NovelToon NovelToon
JALAN HIJRAH SEORANG PENDOSA

JALAN HIJRAH SEORANG PENDOSA

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Cintamanis / Kisah cinta masa kecil / Menikah Karena Anak / Anak Yang Berpenyakit
Popularitas:18.4k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Remaja01

Warning⚠️

Siapkan tisu karna banyak adegan mengharukan mungkin akan menguras air mata.

_____
Menceritakan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Firman yang berprofesi sebagai seorang pengedar obat-obatan terlarang. Sekian lama berkecimpung di dunia hitam, akhirnya Firman memilih berhijrah setelah mendapatkan hidayah melalui seorang anak kecil yang ia temukan di tepi jalan.

Akan tetapi, semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak halang rintangan yang menghambatnya keluar dari dunia hitam.

"Jack, mungkin aku akan keluar dari dunia hitam ini."

"Kau jangan gila, Man! Togar akan mencari dan membunuh kau!"

Dapatkan Firman keluar dari dunia hitam setelah bertahun-tahun berkecimpung di sana. Dan apakah ia akan Istiqomah dengan pendiriannya, atau akan kembali kejalan yang dulu yang pernah ia tempuh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Merdu lantunan ayat suci Alquran masuk ke gendang telinga. Perlahan Firman membuka mata. Redup matanya melihat Aisyah berdiri di sebelah ranjang.

Malam tadi Firman tidak sempat membuka mata karna terlalu lelah menahan sakit. Namun ia dapat mendengar lantunan merdu ayat Al-Qur'an yang di putar dari ponsel.

"Aisyah, kenapa tadi malam tidak bangunkan saya?" tanya Firman pelan. Ia yakin tadi malam gadis itulah yang meletakkan ponsel di bawah bantal dekat telinganya.

"Saya tidak mau mengganggu waktu istirahat bang Ash." Dokter Aisyah tersenyum kecil. Tangannya memegang ponsel yang dari semalam di tinggalkannya di sini.

"Apa Aisyah sudah mau berangkat kerja?" tanya Firman lagi. Ia melihat gadis itu telah rapi dengan jas putihnya.

"Kenapa? Kalau ada sesuatu yang bang Ash butuhkan, saya bisa pergi sebentar lagi."

Firman menggeleng "Tidak ada apa-apa. Hm, darimana Aisyah tau saya ada di sini?" Tadi malam Firman memang menyadari kehadiran gadis itu. Tapi, matanya terlalu berat untuk di buka.

"Pihak rumah sakit yang menghubungi nomor saya. Kata mereka, nomor saya di temukan dalam dompet bang Ash," jawab Aisyah jujur. Ponsel yang di pegang di letakkan diatas meja samping ranjang Firman. "Ya sudah, kalau tidak ada apa-apa lagi, saya mau ke klinik dulu. Dan kalau bang Ash mau dengar ayat Al-Qur'an lainnya, bang Ash bisa putar sendiri dari ponsel ini. Saya akan tinggalkan ponsel ini disini. Tapi, ponselnya tidak ada SIM card. Maklum ini ponsel lama saya yang sudah tidak terpakai."

"Ya, terimakasih. Saya suka mendengar yang Aisyah putar tadi malam. Rasanya semua masalah dan beban hidup saya lepas begitu saja." Firman tersenyum kecil. Tidurnya memang terasa nyenyak tadi malam saat mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an.

"Sekarang bagaimana rasa badan bang Ash?" tanya Aisyah.

"Sudah lumayan. Tapi, rasanya saya belum bisa banyak bergerak. Dada saya masih sakit. Hmm, mungkin besok saya sudah bisa pulang," balas Firman. Ia juga yakin pasti Aisyah juga lah yang menjamin biaya perawatannya selama di sini. "Aisyah kan yang membayar biaya perobatan saya?"

"Bang Ash tau dari mana?" Dokter Aisyah mengerutkan kening.

"Saya tanya perawat," bohong Firman. Dari semalam ia hanya tertidur dan baru bangun pagi ini. Kapan ia bertemu perawat? "Nanti kalau saya sudah kerja, uang Aisyah akan saya ganti."

"Gak usah pikirkan. Sekarang ini fokuslah dulu untuk kesembuhan bang Ash."

Firman menggeleng pelan. "Saya harus pikirkan hal ini. Saya tidak mau, nantinya orang lain atau keluarga Aisyah menganggap saya memanfaatkan Aisyah. Lagian saya ini laki-laki, mana bisa menerima bantuan begitu saja."

"Hmm, ya sudah. Nanti kalau bang Ash sudah sembuh dan sudah kerja. Bang Ash bayar lah. Tapi sekarang ini bang Ash belum bisa banyak beraktifitas. Jadi jangan terlalu di pikirkan. Sekarang bang Ash istirahat saja sampai sembuh."

"Terimakasih, Aisyah. Saya tidak tau apa yang akan terjadi jika tidak ada Aisyah. Hm, mungkin saya akan di sita di rumah sakit ini sampai ada yang menjamin." Firman tertawa kecil diakhir kalimat.

"Iya, sama-sama."  Aisyah melihat arloji di pergelangan tangan. "Sudah mau jam 8. Kalau begitu saya mau ke klinik dulu. Sore nanti saya kesini lagi."

Firman mengangguk dan mengedipkan kedua bola mata tanda mengizinkan gadis itu pergi.

Rasa sayang pada gadis itu semakin timbuh sejak ia di rawat di rumah sakit minggu yang lalu. Namun, ia sadar dirinya siapa. Rasa di hati hanya bisa di pendam saja. Apalagi dari segi ekonomi, doktor Aisyah jauh lebih darinya. Sedangkan dirinya siapa?

Ponsel yang di letakkan Aisyah diatas meja diambil. Folder MP3 di buka. Yang ada hanya surah-surah Al-Qur'an berurutan. Pada bagian paling atas ada surat Al-fatihah di teruskan dengan surah Al-Baqarah.

Lalu Firman menekan baris yang pertama. Ponsel di letakkan di sebelah bantal. Alunan surah itu begitu merdu terdengar.

Lidahnya ikut sekali membaca ayat-ayat yang di lantunkan itu tanpa suara. Ingin sekali ia sholat sekarang ini. Tapi tidak bisa, karna sadar belum berwudhu.

***

Segelas air putih di hidangkan Nayla untuk sahabatnya yang baru sampai di restoran. Apron yang melekat di badan di lepas dan di letakkan diatas meja. Beberapa pekerja lainnya sedang membersihkan meja restoran. Sedangkan Nayla sendiri sudah selsai melap meja dan sekarang melayani kehadiran sahabat baiknya.

"Bagaimana keadaan Firman sekarang?" tanya Nayla. Wanita berdarah Minang itu melabuhkan duduk berhadapan dengan dokter Aisyah.

"Katanya sudah mendingan. Tapi dia masih belum boleh banyak bergerak," balas Aisyah.

"Syukurlah, kalau sudah mendingan."

"Nay, sebenarnya apa yang terjadi dengan Jack?" tanya Aisyah.

Nayla menggeleng. "Aku kurang tau. Tapi tengah hari kemarin fotonya terpampang di berita TV."

"Yang sabar ya, Nay. Jangan terlalu sedih."

Nayla tertawa kecil. "Siapa yang sedih. Aku dan dia gak ada hubungan apa-apa. Dia saja yang selalu menarik perhatianku."

Dokter Aisyah menyipitkan mata memandang sahabatnya yang dulu pernah menjalin pernikahan seumur jagung.

"Iya, deh aku ngaku. Awalnya aku memang suka dia. Tapi mau bagaimana lagi kalau gak ada jodoh. Kamu gak perlu khawatir. Mungkin aku dan dia gak berjodoh," tambah Nayla mengakui.

"Nah, kan. Sudah kuduga." Dokter Aisyah tertawa kecil.

"Tapi aku ikhlas, karna hal itu sudah ada yang mengatur."

Dokter Aisyah mengangguk setuju.

"Ngomong-ngomong kamu kesini mau ngapain? Pasti ada apa-apakan?" tanya Nayla.

Dokter Aisyah melepaskan keluhan kecil. "Ya, sebenarnya aku memang ingin minta pendapat kamu."

"Tentang?" Nayla menatap Aisyah serius.

Aisyah mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. Agak ragu juga mengatakannya. "Aku sayang Firman." Akhirnya kalimat itu di lepaskan juga. Lalu Aisyah menundukkan wajah memandang meja.

"Pakai malu segala," ledek Nayla.

"Sudahlah, malas aku!" Dokter Aisyah mencebik.

"Sorry, sorry aku hanya bercanda. Sekarang aku mau nanya sama kamu. Kenapa kamu sayang dia?"

"Entahlah. Rasa ini hadir sendiri," jawab dokter Aisyah.  Dari pertama melihat Firman di kampus 8 tahun yang lalu, ia sudah menaruh rasa kagum pada pemuda itu.

"Hmm, jawaban yang bagus. Sekarang masalahnya apa?" Nayla kembali bertanya.

"Menurutmu, salah gak kalau aku duluan yang meluahkan hati pada dia?" tanya Aisyah.

"Menurut aku gak salah. Karna sebagian lelaki memang susah untuk mengutarakan perasaan. Tapi sebelum itu kamu harus lihat dulu sesuatu, sebelum menjalani hubungan serius hingga ke tahap pernikahan dengannya."

"Apa?" Aisyah menanti apa yang akan di sampaikan sahabatnya.

"Banyak pasangan yang menikah atas dasar sayang dan cinta. Mungkin, yang kita lihat pernikahan mereka terlihat harmonis dan romantis. Tapi pada akhirnya hubungan pernikahan mereka kandas begitu saja. Maka dari itu aku mau mengingatkan, hal yang harus kamu lihat dari lelaki adalah agama. Cinta yang kekal itu hanya cinta pada Allah, manusia wajib melandaskan semua kecintaan mereka karna Allah. Bukan hanya mulut saja yang mengatakan cinta karena Allah. Tapi lihat juga tindakannya. Apa sudah mencerminkan?"

"Kita ini wanita, yang kita cari adalah imam. Dalam agama kita seorang lelaki di bolehkan menikahi wanita non muslim. Karna lelaki tidak ada kewajiban untuk patuh terhadap istri. Tapi agama kita melarang seorang perempuan muslim menikah dengan lelaki non muslim, karna kita wanita adalah makmum yang akan ikut perintah suami. Jadi tidak mungkin kita seorang muslim patuh pada perintah suami yang seorang non muslim. Kembali ke pembahasan tadi. Hal pertama yang perlu kamu lihat dari calon pasanganmu adalah agama. Lihatlah apa lelaki itu bertakwa atau tidak? Bagaimana kita tau lelaki itu bertakwa? Jawabannya, kita perlu lihat apakah dia sudah belajar ilmu fardhu ain? Dia bisa shalat atau tidak? Jika dia belum belajar, berarti dia bukanlah lelaki yang bertakwa. Bagaimana dia akan menjalankan ibadah jika dia tidak berilmu? Dia akan menjadi kepala keluarga yang akan membimbing kita dan anak-anak. Dari titik keringatnya akan memberi nafkah kepada kita dan anak-anak, kalau dia tidak tau mana haram dan halal, bisa jadi rezeki yang dia bawa pulang adalah rezeki haram."

Aisyah menyimak apa yang disampaikan sahabatnya. "Tapi, kalau aku lihat, Firman ini sepertinya belum mengerti tentang agama."

"Kalau kita sudah belajar ilmu fardhu ain, maka kita bisa lihat yang mengamalkannya. Walaupun yang hadir dalam majelis ilmu itu seorang yang bersorban, kita bisa lihat dari tutur kata dan sikapnya. Zaman sekarang banyak yang tertipu dengan gelaran ustad, sedangkan dirinya tidak lah beramal dengan apa yang dia pelajari. Aku ralat kataku tadi, kalau mau cari pasangan jangan melihat dari tingginya ilmu saja, tapi lihatlah adakah dia beramal dengan ilmunya itu."

"Jadi maksudnya, apa aku harus kubur perasaan ini?" tanya Aisyah.

Nayla tersenyum kecil. "Maksudku bukan begitu. Kalau kamu ingin mengutarakan isi hatimu padanya silahkan. Kamu akan dengar sendiri jawabannya seperti apa. Disana kamu juga bisa menilai sendiri bagaimana orangnya. Aku hanya berpesan, jangan utamakan perasaan. Tapi utamakanlah agamanya."

"Begitu ya?"

"Ya." Punggung tangan Aisyah di raih Nayla. "Aku tau kamu bisa menilai sendiri mana yang baik dan buruk. Kalau kamu rasa ada kebaikan dalam dirinya untuk masa depanmu dan anak-anakmu kelak, pertahankanlah. Tapi seandainya tidak ada kebaikan yang kamu lihat darinya, tinggalkanlah."

"Aku takut, Nay." Aisyah merasa dilema. Satu sisi ia melihat kebaikan dalam diri Firman dan Aisyah juga melihat niat lelaki itu yang tulus ingin belajar agama. Buktinya beberapa hari yang lalu Firman pernah menelponnya hanya ingin menanyakan sambungan isi catatan ceramah yang pernah di tulisnya.

"Jangan takut." Kedua belah tangan Aisyah di genggam erat guna menguatkan sahabat baiknya itu.

"Terimakasih, Nay." Mata Aisyah mulai berkaca. Kalau hal ini di sampaikan pada abangnya, pasti Michael akan menolak keras hubungannya dengan Firman.

"Udah, jangan nangis."

Aisyah berdiri dan beralih ke kursi di sebelah Nayla. Ia mendekap tubuh sahabat baiknya. Aisyah merasa beruntung memiliki sahabat seperti Nayla. Sudah orangnya baik, cantik, di tambah pengetahuannya tentang agama juga lebih dalam. Keikhlasan hati Nayla, Aisyah juga bisa lihat pada saat suaminya meninggal dunia satu tahun yang lalu. Nayla ikhlas menerima takdir Allah walau usia pernikahannya waktu itu baru berlansung 1 bulan, dimana rasa sayang dan cinta pada saat itu benar-benar mekar bersemi. Untuk menyibukkan diri agar tidak selalu di rundung sedih. Nayla bekerja sebagai pelayan di restoran Padang milik orang tuanya.

"Doakan aku, Nay." Aisyah terisak di bahu Nayla. Air matanya jatuh menuruni pipi.

"Iya, aku selalu doakan yang terbaik untukmu. Sudah, jangan nangis lagi. Nanti kalau kamu merasa yakin, ungkapkanlah apa yang kamu rasakan ini. Tapi jangan lama-lama, pamali kata orang tua dulu. Lagian umurmu juga sudah sepantasnya menikah."

Aisyah melerai pelukan. Air mata di seka sambil mengangguk dan tersenyum memandang sahabatnya.

***

"Mana Yayah?" tanya Umar untuk kesekian kalinya. Sebelum ia melihat ayahnya, selama itu ia akan bertanya.

"Sebentar lagi kita ketemu ayah," balas dokter Aisyah yang sedang menggendong tubuh si kecil yang begitu cerewet. Langkah di percepat menuju lantai tiga.

"Apa dokter Aisyah mau membesuk pasien?" sapa salah seorang perawat ketika berpapasan dengan Aisyah. Sekarang ini Aisyah sudah berada di lantai tiga, dimana ruangan kamar Firman di rawat ada di lantai tiga ini.

"Ya," balas dokter Aisyah. Tubuh Umar di turunkan sesaat, karna lelah juga setelah mendaki tangga.

"Waktu berkunjung hanya sampai jam 6 sore dan aturan di rumah sakit ini melarang pengunjung membawa anak usia dibawah 12 tahun," terang perawat itu menyampaikan aturan yang telah di buat pihak rumah sakit.

"Tapi anak ini begitu rindu ayahnya. Saya janji sebelum jam enam saya akan membawanya keluar." Dokter Aisyah mencoba bernegosiasi.

"Maaf bu dokter, saya tidak bisa izinkan di karenakan anak kecil biasanya selalu membuat keributan di ruangan yang akan mengganggu istirahat pasien yang lain."

Firman memang di rawat di kelas B, dimana dalam ruangan itu ada 4 pasien lainnya.

"Tolonglah, sus. Saya janji akan jaga dia dan akan membawanya keluar jika dia menangis atau berisik." Dokter Aisyah memasang wajah simpati. Tubuh si kecil kembali di gendongnya.

Perawat melihat wajah keduanya bergantian, yang di sangkanya mereka adalah ibu dan anak. Ketampanan yang di miliki si kecil Umar memang dapat meluluhkan siapa saja yang melihatnya. "Baiklah, tapi jangan lama-lama." Benar saja, hati perawat itu terbujuk juga melihat wajah Umar yang kebingungan. Perawat itu juga sempat mengusap kepala si kecil sebelum Aisyah membawanya pergi.

"Yayah mana?" Umar kembali bertanya sambil mata mengedar mencari sosok ayahnya yang tidak terlihat.

"Ssst. Jangan keras-keras. Nanti Bu dokter yang di marah suster tadi," bisik Aisyah.

Umar mengangguk.

Pintu ruangan di buka Aisyah, lalu ia melangkah ke ranjang pasien yang berada di sudut ruangan.

Firman yang sedang berbaring menoleh dan segera duduk bersandar saat melihat Aisyah datang bersama sosok kecil yang di rindukannya.

Aisyah tersenyum melihat wajah kaget Firman. Ia terus mendekati pemuda itu. Si kecil Umar di letakkannya diatas ranjang pasien, sedangkan ia sendiri melabuhkan duduk di kursi sebelah meja.

Firman mengulurkan tangan mengusap wajah Umar. "Kok Aisyah bisa bawa dia kesini?" tanya Firman.

"Tinggal bawa saja," balas Aisyah tersenyum. "Hari-hari dia selalu menuntut saya bertemu ayahnya. Mungkin dia kangen," tambah Aisyah.

"Sama. Ayah juga rindu adik." Firman tersenyum kecil.

"Adik cayang Yayah." Umar beringsut lebih mendekat lagi ke tubuh Firman, lalu memeluk tubuh lelaki dewasa itu dari samping untuk melepaskan rasa rindunya.

Firman membalas pelukan si kecil dengan melingkarkan sebelah tangannya. "Adik sudah makan belum?"

"Udah. Tadi adik mamam ayam goyeng sama bu doktel," jawab riang mulut si kecil. Tubuh Firman masih di peluknya. Rindu di hatinya belum lah terobati.

"Wah, enak ya?" Firman tertawa kecil.

"Sebelum kesini saya memang mengajaknya makan di KFC. Ini pun saya harus mengembalikannya ke panti sebelum jam 7 malam. Semoga waktu yang singkat ini cukup untuk dia melepaskan kangen sama ayahnya." Aisyah tersenyum kecil melihat ayah dan anak itu.

Firman menoleh pada jam dinding, sudah jam 5 sore.

"Yayah atit?" tanya Umar. Ia sendiri agak takut berada di sini karna kebanyakan orang yang di temuinya wajah mereka kusam tidak ceria.

"Iya, ayah sakit sedikit. Tapi nanti sembuh," balas Firman.

"Adik talau atit inum obat. Yayah cudah inum obat beyum?" celetuk si kecil.

Firman tersenyum dan mencubit gemas hidung bocah itu. "Iya, ayah sudah minum obat."

"Talau Yayah cudah minum obat, kok beyum cembuh uga?"

Lagi-lagi Firman tersenyum mendengar balasan si kecil. Tubuh bocah itu di tepuk-tepuk pelan.

Setengah jam berlalu begitu cepat. Umar masih belum melepaskan pelukannya pada tubuh Firman. Alunan merdu ayat Al-Qur'an di sebelah bantal membuat bocah itu merasa nyaman.

"Adik sudah ngantuk?"

"Ngak, adik ngak antuk. Adik awu di cini cama Yayah." Umar menggeleng cepat. Pelukan pada tubuh Firman semakin di eratkan. Ia takut setiap kali memejamkan mata, pasti sang ayah akan hilang dari sisinya.

"Apa malam ini Aisyah pergi ke pengajian?" Firman beralih pada Aisyah.

"Dari mana bang Ash tau kalau malam ini ada pengajian?" Kening dokter Aisyah sedikit berkerut.

"Tantu saja saya tau. Kan minggu kemarin Aisyah pernah mengajak saya." Firman masih ingat dimana dirinya seperti orang bodoh di tengah-tengah jamaah pengajian. Malam itu ia baru belajar dua kalimah syahadat. Niatnya ingin belajar lagi malam ini tidak bisa di wujudkan.

"Ya, malam ini memang ada pengajian. Membahas tentang ilmu figih dengan syekh Muhammad Idris."

"Sayang sekali saya tidak bisa datang," keluh Firman. Ia memandang Umar yang hampir terlelap di sebelahnya.

"Tadi saya lihat di depan ada wifi. Nanti akan saya minta passwordnya pada petugas, bang Ash bisa gunakan ponsel itu untuk menonton live di Facebook." Dokter Aisyah memberi saran. Dalam diam, hatinya gembira melihat besarnya keinginan Firman ingin mengikuti pengajian.

1
maya ummu ihsan
karya bagus tp sepi pembaca..sayang srkali..
Sasa Sasa: Gak apa-apa kak. Bukan rezeki mungkin
total 1 replies
maya ummu ihsan
bagus
maya ummu ihsan
bkn kaleng2 nih ternyata firman pernah kuliah kedokteran
Iqlima Al Jazira
kasihan anisa
Iqlima Al Jazira
siapa yang meninggal thor?
oma lina katarina
Lom ngerti nih ceritanya
Iqlima Al Jazira
kejam😡
Sasa Sasa: Biar fealnya dapat
total 1 replies
Iqlima Al Jazira
jangan terlalu rumit donk thor,
kasian Aisyah 😢
Iqlima Al Jazira
karena mertuanya selalu membandingkan dengan mu. tapi Jack juga keterlaluan pada unar
Iqlima Al Jazira
🤣🤣
®agiel
Masyaa ALLAH....
luar biasa Aisyah dengan ucapannya ya...

karena sebaik baik memohon pertolongan & perlindungan hanya kepada ALLAH SWT saja.

thoyyib Author thoyyib...👍
®agiel
Hahahahaa kejam sekali dokter Fadli ya Thor 🤭
®agiel: saya sih ikutin kata naluri pembaca aja Kaka....hehehee 🤭
Sasa Sasa: 🫢 masa sih?
total 2 replies
®agiel
sungguh memang berat untuk berhijrah menjadi lebih baik & tetap Istiqomah ( taubatan nasuha ), akan tetapi yakin dengan ketetapan ALLAH SWT adalah yang terbaik, tidak ada yang tidak mungkin jika ALLAH SWT sudah berkehendak.

semoga alur di bab ini Author bisa menggiring pembaca, agar bisa juga Istiqomah menjadi pribadi yang lebih baik.

semangat & sehat sehat ya Thor 💪
®agiel: sama sama yaaa...👍
Sasa Sasa: Ammin, makasih kakak🥰
total 2 replies
Usmi Usmi
Nia kan Intel cuma ada kepentingan
Maria Ulfah
update nya lama ya sekarang mah
Sasa Sasa: Dua bab sehari kadang lebih.
total 1 replies
Iqlima Al Jazira
next thor
Sasa Sasa: Oke kak
total 1 replies
Agus Tina
Semoga Togar tidak pernah menemukan mereka kembali ... taunya mereka berdua benar2 sudah tiada ...
Maria Ulfah
update lagi thor seru
Maria Ulfah
update lagi thor seru
®agiel
Dan Menikah itu adalah ibadah terpanjang manusia sampai ajal itu tiba...
Wallahu a'lam bisawwab 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!