NovelToon NovelToon
5 Hari Sebelum Aku Koma

5 Hari Sebelum Aku Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Romantis / Spiritual / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Suami Hantu
Popularitas:18.4k
Nilai: 4.6
Nama Author: Maylani NR

5 hari sebelum aku koma, ada sesuatu yang janggal telah terjadi, aneh nya aku tidak ingat apa pun.
__________________

"Celine, kau baik-baik saja?"

"Dia hilang ingatan!"

"Kasian, dia sangat depresi."

"Dia sering berhalusinasi."
__________________

Aku mendengar mereka berbicara tentang ku, sebenarnya apa yang terjadi? Dan aneh nya setelah aku bangun dari koma ku, banyak kejadian aneh yang membuat ku bergidik ketakutan.

Makhluk tak kasat mata itu muncul di sekitar ku, apa yang ia inginkan dari ku?
Mengapa makhluk itu melindungi ku?
Apakah ini ada hubungan nya dengan pria bermantel coklat yang ada di foto ku?

Aku harus menguak misteri ini!
___________________

Genre : Horror/Misteri, Romance

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maylani NR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kediaman nenek Ema

Langit sore mulai berganti warna, semburat jingga menyelimuti langit di atas stasiun kecil tempat Celine berdiri. Dengan tas kecil menggantung di bahu, ia memandangi secarik kertas yang sudah kusut di tangannya. Alamat rumah nenek Ema tertera jelas di sana, menjadi tujuan akhirnya sore itu.

Sudah satu setengah jam berlalu sejak ia meninggalkan hiruk pikuk kota, dan kini ia berdiri di persimpangan yang terasa asing. "Hmm ... dari alamat yang aku baca, setelah sampai di stasiun ini, aku harus menaiki bus," gumamnya sambil memastikan lagi tulisannya.

Celine melangkah ke arah halte, tempat beberapa orang terlihat menunggu. Sesekali ia menoleh ke kiri dan kanan, mencari tanda-tanda kehadiran bus yang ditunggu. Hingga suara mesin kendaraan yang semakin mendekat menarik perhatiannya. Sebuah bus hijau tua dengan sedikit noda debu berhenti di hadapannya.

"Ah, itu dia bus-nya," ucap Celine lega.

Tanpa ragu, ia menaiki bus, diikuti oleh seorang pria yang tampaknya juga penumpang dari halte yang sama. Pandangannya melayang sebentar ke dalam kabin bus, lalu ia memilih kursi yang berdekatan dengan pintu masuk, sebuah kebiasaan yang ia bawa sejak kecil. Ada rasa aman dan nyaman duduk di sana.

"Untung saja kursinya kosong," katanya sambil tersenyum kecil.

Perlahan, bus mulai bergerak meninggalkan keramaian stasiun. Suara mesin yang bergetar halus dan ritme perjalanan seolah mengiringi lamunan Celine. Dari jendela di sebelah kirinya, ia memandangi pemandangan yang begitu asing namun memikat hati.

Hamparan padang rumput luas terbentang, dengan petak-petak ladang yang dihiasi tanaman siap panen. Bukit-bukit kecil menjulang di kejauhan, berlapis warna hijau yang lembut. Langit senja yang perlahan berubah menjadi lebih gelap menambah kesan magis di perjalanan itu.

"Indah," bisiknya, seolah hanya kepada dirinya sendiri. "Aku baru pertama kali ke tempat ini. Padang rumputnya begitu luas, dan banyak tanaman petani yang sudah siap panen. Hebat."

.......

.......

.......

Pukul 18:10. Perjalanan panjang Celine akhirnya tiba di halte terakhir, tempat ia harus melanjutkan langkah dengan berjalan kaki menuju rumah nenek Ema. Matahari sudah sepenuhnya tenggelam, meninggalkan langit yang gelap dan hanya diterangi lampu-lampu jalan yang mulai menyala satu per satu.

"Sudah mulai gelap," gumamnya sambil merogoh saku baju. Ia mengeluarkan selembar kertas yang sudah agak kusut dan membacanya kembali dengan cermat. "Oh, setelah sampai di halte ini, aku tinggal berjalan kaki sedikit untuk sampai di rumah nenek Ema. Baiklah, ayo!"

Langkahnya terdengar ringan namun tegas, menyusuri jalan yang sunyi dengan sesekali melirik ke sekelilingnya. Kegelapan yang semula terasa mencekam mulai tersamarkan oleh sinar lampu jalan, menciptakan bayangan panjang di tanah berkerikil.

Namun, di tengah suasana yang hening itu, ekor mata Celine menangkap sesuatu yang aneh di sisi kirinya. Sebuah pergerakan. Hanya sekelebat, tapi cukup membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Ia mencoba tetap tenang, tapi pikirannya berputar dengan rasa waspada.

"Entah mengapa aku merasa... ada seseorang yang sedang mengikuti ku. Apa hanya perasaan ku saja ya?"

Ia memutuskan untuk berhenti sejenak, mendengarkan suara di sekitarnya dengan seksama. Angin malam meniupkan aroma lembap dari pepohonan di dekatnya, tetapi tidak ada suara langkah lain selain langkahnya sendiri. Namun, perasaan itu tidak kunjung hilang.

Merasakan sesuatu yang tidak biasa, Celine menaruh kecurigaan pada apa pun atau siapa pun yang mungkin bersembunyi di balik bayangan. Tanpa menunggu lebih lama, ia memutuskan untuk mempercepat langkahnya.

"Aku harus bergegas! Mungkin saja orang itu adalah orang jahat," bisiknya pelan, sambil memperhatikan bayangan yang terus memanjang di jalan di depannya.

Tap Tap Tap!

Langkah kakinya semakin cepat, beradu dengan detak jantungnya yang kian berdebar.

.......

.......

.......

Setelah berjalan selama sepuluh menit, Celine akhirnya tiba di depan rumah nenek Ema. Sebuah rumah tua berdiri kokoh di tengah pepohonan rindang, tampak seperti bagian dari desa yang sudah lama berdiri.

"Aku pikir rumah seorang dukun akan lebih menyeramkan dari pada ini. Sepertinya ekspektasi ku terlalu berlebihan," gumamnya sambil menatap fasad rumah itu.

Rumah itu terlihat rapi dan terawat. Atapnya tersusun sempurna, dindingnya kokoh tanpa tanda-tanda kerusakan, bahkan ada jemuran yang tergantung di samping rumah, seperti rumah warga desa pada umumnya. Tidak ada tanda-tanda kesan seram yang biasanya ia bayangkan saat mendengar cerita tentang dukun atau paranormal.

Celine melangkah ke arah pekarangan, kemudian menaiki teras rumah. Namun, suasana terasa sunyi. Tidak ada suara apa pun dari dalam rumah. "Apakah nenek Ema ada di rumah? Nampak sepi sekali, seperti tidak ada aktivitas di dalam," pikirnya sambil mendekati pintu.

Dengan hati-hati, ia mengetuk pintu kayu itu pelan.

Tok Tok Tok!

"Permisi."

Tidak ada jawaban. Celine mengetuk pintu sekali lagi, kali ini sedikit lebih keras.

Tok Tok Tok!

Masih tidak ada suara dari dalam rumah. Merasa gelisah, ia menoleh ke belakang, memastikan bahwa tidak ada yang mengikuti. Namun pandangannya berhenti pada bayangan seseorang di balik pohon.

"Ah, siapa dia sebenarnya? Kenapa dia mengikuti ku?" batinnya. Rasa tidak nyaman mulai menyelinap ke dalam pikirannya.

Saat ia masih dalam kecemasan, tiba-tiba terdengar suara kunci diputar dari dalam rumah.

Klak!

Pintu terbuka, dan di baliknya muncul seorang gadis remaja berwajah lembut.

"Halo, selamat malam. Maaf mengganggu waktunya, apakah nenek Ema ada di dalam?" tanya Celine dengan nada sopan.

Gadis itu memandangi Celine sejenak sebelum menjawab, "Apa kamu sudah membuat janji sebelumnya?"

"Oh... belum. Memangnya harus membuat janji?"

"Sebenarnya iya, tapi..." Gadis itu menghentikan kalimatnya, seolah ragu, lalu menoleh ke belakang.

"Tapi apa?" desak Celine.

Dari balik gadis itu, seorang wanita tua muncul, rambutnya putih, wajahnya dihiasi senyum ramah. Ia menepuk bahu gadis remaja tersebut. "Tidak apa-apa, Sheina. Biarkan perempuan itu masuk," ucap nenek Ema dengan suara lembut namun penuh wibawa.

"Oh, baik, Nek. Silakan masuk, Nona," seru Sheina, sambil mempersilakan Celine.

"Terima kasih," jawab Celine sambil mengangguk.

Celine melangkah masuk ke dalam rumah yang terasa hangat dan nyaman. Gadis remaja itu mempersilahkannya duduk di sebuah kursi yang telah disiapkan.

"Silakan duduk," ujar Sheina sopan.

"Baik, terima kasih," balas Celine sambil mengambil tempat di kursi.

Celine memperhatikan dengan penuh rasa ingin tahu saat nenek Ema memasuki ruangan, membawa sekotak peralatan. Wanita tua itu duduk perlahan di kursi yang berhadapan langsung dengannya. Wajah nenek Ema memancarkan kehangatan, namun ada sesuatu yang misterius di balik senyumnya.

"Sudah lama aku tidak melihatmu," ucap nenek Ema tiba-tiba.

Celine terdiam, bingung. "Hah?"

Ia menoleh ke kiri dan kanan, memastikan apakah nenek itu sedang berbicara dengannya atau dengan orang lain. Namun, tidak ada siapa pun di ruangan itu selain dirinya dan sang nenek.

"Nenek mengenal aku sebelumnya? Maaf, Nek, aku kehilangan sebagian ingatan ku, jadi mungkin ada beberapa orang yang tidak aku ingat," jelas Celine.

Nenek Ema tersenyum tipis mendengar penjelasan itu, lalu mengangkat jari telunjuknya, menunjuk sesuatu di sisi kanan Celine.

"Tapi, yang aku maksud sebenarnya bukan dirimu, Nona, melainkan sosok yang ada di sampingmu," ujar nenek Ema dengan tenang.

"Apa?" Celine langsung membelalak. Ia memutar kepalanya ke kanan dengan cepat, tapi tidak ada siapa pun di sana. Namun, perkataan nenek itu membuat bulu kuduknya meremang.

"Jangan-jangan hantu itu," gumam Celine pelan. "Apakah nenek mengenal hantu yang selalu mengganggu ku?"

Nenek Ema mengangguk kecil. "Dia dulu pernah ke sini."

"Dia pernah ke sini? Memang nya siapa dia, Nek?" Celine bertanya dengan nada yang kini bercampur rasa takut dan penasaran.

Dengan senyum yang penuh makna, nenek Ema membuka kotak peralatannya, mengeluarkan benda-benda kecil, termasuk sebuah kalung jimat yang tampak tua.

"Siapa sebenarnya hantu itu, Nek? Kenapa dia selalu mengikuti aku?" tanya Celine, penasaran dan sedikit gugup.

Alih-alih menjawab langsung, nenek Ema justru balik bertanya, "Jadi, kau merasa terganggu dengan keberadaannya?"

"Eehm... sebenarnya ada rasa takut, karena dia selalu menggerakkan benda-benda di apartemenku, Nek," jawab Celine jujur.

Nenek Ema tertawa pelan, lalu menjelaskan dengan tenang, "Sejujurnya, hantu itu tidak bermaksud mengganggumu. Dia hanya ingin melindungi mu."

"Apa? Melindungi ku?" Mata Celine membelalak.

"Benar," jawab nenek Ema. "Dan semua itu berkaitan erat dengan tujuanmu ke sini."

Celine tersentak. "Jadi, nenek sudah tahu maksud tujuan aku datang ke sini?"

"Tentu saja," jawab nenek Ema, menatap langsung ke matanya. "Aku sudah membaca niatmu sejak awal kamu melangkah ke rumah ini. Kamu ingin mengetahui tentang pria bermantel cokelat yang ada di dalam fotomu, kan?"

DEG!

Seketika, jantung Celine berdetak keras. Perkataan nenek Ema membuatnya terkejut bukan main. Ia belum sempat mengatakan apa pun tentang fotonya, namun nenek Ema tahu semuanya.

"Hebat... nenek Ema tahu tujuan ku," gumamnya pelan, penuh rasa kagum sekaligus bingung.

Namun, semakin lama ia berada di sini, semakin banyak rahasia yang perlahan terungkap.

...Bersambung ......

1
Syelina Putri
berasa kaya peliharaan /Sweat/
Nan
Sovia dalam bahaya nih/Scare//Scare//Scare//Scare//Scare//Scare//Scare//Scare/
Nan
cinta mereka bikin iri
Ulfa Ariani
sovia di jadiin alat Briyon marah gak?/Blush/
Ulfa Ariani
tor harusnya mereka bahagia 🥺
Andini
ini ngeri nih si dukun emelin/Speechless/
Andini
nah ini, janji Briyon /Cry/
Andini
Celine janji nya ga goyah :')
Nan
kasian tor mereka gak bahagia, 🥺
Nan
tor mau nanya, Briyon kan ngelakuin perjanjian kan, itu cuman bisa nyembuhin dia? berarti dia ga punya kekuatan gitu ya?

terus kekuatan nya muncul pas dia jadi roh?
aku baca pas awal awal dia tuh baca mantra kan, nah itu mantra apa?
Nan
jangan Briyon ya /Frown/
AmSi
mereka seharusnya mendapatkan masa depan yg indaaaah /Sob//Heart/
Ulfa Ariani
bingung mau senang atau sedih. :")
AmSi
Waaaw /Kiss/ Briyon tak mau membuang2 waktuu, langsung lmar
Tinta pink
seneng, tapi di masa depan nya gak seneng 😭
Tinta pink
eneg euy jilat darah sendiri aja bau besi 😨
Acil Supriadi
Celine emang suka kesederhanaan ya, pantes si devid di tolak 😃
Nan: lah iya ya /Shame/
total 1 replies
Acil Supriadi
uweee kambing bau prengus /Gosh/
Acil Supriadi
keras kepala kalian.
Siska Dinarti
🥹 tapi masa depan kalian tidak seindah itu.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!