Arka, detektif yang di pindah tugaskan di desa terpencil karena skandalnya, harus menyelesaikan teka-teki tentang pembunuhan berantai dan seikat mawar kuning yang di letakkan pelaku di dekat tubuh korbannya. Di bantu dengan Kirana, seorang dokter forensik yang mengungkap kematian korban. Akankah Arka dan Kirana menangkap pelaku pembunuhan berantai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tersamar
Pagi itu, rumah Andri menjadi pusat perhatian. Penduduk desa berkerumun di sekitar, berbisik-bisik tentang apa yang terjadi. Arka berdiri di beranda, masih memegang buku catatan yang di dalamnya tertulis nama Kirana. Ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dokter forensik itu mungkin terlibat dalam kasus ini.
Namun, semua petunjuk yang ditemukan di rumah Andri menjerat pria itu lebih dalam. Peralatan medis, mawar kuning, dan bahkan noda darah di sudut kotak kayu membuatnya menjadi tersangka utama.
"Pak, apa kita harus menahan Andri?" tanya Bayu, berdiri di samping Arka.
Arka menghela napas panjang. "Kita tahan dia untuk sementara. Tapi aku merasa ini belum selesai."
Bayu mengangguk, lalu memberi perintah kepada petugas untuk membawa Andri ke kantor polisi. Andri berteriak memprotes, mengklaim bahwa semua barang itu bukan miliknya.
"Percayalah, aku tidak melakukannya!" katanya dengan mata penuh kepanikan. "Seseorang menjebakku!"
Namun, di tengah keributan itu, Kirana tampak tenang seperti biasa. Ia berdiri di sudut halaman, memandangi bunga-bunga mawar yang tumbuh liar di sekitar rumah Andri.
"Kirana," panggil Arka, mendekatinya.
"Ya?" Kirana menoleh dengan senyuman kecil, seolah tidak ada yang aneh.
"Apa kau mengenal Andri lebih dari sekadar saksi?" tanya Arka, mencoba mencari celah.
Kirana mengangkat alis, tampak berpikir sejenak. "Tidak, aku bahkan baru melihatnya."
Arka menatapnya tajam, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan. Namun, wajah Kirana tetap tenang, tanpa cela.
---
Di kantor polisi, Arka memeriksa kembali semua bukti yang telah dikumpulkan. Dia duduk di meja kerjanya, merenung dengan buku catatan Andri terbuka di depannya. Daftar nama itu masih menghantuinya.
"Pak, saya sudah memeriksa jejak transaksi Andri," kata Bayu, masuk ke ruangan. "Dia tidak pernah membeli peralatan medis yang kita temukan, dan sekarang tidak ada bukti kuat untuk mengaitkannya dengan korban."
Arka mengangguk pelan. "Terus selidiki. Ada sesuatu yang kita lewatkan di sini. Kalaupun ini pembunuhan berantai ... tidak mungkin secepat ini pelakunya tertangkap."
Bayu keluar, meninggalkan Arka sendirian. Saat dia mencoba menyusun semua potongan puzzle ini, telepon di mejanya berdering.
"Arka di sini," jawabnya.
"Pak, ini dari pos penjagaan. Kami menemukan sesuatu lagi di desa," kata suara di ujung telepon.
Arka segera menuju lokasi. Di sebuah jalan kecil yang jarang dilewati, penduduk desa menemukan seikat mawar kuning diletakkan di atas batu besar. Kali ini, tidak ada tubuh, hanya bunga yang ditemani secarik kertas.
Arka memungut kertas itu dengan hati-hati. Di atasnya tertulis satu kalimat:
Bukan dia yang kau cari.
Bayu, yang berdiri di sampingnya, tampak kebingungan. "Apa maksudnya, Pak?"
Arka mengerutkan kening. "Ini bukan pesan untuk kita, Bayu. Ini pesan untukku. Periksa seluruh CCTV di daerah ini."
---
Kirana duduk di ruang kerjanya, menatap sebuah foto lama yang ia simpan di laci meja. Dalam foto itu, terlihat dia bersama seorang wanita yang memegang mawar kuning. Wajah Kirana berubah sendu sejenak, tetapi kemudian tersenyum tipis.
"Dokter, ini hasil laporan dari rumah Andri. Sesuai dugaanmu, alat medis yang ada tidak sesuai dengan korban pertama."
Kirana mengangguk saat asistennya memberikan informasi itu lalu meletakkan hasil laporannya di meja kerja dokter forensik itu.
Kirana memeriksa laporan tersebut dengan teliti. Tangannya yang cekatan membalik halaman demi halaman, tetapi pikirannya melayang. Mawar kuning, alat medis, dan noda darah di rumah Andri hanyalah potongan teka-teki yang ia harap tidak akan mengarah kembali kepadanya.
"Terima kasih, Sarah," ucap Kirana kepada asistennya dengan senyum tipis. "Kau bisa kembali ke ruang depan."
Setelah Sarah pergi, Kirana menatap lama pada laporan itu. Ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang mengarah pada keberadaan pihak ketiga. Namun, Kirana tahu bahwa terlalu dini untuk membuat kesimpulan.
"Lebih baik aku kirimkan hasil laporan ini kepada pihak kepolisian," gumam Kirana.
---
Sementara itu, Arka memandangi secarik kertas yang ditemukan bersama mawar kuning tadi pagi. Kata-kata di kertas itu terus terngiang di benaknya.
"Bayu," panggil Arka, sambil memasukkan kertas itu ke dalam plastik bukti.
"Pak?"
"Kita perlu fokus pada daftar nama di buku catatan Andri. Hubungkan nama-nama itu dengan kasus-kasus yang pernah terjadi di daerah ini," perintah Arka.
Bayu mengangguk. "Baik, Pak. Saya akan meminta bantuan tim IT untuk mencocokkannya dengan arsip digital."
Namun, sebelum Bayu sempat pergi, telepon genggam Arka berdering.
"Ya, ada apa?" jawabnya.
"Pak, ada laporan baru. Seseorang menemukan potongan kain dengan noda darah di hutan dekat desa," ujar suara dari seberang.
"Kirim lokasinya. Aku dan Bayu akan segera ke sana," kata Arka tegas.
Kedua pria dengan tubuh tegap langsung menuju tempat di temukannya kain dengan noda darah.
Di lokasi penemuan, suasana terasa mencekam. Hutan yang gelap dan sunyi hanya ditemani suara angin yang menggesekkan daun-daun. Potongan kain itu ditemukan di dekat akar pohon besar, sebagian terkubur di tanah.
Arka berjongkok untuk melihat lebih dekat. Potongan kain itu terlihat seperti bagian dari pakaian, mungkin gaun atau kemeja. Namun yang membuatnya semakin curiga adalah adanya motif bunga kecil di kain itu.
"Ini ... kain ini," gumamnya.
Bayu menatap kain itu dengan ekspresi bingung. "Apa maksud Bapak?"
Arka berdiri, pandangannya menembus pepohonan di sekitar. "Motif ini ... aku pernah melihatnya sebelumnya. Kita harus memeriksa semua barang bukti di gudang. Mungkin ini ada hubungannya dengan korban pertama."
Di tempat lain, Kirana berjalan menuju sebuah rumah tua di pinggiran desa. Rumah itu terlihat tak terawat, tetapi di dalamnya penuh dengan kenangan. Ia membuka pintu dengan kunci yang ia simpan selama bertahun-tahun.
Di dalam, Kirana berjalan menuju ruang tamu kecil. Di atas meja, terdapat vas bunga berisi mawar kuning yang sudah mulai layu. Ia mengambil salah satu bunga, lalu memandangnya dengan tatapan kosong.
"Mawar kuning," gumam Kirana pelan.
Namun, suara derit pintu yang tiba-tiba membuatnya tersentak. Ia segera berbalik, waspada.
"Siapa di sana?" tanyanya.
Tak ada jawaban, hanya suara angin yang berhembus melalui celah dinding kayu.
---
Di kantor polisi, Bayu mendekati Arka dengan wajah penuh antusias. "Pak, saya menemukan sesuatu. Salah satu nama di buku catatan Andri cocok dengan korban hilang dua tahun lalu."
Arka mengerutkan kening. "Apa kau yakin?"
"Nama itu adalah Nila. Dia dilaporkan hilang setelah pesta ulang tahun di desa sebelah. Polisi tidak pernah menemukan jejaknya."
Arka merasa darahnya berdesir. Ini semakin rumit. Andri mungkin tidak sepenuhnya bersalah, tetapi dia pasti tahu sesuatu.
"Segera cari tahu apa hubungan Andri dengan Nila. Dan pastikan semua barang bukti dari rumah Andri diperiksa ulang," kata Arka dengan nada tegas.
Sementara itu, Arka melangkah dengan cepat ingin bertemu dengan Andri.
To be continued ...