"Semua tergantung pada bagaimana nona memilih untuk menjalani hidup. Setiap langkah memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang," ucapan itu terdengar menyulut hati Lily sampai ia tak kuasa menahan gejolak di dada dan berteriak tanpa aba-aba.
"Ini benar-benar sakit." Lily mengeram kesakitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch ~
Lily terbangun dengan anggun, tubuhnya sedikit terangkat dari kasur, namun matanya masih terasa berat dan pandangannya kabur. Ia duduk perlahan, merasakan kepalanya yang sedikit pusing.
Pikiran-pikirannya berputar, mencoba mengingat kejadian semalam.
Saat ia berusaha mencerna semua pertanyaan itu, kesadarannya mulai kembali. Lily menatap sekelilingnya, dan detik itu juga ia menyadari betapa berbeda dan megahnya tempat ini.
Ruangan besar yang dikelilingi dengan hiasan emas dan tirai sutra, lampu kristal yang memancarkan cahaya lembut di sudut-sudutnya. Ini bukan tempat yang biasa ia tinggali, bukan.
Lily menatap dengan cemas sekelilingnya, tak ada siapapun di sampingnya. Hanya ada dirinya sendiri. Kamar tidur ini terasa sangat luas, dan meskipun ia tidak merasa ada ancaman apa pun, ada rasa asing yang menyesakkan dada.
Pakaiannya tetap sama, namun ada sensasi aneh di dalam dirinya yang semakin membingungkan. Sesuatu tentang malam itu terasa tidak beres. Dengan jari-jari yang sedikit gemetar, Lily mulai mencari kacamata yang biasa ia gunakan.
Setelah beberapa detik mencari, matanya menangkap benda itu di sampingnya. Tanpa ragu, ia meraih dan mengenakannya dengan cepat, berharap bisa melihat dengan lebih jelas.
Begitu kacamata itu terpasang, segalanya tiba-tiba terlihat lebih terang. Namun, Lily masih tertegun, tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Semuanya begitu berbeda dan asing, seakan ia terlempar ke dunia lain. Kamar ini, perabotan, bahkan aroma yang tercium, semuanya terasa terlalu mewah, hampir tidak sesuai dengan dunia yang ia kenal.
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Namun, saat itu, kenangan semalam mulai terbentuk kembali dalam benaknya.
Neneknya, Elyza, Zhen, helikopter, suara berisik yang tiba-tiba menghantam telinganya. Mengapa ia ada di sini?
Lily mengusap wajahnya, mencoba mengingat kejadian-kejadian yang membingungkan itu. Semua itu masih terasa kabur, seolah hanya bayangan yang tak bisa ia tangkap dengan jelas.
Tiba-tiba sebuah suara percikan air yang samar-samar terdengar dari sebuah pintu yang tak jauh darinya. Setiap tetesan itu terdengar begitu jelas, seolah berdegup di dalam telinga.
Hatinya berdebar kencang. Apakah itu Zhen?Apa yang sebenarnya terjadi semalam? Semua pertanyaan itu mulai memenuhi benaknya, mengaburkan akal sehatnya, dan setiap detik terasa begitu berat, seakan waktu berjalan lebih lambat dari biasanya.
Namun, sebelum pikirannya semakin larut, pintu kamar mandi terbuka perlahan. Udara di dalam kamar seketika terasa lebih panas, lebih tegang.
Dengan langkah tenang, Zhen keluar dari dalam kamar mandi. Rambutnya masih basah, meneteskan air yang kini menambah kesan kacau di pikiran Lily.
Sebuah handuk putih melilit di pinggang Zhen, menggoda pandangan, namun Lily tak bisa memfokuskan dirinya pada hal lain selain wajahnya.
Sontak tubuh Lily terasa kaku. Ketegangan meliputi setiap inci tubuhnya, dan meskipun ia berusaha mengalihkan pandangannya, matanya tak bisa lepas dari sosok Zhen.
Mata Zhen yang tajam, ekspresinya yang tenang, dan aura yang dipancarkannya semakin menambah rasa terjepit yang menggebu di dada Lily. Ada sesuatu yang berbeda, lebih kuat dari yang pernah ia rasakan sebelumnya.
Zhen melangkah tanpa terburu-buru, seolah tidak terganggu dengan kehadiran Lily yang kini mulai merasa cemas. Setiap langkahnya menggema dalam kesunyian ruangan yang luas, seakan menghitung detik demi detik ketegangan yang membara di antara mereka.
Meskipun Lily berusaha keras untuk menenangkan dirinya, merasakan atmosfer di ruangan itu semakin menyesakkan. Ruangan yang semula terasa asing kini dipenuhi oleh kehadiran Zhen yang mendominasi.
Suasana ini begitu tebal, begitu berat, dan Lily merasa tak bisa bernapas dengan lega.
Zhen melangkah lebih dekat ke arah tempat tidur, gerakannya begitu tenang, namun ada kekuatan yang tersembunyi di balik itu.
Tubuh Lily semakin terasa kaku, dan napasnya seakan terhenti ketika Zhen duduk di tepi ranjang di dekatnya. Handuk di pinggang Zhen bergerak sedikit, menyentuh kulit tubuhnya yang basah. Semua indera Lily seolah diperangkap oleh suasana ini.
Lily berusaha mengalihkan pandangannya, tetapi tetap saja sosok Zhen menarik perhatian yang tak bisa ia hindari. Tidak ada juga suara lain selain napas mereka berdua, yang saling beradu dalam ruang yang semakin sesak.
Zhen mengangkat wajahnya, menatap Lily dengan ekspresi datar yang sulit ditebak.
Matanya yang tajam menembus pandangan Lily, membuat jantungnya semakin berdebar tak menentu.
“Mandilah, setelah itu kita akan keluar untuk sarapan pagi bersama keluargaku,” perintah Zhen dengan suara tenang namun penuh tekanan.
Mata Lily membulat. Kata-kata itu membuatnya langsung tersadar dari kebingungannya.
Keluarga Wang?
Ia menelan ludah dengan susah payah, tubuhnya terasa membeku di tempat. Sejak kapan ia dibawa ke rumah keluarga besar Wang? Bagaimana bisa? Kenapa Zhen membawanya ke sini?
“Apa, apa maksudmu, Tuan?” suara Lily terdengar gemetar. Ia memandang Zhen, mencari jawaban di balik ekspresi dingin pria itu.
Alih-alih menjawab langsung, Zhen semakin mendekati Lily. Gerakannya perlahan yang terasa begitu mengintimidasi. Lily bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang semakin kencang.
Pria itu kini begitu dekat, hingga Lily bisa merasakan hawa dinginnya yang mengancam. Dengan cepat Lily menyilangkan kedua tangannya di dada.
“Kau ingin tau kenapa kau ada di sini?” suara Zhen terdengar rendah, namun mengandung ketegasan yang tak bisa dibantah.
Lily menahan napas, menunggu jawaban Zhen.
Zhen mengangkat tangannya, lalu dengan gerakan yang begitu halus, namun tetap menekan, ia memegang dagu Lily. Jarinya yang dingin menyentuh kulit Lily, dan membuat Lily menegang seketika.
“Aku akan memperkenalkanmu pada keluargaku,” ucapnya tanpa ekspresi. “Setelah itu, kita akan pergi ke kantor urusan sipil untuk mendaftarkan pernikahan kita.”
Lily terdiam. Butuh beberapa detik bagi otaknya untuk memproses kata-kata yang baru saja ia dengar. Mendaftarkan pernikahan?
Jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal. Tidak. Ia tidak bisa menerima ini begitu saja.
“Tuan…” Lily berusaha berkata-kata, namun suaranya terasa tercekik. “Aku tidak mau. Aku tidak ingin menikah denganmu.”
Zhen menatap Lily, membuat Lily semakin merasa terjebak. “Begitu?” Zhen mengangkat sebelah alisnya. “Berarti kau ingin nenek dan sahabat kecilmu itu dalam masalah besar?”
Lily membeku. Seketika tubuhnya melemas, seolah tenaganya tersedot habis. Tatapan Zhen begitu tajam, menusuk tepat ke dalam hatinya. Ia tahu Zhen bukan sekadar menggertak.
Tangannya mengepal, tubuhnya bergetar halus. Ia tidak bisa membiarkan orang-orang yang ia sayangi menderita karena dirinya. Perlahan dengan berat hati, Lily mengangguk.
“Saya akan menikah denganmu, Tuan,” ucapnya dengan suara lirih, nyaris tak terdengar. “Asal Anda tidak menyakiti nenek dan Elyza.”
Zhen menyeringai, seolah sudah menduga jawaban itu.
Tanpa peringatan, ia menarik dagu Lily lebih dekat, lalu mengecup bibir Lily sekilas. Sentuhan itu begitu cepat, namun cukup untuk membuat Lily membelalak, terkejut hingga seluruh tubuhnya menegang.
Zhen tersenyum miring lalu berbisik, “Manis.”
Tanpa menunggu reaksi Lily, ia berdiri dan berjalan menuju ruangan lainnya. Meninggalkan Lily yang masih mematung di tempatnya.
Dah itulah pesan dari author remahan ini🥰🥰🥰🥰