Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SELAMAT jALAN MAMA
Di hari ke tiga mama opname, hatiku semakin gundah. Saat dokter memberi izin masuk ruangan isolasi, ada perasaan hampa memenuhi sanubariku.
Kupandangi wajah mama dengan pilu, ada permohonan maaf yang terselip dalam doa. Air mataku bergulir jatuh tanpa bisa aku bendung. Perawat mendekatiku dan memberi semangat supaya aku tabah.
"Sabar nona, jangan menangis, kami akan berusaha memberi yang terbaik."
Aku hanya bisa mengangguk seraya menghapus air mata. Ntah mama tahu atau tidak, aku melihat air mata mama keluar dari sudut matanya. Aku segera memanggil dokter.
"Dok..mama sudah sadar."
Dokter cepat menghampiri kami. Aku menunju air mata mama. Perlahan dokter menghapus air mata itu.
"Nona, jiwa atau roh itu tidak bisa mati, walaupun badan sudah mati. Jika nona bicara dengan mama, dia tahu, makanya dia sedih." ucap dokter itu sopan.
"Ohh..terimakasih dokter." sahutku pelan.
Aku kembali duduk dan berkeluh kesah, berharap mama mendengar ucapanku. Lama aku menemaninya, tumben dokter memberiku waktu yang panjang untuk menemani mama, sampai aku tak sadar sempat tertidur sesaat.
Aku kaget dan terbangun, aku reflek melihat mama. Hatiku berdesir ketika wajah itu terlihat bersinar cantik.
Dejavu, seolah aku pernah mengalami hal ini. 0rang yang sering aku temui saat sekarat, dan itu pertanda orang itu akan meninggal. Ya Tuhan...aku gemetar.
Dokter menghampiriku dan memberi pesan panjang lebar, supaya aku ikhlas dan memberitahukan semua saudara untuk datang mejenguk mama.
"Nona, waktunya sudah habis, silahkan berbicara dengan saudara atau keluarga supaya mereka datang. Mungkin ada yang di tunggu." ucap seorang perawat dengan sopan.
"Baik dokter."
Perlahan aku melepaskan tanganku yang menggenggam tangan mama, menghapus air mata dan berdiri dari kursi tunggu. Tak ada yang membuatku sesedih ini. Rasa bersalah meninggalkan mama setahun membuat aku semakin tersiksa.
Ku langkahkan kaki dengan gontai dan keluar dengan mata sembab.
"Nona, maaf saya baru datang." sri datang menghampiriku. Wajahnya kulihat sedih.
"Tidak apa-apa, kenapa wajahmu ditekuk kamu ada berantem dengan seseorang?"
"Ada huru hara di rumah nona. Suami nona datang menemui tuan. Saya yang sedang mengantar minuman untuk suami nona, kaget ketika nona Julianti memaki bahkan melempar vas bunga ke suami nona."
"Astaga gimana itu bisa terjadi? Kenapa ada Julianti ikut campur."
"Julianti itu istri siri tuan besar, mereka melakukan nikah siri sembunyi-sembunyi belum lama ini, setelah nona menghilang."
Degg!
Walaupun aku sudah filling, tapi aku tetap kaget juga. Tidak menyangka kalau papa tega menduakan mama. Yang bikin hatiku lebih sakit adalah temanku Julianti yang menjadi sel*ngkuhannya.
Kami masuk rest area, Sri menutup pintu. Aku mengambil air mineral seraya duduk di sofa Mataku terasa berat gara-gara dari pagi menangis.
"Waduhh..banyak sekali buket bunga dan hampers. Siapa yang datang nona?"
"Karyawan hotel, saudara dekat dan kolega mama."
Sri mulai mengambil kue dan minuman ringanì seraya menatanya di atas meja. Dia membuka satu bungkus menyodorkan padaku.
"Nona, kue ini pasti enak, makanlah."
"Kamu makan saja aku tidak selera makan keadaan mama sangat memperihatinkan. Ceritakan lagi papa marah ke Arunskha."
"Saya cerita sambil makan ya nona."
"Silahkan tidak apa-apa." ucapku pelan. Aku duduk bersandar, perasaanku tidak enak seolah mama akan meninggal.
"Tookk...tookk..."
Sri bangun membuka pintu, papa, Julianti dan Bryan masuk bersama. Ada dua bodyguard dibelakangnya.
"Bagaimana mama?" tanya papa tetap berdiri.
"Tanya sama dokter?" jawabku ketus. Dada rasanya membara melihat mereka.
,"Kau bicara yang sopan, seperti gak sekolahan." Julianti ikut nimbrung.
"Diam kau!! Kau tidak ada hak bicara, kau j4l4ng yang membuat mamaku sekarat!" teriakku sengit.
"Anak durh4k4!!"
"Aku peringatkan! kalian boleh menengok ibuku, tapi jangan berani menyentuhnya. Mamaku sudah memberi pesan, dia juga berbicara kalian membunuhnya perlahan. Rekamannya akan aku serahkan ke polisi. Sudah ada hasil lab! Siap-siap saja. Kalian salah melawan aku!!"
Suaraku cetar berapi-api, semua yang aku katakan bohong. Tapi kalau hasil lab ada. Tampak wajah papa dan Julianti pucat.
"Mamamu bohong tidak ada yang ingin membunuhnya, kami cuma menuruti perintah dokter."
"Begitukah? Kalau suMi waras ibuku di opname di Singapore atau disini. Tidak seperti sekarang sudah terlambat."
"Manamu tidak pernah mau di opname. Aku yang selalu merawatnya." Julianti membela diri, katanya kini pelan.
"Aku sudah dikasi tahu oleh pelayan yang terdahulu bagaimana kau memperlakukan mamaku. Kau juga yang menyebabkan tulang pinggul mamaku patah. Aku sudah banyak dapat info. Tinggal aku laporkan saja ke polisi. Kau terlalu ambisi ingin menjadi permaisuri."
"Melody!!" bentak papa. Dia pasti tidak ingin j4l4ngnya di senggol. Orang tua durh4k4. Bathinku.
"Aku berkata fakta, kalian akan menuai hasil dari perbuatan kalian. Keluarlah aku tidak perlu sama kalian begitu juga mama." ucapku menangis. Aku terlalu cengeng....
"Melody, aku disini berada di tengah, kamu calon istriku. Aku harap kau tenang, jangan sampai keutuhan keluarga kita menjadi cerai berai. Sabarlah."
Bryan mendekatiku dan duduk disamping. Perkataannya manis, tapi aku saat ini malah merasa jijik dengan pria ini.
"Bryan aku ingatkan sekali lagi, aku sudah menikah. Jadi tidak ada perjodohan lagi." ucapku.
"Kami tidak menerima Arunakha, orang miskin dan tidak setia."
"Maaf, nona Julianti selama ini saya setia. Pernikahan kami sudah resmi."
Tiba-tiba Arunakha nyelonong masuk. Aku yang lagi bersedih tambah sedih karena terlanjur mengakui Arunakha sebagai suamiku.
"Arunakha, jangan coba-coba masuk ke kluarga kami. Kami sudah punya kreteria untuk suami Melody. Kau orang miskin yang tidak punya masa deoan hanya ingin harta kami, tidak lebih." Julianti kembali sarkas.
"Tookkk...tookkk..."
Seorang perawat masuk, dia memanggil ku. Aku segera berdiri menghampirinya.
"Ada apa suster?"
"Apakah keluarga nona sudah datang semua?"
"Ini keluarga kami, semua sudah datang."
"Kalau begitu kalian boleh masuk, nanti dokter yang akan menjelaskan."
Akhirnya kami semua masuk ke ruangan isolasi. Seorang dokter mendekati kami. Aku menangis seolah ini hari terakhir mama. Bisa jadi papa yang ditunggu.
"Bagaimana keadaan istri saya dokter?" tanya papa melihat ke tubuh mama yang berisi bermacam alat bantu.
"Maaf pak, kondisi pasien saat datang ke rumah sakit sudah sangat parah. Telat dibawa kesini. Kami sudah memakai peralatan dokter yang canggih, tapi kami tidak mampu menyelamatkan pasien. Paru-parunya sudah putih, bakteri cepat menyebar ke darah dan organ tubuh yang lain. Saat belum parah, pasien kelaparan, kehausan, banyak faktor bermunculan disini, seolah pasien mendapat perlakuan buruk semasa sakit." kata dokter Suprapto dengan tenang.
Aku berteriak histeris saat perawat membuka semua alat bantu yang nempel di tubuh nama. Papa menangis dan terus minta maaf. Aku benci melihat papa dan Julianti, dua sejoli yang durh4k4.
*****
onel dapatt dari mana si munarohhh iniii??
aduhhhhh kasiannn itu yang tak bisa tumpah
. tapi udaaa penuhhh di otak