~♡Cinta ini bukan terlalu cepat bersemayam di dada
Tidak juga terlalu cepat mematri namamu di sana
Hanya saja semesta terlambat mempertemukan kita
Sayang, rindu ini bukannya ******
yang tak tahu diri meski terlarang.
Maka ...
Jangan paksa aku melupakan
sungguh aku belum lapang~♡
"Aku tahu dan menyadari ini salah, tapi Aku tidak bisa menghentikannya, jika ini adalah takdir, bukankah hal yang sia-sia jika Aku menghindarinya, sekuat apapun Aku menghindar tetap saja Aku tidak akan pernah bisa lari dari perasaan ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wanudya dahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Debar ini
Entah sejak kapan membuka aplikasi berlogo X ini membuat candu untuknya, Kirana begitu bersemangat, hatinya dipenuhi bunga-bunga setiap kali bercengkrama dengan seseorang yang bernama Rangga yang dikenalnya di dunia maya tersebut, dunia yang tidak sepenuhnya benar adanya, bahkan jati diri Rangga pun belum ia ketahui sama sekali bahkan tinggalnya di mana pun Kirana bahkan belum mengetahuinya juga, terdengar aneh memang, tapi meskipun begitu entah mengapa Kirana sudah merasa begitu dekat dengan Rangga dan seolah ada sesuatu yang membuatnya nyaman dengan sosok laki-laki yang ia kenal lewat aplikasi media sosial tersebut.
Kirana membuka kolom DM lagi untuk kesekian kalinya, benar saja ada pesan dari Rangga di sana, senyumnya mengembang sempurna dengan tanpa disadarinya, jari-jarinya seolah bergerak otomatis menuliskan kata-kata untuk membalas barisan pesan dari Rangga tersebut dengan begitu antusias.
Sementara di belahan kota yang lain, seseorang pun sama, tengah dengan sumringahnya tersenyum lebar setelah mendapat balasan dari pesan yang ia kirimkan.
("Kamu tinggal di mana? perasaan kita sudah ngobrol kesana-kemari dari kemarin, tapi kamu tinggal di mana saja aku bahkan belum tahu, jangankan tempat tinggal no hp Kamu aja aku lupa nanyain.") pesan dari Rangga.
("Aku tinggal di kota M******g.") balas Kirana
("Wah ... Ternyata kita tetanggaan, M******g ke Jogja kan deket.").
Balas Rangga dengan menambahkan emoji senyum di akhir kalimatnya.
("Oh ... Jadi Kamu tinggal di Jogja?")
("He,em.")
("Usia kamu berapa? kalo boleh tau sih, soalnya aku manggil Kamunya bingung, Mas atau apa gitu, kan nggak sopan misal aku panggil nama saja seumpama kamu lebih tua dari aku, ya kan?".
("Aku baru 27, belum tua-tua amat, kan? jadi awas jangan panggil Om.") balas Rangga dengan emoji tertawa.
("Oh.") jawab Kirana singkat
("Kok cuma oh? ... Kenapa? aku tua, ya menurut kamu?") balas Rangga, lagi-lagi dengan menambahkan emoji tertawa.
("Enggak juga, bukan tua tapi sudah dewasa, ya udah aku manggil Mas aja, ya? ternyata kamu memang lebih tua dari aku.").
("Masa?") balasnya becanda.
("Iya banget".) dengan emoji tertawa yang berjejer rapi.
("Terusnya aku manggil kamu, Dik gitu?")
("Enggak usah, panggil nama saja, aku manggil Mas kan cuma menghormati yang lebih tua saja, bukan karena maksud apa-apa.")
("Ya sudah Kirana begitu, kan? hmm ... aku boleh ngomong sesuatu gak?")
"Ngomong aja, dari tadi juga gak ada yang ngelarang kamu ngomong, kan?")
("Kamu punya mata yang cantik, teduh dan menenangkan, hanya dengan melihat sekilas saja aku bisa menangkap dan membaca mata itu, dan aku yakin sekali kamu itu orangnya hangat dan menyenangkan.") dengan emoji senyum.
("Ceritanya aku lagi digombalin nih?")
("Serius, siapa juga yang sedang ngegombal?")
("Makasih ya, kamu udah buat aku tersipu dengan gombalan kamu yang receh itu, manis sekali sampai-sampai gigiku ngilu").
Kemudian Kirana mengirimkan foto close up dirinya sambil menyertakan caption.
"Puisikan aku dengan sejujur-jujurnya kamu menilaiku."
Rangga tersenyum menatap foto ayu yang dikirimkan ke ponselnya, rasanya tidak ada rasa bosan ketika memandangi wajah cantik itu.
"Sungguh gadis yang sangat mempesona dan memikat hati dengan segala kesederhanaannya."
Ucap Rangga saat menatap foto gadis tersebut.
Seketika terlintas barisan diksi-diksi indah di dalam benaknya.
"Ahh ... mudah sekali merangkai kalimat yang indah ketika menatap mata indah itu." gumamnya lagi.
Sebait puisi pun tercipta, dan sungguh bait-bait puisi itu mampu membuat siapa saja yang membacanya ikut terhanyut di dalamnya.
Kirana
Kau serupa senja
Menenggelamkan segala dengan megah dan indahnya
Parasmu ayu,
Dan kedua netra yang sendu itu, mampu menghidupkan degup rindu di jantung hatiku.
"Ya Tuhan, Ini indah sekali." gumam Kirana. Dia bahkan tidak berhenti tersenyum, perasaan yang aneh tiba-tiba muncul di hatinya, ia tidak pernah merasakan degup yang meletup seperti ini sebelumnya, ini debar yang asing namun terasa memabukkan, indah dan membuatnya tidak ingin sudah.
("Bagus sekali ... Indah sekali, terimakasih untuk puisinya.")
("Tapi kamu lebih indah Kirana, oh ya aku punya sesuatu untukmu.")
("Apa?") tanya Kirana penasaran.
("Aku alihkan dulu ke panggilan video, ya? sebentar Aku ambil gitar dulu.")
Tidak lama kemudian muncul sesosok laki-laki dengan gitar di pangkuannya, Rangga meletakkan ponselnya di atas meja sementara ia duduk di kursi dan memposisikan dirinya menghadap ke kamera.
Rangga mulai memetik gitarnya pelan, namun petikan gitar itu seolah mampu menyihir waktu seketika, membuat suasana syahdu menyeruak di antara keduanya, kemudian Rangga mulai menyanyikan sebuah tembang jawa yang berjudul "sotya".
"Aku nyanyikan lagu ini khusus buat kamu, Kirana putri, enjoy it,".
~Iki tulising kidungku
kanggo Siro hapsarining kalbu
Eseme kang manis madu
dasar ayu ... parasmu kang tanpo layu
Nimas ... sasotyaning ati yo mung ndiko kang sawiji
Langit Bumi kang hanyekseni
nalikane ucap janji ono lathi...~
Suara itu mengalun merdu, tembang jawa yang begitu khas dan menyentuh hati itu mampu menerbangkan seluruh angan
seolah membawanya terbang tinggi ke awang-awang.
Hati kirana berdebar.
"ini indah sekali," gumamnya pelan, mata indahnya seolah tidak mau berkedip menatap lelaki yang baru saja menyenandungkan sebuah lagu untuknya.
"Mas Rangga ternyata suaranya bagus banget, aku sampai merinding loh dengernya," ucap Kirana.
"Aku anggap itu pujian, terimakasih."
"Seperti penyanyi profesional saja, atau Mas Rangga memang beneran penyanyi?" tanya Kirana penasaran
"Bukan, cuma hobi, aku memang sering main musik sama temen-temen aku di sini, sering ngamen di cafe kalau lagi gabut," jelasnya dengan becanda.
"Oh ... begitu rupanya, pantes aja keren suaranya," sahut Kirana sambil menunjukkan jempolnya.
Mereka melakukan video call hingga larut malam, lagi-lagi Kirana hampir dibuat lupa dengan Satya saat ini.
Untuk kali pertama Kirana memikirkan laki-laki lain selain Satya, bukan cuma memikirkan saja tapi lebih dari itu ia dengan sadar telah memberi ruang dan perhatian yang seharusnya tidak ia berikan.
Selama ini meskipun Kirana belum seutuhnya mencintai Satya tapi ia tidak pernah memberikan celah bagi laki-laki manapun untuk mendekatinya. Karena baginya Satya sudah cukup, sebab ia tahu bahwa Satya adalah laki-laki yang baik untuknya, dan yang paling penting Satya sangat mencintai Kirana melebihi apa pun.
Bukankah itu alasan yang lebih dari cukup untuk bertahan dalam sebuah hubungan meski belum ada cinta di dalam hatinya, bagi Kirana lebih baik dicintai dari pada mencintai, sebab menurutnya kita akan lebih mudah mengubah pikiran kita sendiri dari pada merubah pikiran orang lain.
dan kirana yakin suatu saat nanti ia akan bisa mencintai Satya dengan seutuhnya, meskipun itu membutuhkan waktu yang lama.
Tapi entah kenapa kehadiran Rangga yang sekejap ini mampu membuatnya seolah tidak yakin lagi pada hal yang selama ini diyakininya, kehadiran sosok Rangga telah membuat hatinya goyah.
Sisi lain hatinya merasa begitu bersalah sebab ia merasa telah berkhianat, namun di sisi lain perasaan ini datang dengan begitu kuatnya hingga ia tidak mampu menahan gejolaknya.