Buku kedua dari Moonlight After Sunset, bercerita tentang Senja, seorang gadis yang terlilit takdir membingungkan. Untuk mengetahui rahasia takdir yang mengikatnya, Senja harus membuang identitas lamanya sebagai Bulan dan mulai menjalani petualangan baru di hidupnya sebagai putri utama Duke Ari. Dalam series ini, Senja aka Bulan akan berpetualang melawan sihir hitam sembari mencari tahu identitas aslinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riana Syarif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabur
"Terkadang melarikan diri itu rasanya begitu bebas."
****
"Sial, sial, sial...!" maki Senja saat dirinya tidak mampu menerobos perisai yang ada di hadapannya itu. Matanya memerah karena kesal dan napasnya naik-turun karena lelah.
Sudah setengah jam Senja berusaha untuk menghancurkan perisai itu, namun tidak satupun dari tindakannya yang berhasil. Setiap kali ia memukul perisai itu, yang ada malah tubuhnya yang dikirim jauh ke belakang.
Ia selalu terdorong mundur setiap kali hendak melancarkan serangannya. Bahkan Ristia saja tidak mampu menerobos perisai tersebut.
"Ada apa ini? Bukannya kau hewan magic pertahanan?"
Senja bertanya dengan kesal, ia seakan siap meledak kapan saja. Ristia hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak mengerti. Sepertinya, perisai ini di buat oleh seseorang yang memiliki kekuatan di atas dirinya.
Atau mungkin saja yang membuat perisai ini adalah spesies yang sama seperti dirinya, sehingga tingkat kekuatan mereka sangat jauh berbeda. Meskipun Ristia adalah hewan magic yang hidupnya sudah setengah abad namun kemampuan sihirnya masih dalam tahap perkembangan.
Spesies jenis mereka harus terus tumbuh untuk bisa mencapai babak ke 4 final dari kekuatan alaminya. Babak ke 4 ini akan terjadi saat usia mereka menginjak satu abad. Jadi saat ini Ristia baru berada di fase yang kedua. Mungkin saja yang membuat perisai ini sudah berada di fase 3 atau mungkin 4.
"Nona, akan sulit jika kita terus seperti ini, sebaiknya kita panggil saja bantuan."
Ristia menyarankan saran yang sebenarnya sudah sejak tadi mereka lakukan, namun sampai sekarang belum ada hasilnya.
Entah mengapa setiap kali link ingin di hubungkan, salurannya selalu terputus setiap saat. Ini juga yang membuat Senja semakin frustasi. Ia hanya bisa menghela napas panjang sambil mengutuk Lucas yang menjadi penyebab ini semua.
"Kali ini aku harus mendapatkan talinya," lirih Senja sambil memusatkan pikirannya untuk tetap terhubung dengan link. Ia butuh mencari tali yang akan mengikat linknya dengan link bawahannya, dengan begitu ia baru bisa keluar dari tempat ini.
****
"Ugh...!"
Perlahan Dian membuka kedua kelopak matanya. Rasanya begitu berat di tambah lagi dengan cahaya terang yang seketika menyeruak masuk ke dalam retina matanya.
Dian perlahan memegangi kepalanya yang pusing. Entah mengapa ruangan disekitarnya tampak bergelombang panjang dengan goyangan aneh seperti tertiup angin. Aneh rasanya melihat itu semua karena jelas tidak mungkin sebuah lemari bisa bergoyang seperti itu.
"Ini dimana?" gumam Dian saat dirinya sudah bisa mengontrol diri.
Tubuhnya mulai kembali stabil dengan napas yang sudah teratur. Ia kemudian mencipitkan matanya dan mencoba fokus pada satu titik saja.
"Sial, apa aku sedang di culik!"
Dian memaki dirinya yang seketika teringat tentang kejadian yang terakhir kali ia alami sebelum berada di dalam kamar ini.
"Aku harus segera kembali," seru Dian sambil mencoba untuk berdiri dari duduknya. Namun belum sampai beberapa langkah, ia sudah terjatuh karena pusing yang ia alami.
"Sialan," maki Dian kesal saat tubuhnya mulai jatuh ke lantai. Tanpa peduli dengan apapun, Dian memutuskan untuk berbaring saja di sana. Ia berbaring dengan merenggangkan tangan dan kakinya di lantai.
Sangat lucu melihat Dian yang sedang berusaha untuk menghilangkan pusingnya dengan berbaring di atas lantai. Meski lantai itu bersih, namun tetap saja apa yang dilakukannya belum pernah dilakukan oleh siapapun yang ada di benua ini.
Beberapa saat setelahnya, Dian merasakan ada seseorang yang hendak mendekatinya. Orang itu dengan perlahan menaruh sesuatu di atas meja sebelum mendekati tubuhnya.
Dian tidak panik, ia hanya penasaran siapa orang tersebut. Dengan santainya Dian tetap berdiam diri tanpa mengeluarkan banyak emosi pada wajahnya.
Saat sosok itu mulai menyentuh tubuhnya dan mengangkatnya, Dian dengan sigap menarik lengan orang tersebut dan menjatuhkannya.
"Ariel...?" lirih Dian ketika ia membuka matanya kembali. Wajahnya terlihat bingung saat Ariel berteriak kesakitan di lantai.
"Ugh...!"
Dian masih memegangi kepalanya yang terasa pusing. Jelas ia masih bingung kenapa Ariel bisa ada di sini, dan ya untuk alasan apa.
"Kau, kenapa kau ada disini?" tanya Dian sambil mengarahkan dirinya menuju tembok samping kanan. Dian mencoba mempertahankan posisinya dengan bersandar di tembok tersebut.
"Sakit tahu, bisa tidak kau jangan berbuat seperti itu setiap kali kita bertemu," protes Ariel yang sedang menahan rasa sakit di lengannya.
Meski pun Dian masih dalam kondisi lemah, namun kekuatan yang ia berikan tadi cukup kuat. Jika yang menerima nya adalah orang biasa, mungkin saja tangan mereka sudah patah.
"Ini dimana?" tanya Dian yang sama sekali tidak peduli dengan apa yang dirasakan Ariel. Ia bertanya sambil menarik kerah baju Ariel untuk menyudutkannya.
Tentu saja bukannya tersudut Ariel malah merasa geli dengan cengkraman tangan Dian yang lemah. Meski Ariel merasakan sakit dari hantaman sebelumnya, tapi ia tidak selemah itu untuk jatuh kedua kalinya.
Ariel adalah bawahan pribadi Lucas, ia terkenal dengan kekuatan berpedangnya yang hebat, ditambah lagi dengan kemampuan intelijennya yang mumpuni membuat Ariel mendapatkan nilai tambah Ariel.
Ariel tidak bisa di katakan lemah, meskipun ia sering mengeluh karena itu. Namun tetap saja, kekuatan Ariel tidak kalah hebatnya daripada bawahan kepercayaan Lucas yang lain. Ia hanya terlalu manja dan nakal untuk hal-hal yang sering dialaminya, sama seperti sekarang.
Jujur saja, kekuatan Dian bahkan tidak ada setengahnya daripada kekuatan Ariel. Ia hanya melakukan itu untuk membuat Dian kesal saja. Ya lebih dari itu, ia hanya iseng mengerjai Dian dan tentu, Dian tahu jelas akan hal itu.
"Makanlah dulu jika kau ingin bertarung dengan ku," seru Ariel sambil menunjukkan nampan yang berisi makanan dan minuman untuk Dian.
"Aku sengaja membawakan mu daging, karena kulihat kau begitu kurus akhir-akhir ini," lanjut Ariel dengan memasang senyum nakalnya.
Dian yang melihat itu, bukannya merasa senang, ia malah semakin kesal dan ingin menghajar Ariel sampai amarahnya reda.
"Brengsek kau!" maki Dian sambil memukul-mukul kepala Ariel dengan kepalan tangannya.
Tentu saja Ariel hanya tertawa geli dengan pukulan Dian yang sama sekali tidak terasa sakit baginya. Dian yang mendengar Ariel tertawa, semakin memperkuat energi pukulannya, dan kali ini Ariel terlihat kesakitan dengan nada suara yang dibuat-buat.
"Dasar sialan...!" maki Dian sekali lagi sambil terus memukuli Ariel dengan kuat.
Anehnya yang terdengar di kamar tersebut hanyalah suara pukulan dan teriakan Ariel yang semakin lama semakin membuat rekannya bingung.
Mereka berpikir Ariel sedang bermain-main dengan gadis di dalam sana. Mereka tahu jika Ariel adalah spesies manusia yang nakal dan sulit untuk diatur. Jadi mereka berusaha keras untuk mengabaikan Ariel dan teriakannya.
Lama Dian memukuli Ariel sampai tiba-tiba tangannya terhenti. Ia terlihat aneh dengan senyum yang tampak begitu kacau.
"Hahaha, sialan," lirih Dian sebelum menarik Ariel dan menguncinya di tembok.
Dian lalu menarik ikat rambutnya, ia kemudian melambaikannya ke udara dan seketika ikat rambut tersebut berubah menjadi tali.
Ikat rambut ini juga merupakan pertahanan penting baginya, sehingga ia selalu membawanya kemana pun ia pergi. Dengan ini, Dian kemudian mengikat Ariel yang masih tertawa geli di tempatnya.
Ariel tampak pucat, ia tidak tahu apa yang dipikirkan Dian dan apa yang sedang ia lakukan saat ini.
"Holy shit," lirih Ariel saat dirinya dilemparkan ke atas ranjang.
"Apa ini?" teriak Ariel namun Dian hanya tersenyum nakal sambil mengikat mulut Ariel dengan kain seprai.
"Rasakan itu, dasar bajingan."
Dian kemudian menghilang bersamaan dengan sihir teleportasi yang ada di bawah kakinya. Ariel terlihat panik, ia mencoba untuk memberitahukan rekannya yang ada di luar, namun sayang usahanya sia-sia karena mereka sejak awal sudah tidak peduli dengan apa yang ia lakukan dan apa yang terjadi di dalam sana.
"Sial, sial...!" maki Ariel pada dirinya sendiri saat ruangan hanya menyisakan dirinya seorang. Ia ingin pergi berlari menuju pintu, namun sayangnya dirinya terkunci oleh sihir penghalang yang dibuat oleh White, hewan suci Dian.