Agnes menjalani kehidupan yang amat menyiksa batinnya sejak kelas tiga SD. Hal itu terus berlanjut. Lingkungannya selalu membuat Agnes babak belur baik secara Fisik maupun Psikis. Namun dia tetap kuat. Dia punya Tuhan di sisinya. Tapi seolah belum cukup, hidupnya terus ditimpa badai.
"Bagaimana bisa..? Kenapa Kau masih dapat tersenyum setelah semua hal yang mengacaukan Fisik dan Psikis Mu ?" Michael Leclair
"Apa yang telah Dia kehendaki, akan terjadi. Ku telan pahit-pahit fakta ini saat Dia mengambil seseorang yang menjadi kekuatanku. Juga, Aku tetap percaya bahwa Tuhan punya rencana yang lebih baik untukku, Michael." Agnes Roosevelt
Rencana Tuhan seperti apa yang malah membuat Nya terbaring di rumah sakit ? Agnes Roosevelt, ending seperti apa yang ditetapkan Tuhan untuk Mu ?
Penasaran ? Silakan langsung di baca~ Only di Noveltoon dengan judul "Rencana Tuhan Untuk Si Pemilik Luka"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ATPM_Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Setelah puas mengeluarkan semua beban nya dengan menangis, kini Agnes sudah duduk di dalam mobil. Michael lanjut mengantar Agnes pulang.
“Kenapa Kau mengikuti Ku, Tuan Lecllair ?” Ucap Agnes dengan suara yang kembali stabil. Walaupun masih terdengar jejak-jejak suara serak.
“Tidak.” Michael menggeleng pelan dengan mata yang fokus kedepan, “Aku kesana karena ingin berdoa.” Lanjutnya berbohong.
Agnes mengangguk pelan dan bersuara, “Baiklah. Apapun itu, Maaf dan terimakasih.”
“Maaf untuk apa ?”
“Membuat baju Mu kusut dan... Dan basah.” Agnes berusaha tenang walaupun sedikit tidak nyaman.
“Hahaha, kalau di cuci dan disetrika juga akan kembali normal.”
“Terimakasih, sungguh.” Agnes torehkan garis senyum tertipis di wajah. Sialnya, Michael tidak bisa menyaksikan hal itu.
“Apakah Aku harus mengantar ke rumah Mu ?”
“Maaf ?” Agnes mentautkan alisnya.
“Kau masih ingin kembali ke rumah dalam keadaan seperti ini ? Apa Kau tidak memiliki Apartemen atau suatu tempat untuk menenangkan diri saat tidak ingin melihat Mereka ?” Tutur Michael was-was. Takut sekali pertanyaan nya berhasil melewati garis yang sudah Agnes tetapkan.
Agnes tersenyum kecut kemudian bersuara, “Aku tidak punya yang seperti itu, Tuan Lecllair.”
“Tapi Kurasa Kau sudah memiliki uang yang sangat cukup untuk hal seperti itu.”
“Tentu. Tapi karena pembahasan inilah Aku berakhir seperti tadi di kediaman Mu. Juga, di pelukan Mu.”
“Kediaman Lecllair memiliki banyak kamar tamu yang tidak terpakai. Mau menginap ?”
“...” Agnes terdiam. Sungguh tawaran yang menggiurkan. Tapi sedetik kemudian Dia tersadar, siapa Dia bagi keluarga Lecllair ? Tidak ada hubungan apapun selain pekerjaan. Agnes menyandarkan kepala kemudian berucap “Terimakasih atas tawaran Mu, Tuan Lecllair. Tapi maaf, Aku tidak bisa.”
“...”
Dua menit berlalu dalam keheningan.
Kemudian Michael pun kembali bersuara “Agnes, ingatlah ini. Kediaman Lecllair selalu terbuka untuk Mu. Datanglah kapan saja. Tidak akan ada satu orang pun yang akan menolak kedatangan Mu.”
“...” Mulut Agnes tidak bersuara. Namun tidak dengan batinnya. “Baik, terimakasih Tuan Lecllair. Walaupun sampai kapanpun Aku tidak akan melakukan hal tersebut.”
...***...
Setelah membelah jalanan Kota, Michael menghentikan laju mobil setelah sampai di tempat tujuan. Agnes berucap terimakasih lagi sebelum turun. Blazer yang dipakainya tertinggal dimobil, tak ada niatan untuk dibawa ataupun dicuci. Michael terkekeh pelan saat melihat Blazer nya di tinggalkan begitu saja di atas kursi sebelah pengemudi.
“Sudahlah, Dia pun pasti tidak sadar.” Monolognya dan kembali melajukan mobil untuk kembali ke rumah. Agnes masih berdiri sampai mobil yang Dia naiki itu pergi dari hadapannya.
Setelah masuk ke dalam rumah, hanya ada Lusia, Sang Adik. Dia tengah duduk di ruang tamu dengan handphone di tangan.
“Terlambat satu jam, sialan! Kau sengaja agar tidak mengerjakan pekerjaan rumah ?” Bentak Lusia dengan nada cetus dan tidak ada panggilan Kakak untuk Agnes. Tidak ada keragu-raguan karena sudah berlangsung dalam waktu lama.
Agnes sudah terbiasa dengan hal ini. Dan inilah alasan terbesar diri nya malas sekali berada di rumah. “Haah, pekerjaan rumah apa ? Toh sebelum keluar sudah ku kerjakan semua.” Balas nya tak kalah ketus. Selagi tidak ada Ayah dan Ibu, Agnes tidak perlu menjaga tatanan bahasa yang Dia lontarkan untuk Lusia.
“Ada makanan yang lupa Kau buatkan! Dan itu adalah makanan kesukaan Ku!”
“Tidak, sudah Aku buatkan. Pasti di makan Kak Alex.”
“Kalau begitu buatkan lagi! Kalau tidak akan ku laporkan pada Ayah dan Ibu—“
Drrtt... Drrtt...
“Ssstt... Ada telfon dari Charles.” Potong Agnes senang sekali karena amarah adiknya itu harus tertahan dan membuatnya gerah.
“Iya.. Baru saja sampai... Tidak sesibuk itu... Kalian berdua dalam perjalanan ? Baiklah, Aku akan bersiap-siap terlebih dahulu.. Emm, sampai ketemu.”
Panggilan berakhir dan Agnes angkat suara duluan untuk mencegah suara cempreng sang adik mengalun kasar di gendang telinga.
“Charles dan Laras dalam perjalanan ke sini. Mereka mengajak Ku makan malam. Jadi bagaimana ? Aku harus membuatkan makanan kesukaan Mu dan menyuruh Mereka menunggu, karena tidak ingin Kau melapor pada Orang Tua Kita ?” Terasa sebilah pedang tertancap di batinnya saat menyebut ‘Orang Tua Kita’. Senyum kecut tergaris jelas di wajahnya saat ini.
“Sudahlah!” Lusia berdiri dengan jengkel. “Aku pesan saja!” Tuntasnya dan berjalan ke arah dapur sambil menghentakkan kaki dengan perasaan jengkel.
Dia tau jelas bahwa tidak ada gunanya melapor pada Ayah dan Ibu saat sudah menyangkut Charles. Ini adalah pertunangan yang di atur oleh orang tua untuk urusan bisnis, apalagi pihak yang mendapat untung paling banyak adalah pihak Mereka, sehingga dengan sangat jelas Kedua orang tua menekankan agar Agnes tidak membuat kesalahan. Tidak membuat Charles jengkel atau harus berakhir pada pembatalan pertunangan.
Agnes tersenyum senang karena menang melawan anak yang selama ini sangat dipenuhi sikap menjengkelkan.
Dia pun masuk ke kamarnya dan mulai membersihkan diri. Dia poles kembali make up untuk menutup warna memar yang diciptakan oleh Sang Ayah, dan mengoleskan salep yang di berikan oleh pasangan Suami Istri Lecllair.
“Hm, lebih baik pakai masker saja untuk menutupi bibir. Akan ku buka saat nafas terasa pengap.” Tutur nya yang masih terduduk di meja rias.
Layar pipih di atas nakas berdering saat panggilan masuk. Agnes tau bahwa Charles dan Laras sahabatnya pasti sudah sampai. Setelah mengambil tas, Agnes pun turun dengan setelan andalan. Celana panjang dan kemeja lengan panjang. Yang berbeda hanya model rambut yang kadang di lepas begitu saja atau di jepit.
Agnes sudah masuk ke mobil dan duduk di samping pengemudi, Charles Eklet.
“Kalian menunggu lama ?” Ujarnya basa basi sambil memasang sabuk pengaman.
“Tidak. Baru saja sampai. Iyakan Charles ?” Ucap Laras dibangku belakang.
“Umm.. Kau benar.” Katanya mengangguk sekali.
Mata Charles dan Laras saat ini tertuju pada Agnes. Charles selalu memuaskan penglihatannya dengan penampilan Agnes. Walaupun setelannya nampak tidak ada perubahan karena hanya berputar pada kemeja ataupun baju lengan panjang dan celana kain yang menutup sampai mata kaki, postur tubuh yang dimiliki Agnes sangat mendukungnya memakai apapun. Charles pernah menyuruh Agnes untuk berpenampilan feminim dengan gaun pendek, dan tentu langsung ditolak mentah-mentah. Tapi penolakan itu tidak membuat Charles marah, sungguh.
Di sisi lain terdapat laras yang duduk di belakang. Mata nya memanas saat menyaksikan Michael yang terus melihat Agnes dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia kesal dengan fakta itu, dan semakin jengkel lagi karena yang dirasakan oleh Michael adalah yang dirasakan olehnya juga. Penampilan Agnes memang selalu memukau dengan apapun yang Dia kenakan.
...***...
Setelah melajukan mobil, Mereka bertiga pergi ke Bioskop. Laras benar-benar menjadi peng hidup suasana. Dia selalu berada di tengah untuk menggandeng Agnes dan Charles. Saat menonton pun, Laras duduk di tengah.
"Uwaahh, pertarungan Mereka tanpa cacat." Bisik Laras pada Charles kemudian berbisik hal yang sama pada Agnes.
"..." Agnes tidak menanggapi. Dia hanya fokus menonton. Membiarkan Laras dan Charles terus berbicara.
Agnes tidak peduli sama sekali dan matanya fokus pada layar besar yang terpampang di depan. Usai mengamati, Diapun ber batin. “Sepertinya Brigida pernah mengajakku untuk menonton film ini.”
Film yang ditayangkan sudah selesai, Mereka bertiga lanjut mencari tempat makan di dalam Mall dan lanjut berbelanja. Lebih tepatnya menemani Laras membeli tas baru.
Charles adalah Pria yang merespon apapun yang Laras tanyakan, sedangkan Agnes hanya berdiri mengamati.
“Tas itu sudah Dia bandingkan dengan 10 merek yang lain. Jujur saja kalau Kau menyukainya dan segeralah membayar! Kita sudah membuang waktu satu jam perkara model tas yang Kau sukai butuh validasi dari Charles!” Teriak Agnes di dalam batinnya
“Aku akan membeli ini.” Cetusnya penuh semangat.
“Syukurlah Kau sudah membuat keputusan.” Tutur Agnes tersenyum lembut walau batinnya tengah menahan jengkel.
Setelah itu Mereka bertiga kembali ke mobil, Agnes langsung membuka Maskernya.
Michael pun memperhatikan dan ingin angkat suara, Agnes langsung menyela dan bersuara duluan. “Ini luka karena mengenai ujung meja kaca. Akan sembuh dalam waktu dekat, tidak perlu khawatir.”
“Hahaha, Kau bisa membaca pikiran Ku Agnes ?”
“Tidak. Aku hanya merasa bahwa mata Mu fokus pada luka Ku.”
“Tidak perlu memakai masker segala. Kau tetap cantik dengan luka kecil itu.”
“Ya, terimakasih.” Tutur Agnes berusaha menutupi dirinya yang merinding dan menahan geli atas perkataan Charles barusan.
Dia langsung menyandarkan kepala dan memejamkan mata. “Tolong bangunkan Aku saat sudah tiba.”
Laras dan Charles sudah terbiasa dengan kebiasaan Agnes yang tidur di dalam mobil. Charles pun mengemudi dengan pelan agar tidak memberi goncangan yang dapat mengagetkan Agnes.
...***...
Beberapa saat kemudian, mobil sudah berhenti tepat di depan Kediaman Agnes. Charles tidak ada niatan membangunkannya.
Dia majukan wajah dan menikmati keindahan wajah Agnes yang tidak akan luntur sedikitpun dengan luka di bibir.
Tatapannya semakin intens, sampai tanpa sadar Charles meletakkan tangan kirinya di kursi milik Agnes dan semakin mendekatkan wajah. Dia berniat mencium bibir Agnes yang tampak sangat kenyal, empuk dan terasa menggodanya sejak tadi.
...***...
Jangan lupa like dan komen Guys. Thank you Darling~♡