ngomong-ngomong tentang Siska, Jaedan juga tidak menyangka bahwa sang istri memperlakukan Aruna seperti itu, selalu menyangkut pautkan Aruna dengan Alana. Tidak sadar akan ucapannya itu malah melukai hati Aruna yang memang sudah rapuh dari awal karena perbuatan Tama.
Karena memang wajar, Alana dan Siska memang sangat dekat, sudah kenal lama juga sejak Tama berpacaran dengan Alana, hal itu mungkin yang membuat Siska belum terbiasa kalau ternyata menantunya bukanlah Alana, seperti dari awal yang di inginkannya.
"Jangan sampai kamu menyesal di akhir nanti, ucapan mama Aruna tadi bukan hanya ancaman saja, apalagi kakak Aruna terlihat ingin sekali menjauhkan kamu dengan Aruna. " Jaedan menepuk pundak sang anak, lalu dia bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Tama seorang diri dengan segala pikirannya.
Tama memejamkan matanya dengan erat, hembusan nafas gusar di keluarkannya. "Terus bagaimana ini? Gua gak mau bercerai dengan Aruna, dan Alana.... ? "
"Arghh, si*lan! " kesal Tama, sambil memukul kepalanya frustasi, pikirannya terasa mumet.
•
•
•
kayaknya ceritaku yang kedua ini tidak seberuntung dan serame cerita yang pertama ya, tapi aku bersyukur karena masih ada yang mau membaca dan memberikan vote walau tidak sebanyak di cerita pertamaku. apa karena genre cerita ini bukan reinkarnasi atau time travel kayak cerita pertama, jadi kurang peminat pembaca?
buat yang udah mampir baca cerita ini, makasih banyak ya buat kalian. apalagi yang selalu menyempatkan vote dan komen, itu adalah suatu hal membahagiakan buat aku, semoga kebahagiaan selalu menyertakan kalian. selamat membaca semuanya🥰🥰