NovelToon NovelToon
Reina: Become Trouble Maker

Reina: Become Trouble Maker

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Pembaca Pikiran
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah dituduh sebagai pemuja iblis, Carvina tewas dengan penuh dendam dan jiwanya terjebak di dunia iblis selama ratusan tahun. Setelah sekian lama, dia akhirnya terlahir kembali di dunia yang berbeda dengan dunia sebelumnya.

Dia merasuki tubuh seorang anak kecil yang ditindas keluarganya, namun berkat kemampuan barunya, dia bertemu dengan paman pemilik tubuh barunya dan mengangkatnya menjadi anak.
Mereka meninggalkan kota, memulai kehidupan baru yang penuh kekacauan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Chakra menatap punggung kecil Reina yang terbalut dress lucu berwarna cerah dalam diam. Pikiran pria itu tampak bercabang, memikirkan berbagai spekulasi yang berputar di pikirannya.

Bagaimana anak sekecil itu bisa dewasa dan bijaksana? Bahkan Reina tampak begitu tenang menghadapi kegilaan Lasmi dengan kata-kata tajam yang menusuk.

Jikapun orang dewasa menghadapi situasi seperti tadi, paling tidak mereka hanya mengeluarkan emosi yang tak berarti, seperti menangis atau marah-marah. Namun, Reina berbeda.

Dia seperti sudah terbiasa menjalani kehidupan yang amat susah selama bertahun-tahun. Apalagi keluarga ayahnya sekaligus mantan kakak iparnya merupakan keluarga terpandang.

Keluarga Asaga merupakan keluarga terkaya nomor sepuluh di kota A, baru-baru ini. Memiliki beberapa perusahaan besar dan menjadi donatur di beberapa rumah sakit terkemuka.

Keluarga ini dikenal sebagai keluarga harmonis, membuat siapapun iri dan menjadikannya sebagai idola bagi banyak orang.

Aldi Priyanto Asaga, terkenal sebagai pengusaha muda keluarga Asaga yang berhasil membeli sebuah perusahaan yang hampir bangkrut dan mengubahnya menjadi salah satu perusahaan yang paling berkembang pesat. Istrinya, Clara Amara Asaga, berprofesi sebagai sekretaris pribadi yang sangat dihormati di lingkungan tempat mereka bekerja. Mereka juga memiliki seorang putri bernama Tasya Asyella Asaga Putri, gadis cantik yang sering menjadi sorotan di berbagai acara sosial.

Chakra menghela napas panjang saat menceritakan kisah gelap yang mengelilingi hidupnya. "Clara adalah saudara tiriku," ujarnya, menatap Reina dengan tatapan yang sulit dibaca. "Dia juga bibi tirimu, hanya selisih dua tahun lebih tua dariku dan dua tahun lebih muda dari mendiang ibumu." Chakra menyandarkan punggungnya ke dinding, seakan menanggung beban masa lalu yang begitu berat. "Mereka menikah diam-diam secara mewah, enam bulan setelah menikah dengan ibumu."

Reina hanya diam, mendengarkan dengan penuh perhatian. Tak ada penyesalan dalam diri Chakra, hanya kebingungan yang menderanya. "Mengaku menganggap Clara sebagai seorang adik, tapi kenyataannya mereka menjalin hubungan terlarang selama bertahun-tahun. Itu baru terungkap setelah kau berusia dua tahun—ketika ibumu, Utari, meninggalkanmu di penitipan anak sebelum akhirnya meninggal."

Chakra mengingat masa-masa itu dengan jelas. "Saat itu, aku masih sekolah sambil bekerja, dan beberapa kali menjengukmu di penitipan anak. Aku hanya berjumpa dengan ibumu sebentar, sesaat setelah kamu dilahirkan dan kemudian setelah kecelakaan yang membuatmu mengalami keterbelakangan mental."

Kata-kata itu terdengar keras di telinga Reina, tapi dia tak merasa marah atau terluka. Sebaliknya, dia mengerti. "Aku mendengar kabar itu tentang ibumu sekaligus kakakku yang sekarat," lanjut Chakra, matanya berkilat mengingat saat-saat terakhir sang kakak. "Di detik-detik terakhir hidupnya, Utari memintaku untuk menjaga dan menyayangimu seperti anakku sendiri."

Namun, takdir berkata lain. Chakra tersenyum miris. "Sayangnya, aku malah terjebak dalam penjara selama dua tahun, sementara wanita yang menjadi pacarku menikah dengan pria lain tepat sebulan setelah aku dibebaskan."

Reina menatap Chakra dengan penuh pengertian. "Aku tidak menyalahkanmu," katanya pelan. "Aku tahu semua yang terjadi bukan salahmu." Dia mengerti apa yang dirasakan oleh Chakra, meskipun tidak bisa merasakannya sepenuhnya.

Yang paling membuat Reina merasa kesal adalah kenyataan bahwa ayah dari pemilik tubuh ini, yang seharusnya melindunginya, sama sekali tidak peduli. Bahkan, pria itu tidak pernah memberinya sebuah nama.

Tapi, dalam keheningan yang terjalin, Reina memilih untuk tidak terlalu memikirkan masa lalu yang kelam. Dia hanya ingin pergi jauh dari semua itu, mencari kedamaian dan kebebasan yang seharusnya menjadi haknya.

Chakra menatap Reina yang duduk di sebelahnya, wajahnya penuh rasa bersalah. "Kau tak apa-apa, Reina? Maafkan aku. Maaf." Suara pria itu terdengar penuh penyesalan.

Reina hanya tersenyum manis, meski matanya tidak menunjukkan kesedihan, hanya rasa lelah yang dalam. "Aku tidak apa-apa, Paman. Jangan khawatir," jawabnya santai.

Chakra meletakkan tangan di puncak kepala Reina, mengacak rambutnya pelan. "Maaf, aku baru menjemputmu. Kau pasti ketakutan sekali. Andai aku tahu mereka memperlakukanmu seperti itu, sudah dari dulu aku membawamu pergi dari sana," kata Chakra dengan nada penuh penyesalan.

Di dalam hati, Reina hanya membatin, Jiwa pemilik tubuh ini sudah tidak ada saat aku menempatinya. Aku tidak menyalahkanmu untuk hal itu, tetapi aku menyayangkan ayah pemilik tubuh ini.

"Kenapa tidak melaporkannya pada pihak berwajib?" tanya Reina penasaran. Dalam kehidupannya yang sebelumnya, dia tidak pernah mendengar tentang keluarga yang bisa dengan bebas berbuat kejam dan menelantarkan anak tanpa konsekuensi. Di dunia yang pernah dia kenal, jika ada yang terbukti menelantarkan anak kecil, maka hukum akan menghukum dengan tegas.

"Hukum tidak berlaku bagi orang yang memiliki kekuasaan atau uang. Hukum bisa dibeli. Kau yang menjadi saksi bisa menjadi tersangka, dan itu adalah hal yang normal," jawab Chakra sambil mengepalkan tangannya, wajahnya menunjukkan rasa frustasi.

Reina menatap pria itu dengan penasaran. Di kehidupannya sebelumnya, hukum berlaku untuk siapa pun, tidak peduli apakah mereka rakyat biasa, bangsawan, atau raja dan keturunannya. Hukum tetaplah hukum.

"Kau akan mengerti suatu hari nanti," jawab Chakra sambil menarik napas dalam-dalam. "Sebaiknya kita pergi dari sini."

Reina mengangguk pelan, mengerti maksud pria itu. Dia tahu bahwa meskipun dunia yang dia tinggali sekarang jauh berbeda dengan dunia yang pernah dia kenal, dia harus tetap bertahan dan mencari cara untuk melangkah maju.

Reina kini telah berada di apartemen milik Chakra. Setelah kejadian tadi, pria itu mengurung diri di kamarnya, meninggalkan gadis kecil itu seorang diri di ruang tamu. Reina memutuskan untuk melatih kemampuan barunya, mencoba mengendalikan sekelompok kupu-kupu berwarna merah darah yang terbang mengitari dirinya. Kupu-kupu dari dunia iblis.

Dengan sedikit konsentrasi, Reina berhasil menggunakan seekor kupu-kupu untuk memata-matai Chakra. Kupu-kupu itu menyelinap ke kamar Chakra, membawa serta penglihatan dan informasi yang ada di dalamnya. Tak lama kemudian, kupu-kupu itu terbang kembali dan hinggap di telunjuk Reina. Seketika, informasi dan penglihatan kupu-kupu itu masuk ke dalam kepala Reina.

Di penglihatannya, terlihat Chakra keluar dari kamar mandi dengan tubuh basah kuyup. "Sepertinya aku memerlukan mana yang banyak," pria itu bergumam sambil berpikir keras.

"Pergilah," kata Reina dengan tenang, dan seekor kupu-kupu terbang pergi. Pada saat yang sama, pintu kamar terbuka, memperlihatkan Chakra yang keluar dengan rambut setengah basah. Pria itu terbelalak kaget saat melihat keponakannya dikelilingi oleh kupu-kupu merah darah yang cukup banyak.

Sementara itu, Reina hanya menatap datar Chakra, seolah tidak peduli meskipun keberadaannya kini telah terungkap. "Ra-Rena?" Chakra mendekati gadis kecil itu dengan buru-buru.

"Kembalilah?" Reina bergumam ragu, dan sepertinya itu berhasil. Kupu-kupu itu menghilang dari pandangan mereka.

"Kau tidak apa-apa? Bagaimana bisa?" Chakra tidak bisa melanjutkan pembicaraannya, masih terlalu terkejut dengan apa yang baru saja dilihatnya.

Reina mengangguk acuh, menanggapi pertanyaan Chakra. "Seperti yang Paman lihat," katanya, suara ringan namun ada ketegasan di dalamnya. "Bagaimana jika jiwaku bukan jiwa keponakanmu, Chakra? Apa kau masih mau menerimaku?"

Chakra terhenyak mendengar kata-kata Reina. Apa maksudnya?

"Akan kujelaskan. Singkatnya, jiwa keponakanmu telah pergi setelah tertabrak, dan tiba-tiba saja aku sudah berada di dalam tubuh ini. Dia menyerah karena tindakan keluarganya yang kejam," jelas Reina dengan nada serius.

Chakra menatap dengan penuh perhatian. "Kalau begitu, siapa kau dan darimana asalmu?" tanyanya, mencoba memahami lebih lanjut.

Reina mengangkat kepala, tatapan matanya tajam dan penuh makna. "Carvina Amarillia Azhura. Putri Duke Azhura, dan aku bukan berasal dari dunia ini. Aku bunuh diri dengan meminum racun dan berakhir di dunia iblis. Aku menjalani siksaan yang tak pernah terbayangkan selama tujuh ratus tahun, dan diangkat menjadi prajurit terhebat oleh salah satu pilar kekuatan iblis. Saat ini, aku mendapat misi untuk mencari raja iblis yang terdampar di dunia ini."

Chakra mendengarkan dengan serius, dan setelah beberapa saat, dia mengangguk. "Aku percaya," jawabnya tanpa ragu. Dia sudah curiga sejak pertama kali melihat Reina yang tampak begitu tenang, meskipun dihina oleh keluarganya sendiri. Tidak mudah bersikap demikian dalam situasi seperti itu. Selain itu, auranya yang berbeda juga tak bisa disembunyikan.

"Jadi, kau bukan keponakanku?" Chakra bertanya sekali lagi, memastikan.

"Tubuh ini bukan milikku. Dan itu bukan salahmu. Kau hanya dijebak," jawab Reina, matanya menatap Chakra dengan penuh pengertian. "Aku hanya berharap, kau bisa merawat jiwa yang mengisi tubuh ini dengan baik."

Chakra menghela napas panjang. Ya, meskipun tubuh itu ditempati oleh jiwa lain, dia bisa melihat perkembangan Reina dan berjanji untuk menjaga gadis itu sebaik mungkin. "Kalau begitu, tetaplah di sini. Siapapun kau yang mengisi raga keponakanku, aku tetap menyayangimu."

Reina tersenyum, sebuah senyum yang jarang terlihat di wajahnya. Pria di hadapannya memiliki hati yang tulus. Namun, dia juga tahu, tidak semua orang bisa diperlakukan seperti ini. "Baiklah," jawabnya pelan. "Tapi, aku harap kau bisa menjaga rahasia ini."

Chakra mengangguk dengan serius. "Jangan khawatir, aku akan menjaga rahasia ini. Dan satu hal lagi, kau hebat sekali. Tapi, jangan menggunakan kekuatanmu sembarangan."

"Baiklah," jawab Reina, suara pelan namun tegas.

Chakra berusaha mengikhlaskan kepergian keponakan kecilnya. Mungkin dengan cara itu, Reina tidak akan merasakan penyiksaan dan penderitaan lebih lanjut. Seharusnya Chakra tidak percaya dengan Clara, namun mengingat latar belakang keluarga yang berkuasa, dia merasa tak kuasa menolak. Apalagi saat itu, dia masih bersekolah sambil membangun usaha, yang sayangnya kini telah beralih kepemilikan.

"Apa kau mau balas dendam?" Reina bertanya sambil menatap Chakra yang duduk melamun di ruang tamu. Kaki kecilnya melangkah mendekati pria yang sibuk meratapi hidupnya.

Chakra mendongak, matanya lelah dan penuh keputusasaan. Dia menatap Reina yang berjalan mendekat ke arahnya. "Bagaimana caranya? Aku tidak memiliki kekuasaan untuk membalas mereka. Hukum bisa dibeli, mereka yang punya kekuasaan kebal akan hukum," jawabnya putus asa, suara pria itu terdengar hampa, seolah tidak ada lagi harapan.

Reina berhenti di depan Chakra, menatapnya dengan penuh perhatian. Ada ketegasan di matanya yang tidak biasa bagi seorang gadis kecil. "Aku bisa membantumu," katanya, suaranya dingin namun penuh keyakinan. "Tapi, kau harus berani melawan mereka."

Chakra terdiam sejenak, matanya menilai Reina. Dia tahu bahwa gadis ini tidak biasa, dan mungkin ada kekuatan besar yang tersembunyi dalam dirinya. Namun, dia juga tahu bahwa melawan orang-orang berkuasa bukanlah hal yang mudah. "Kau tidak tahu apa yang kau katakan, Reina. Mereka bisa menghancurkan kita dalam sekejap."

Reina tersenyum samar. "Aku tahu lebih dari yang kau kira, Paman. Tapi jika kau ingin tetap terjebak dalam keterpurukan ini, aku tidak bisa memaksamu."

Kata-kata Reina menggugah Chakra. Meskipun dia tidak tahu persis siapa gadis kecil di depannya, dia merasakan ada kekuatan yang mengalir dari Reina yang tidak bisa dianggap remeh. "Apa yang harus aku lakukan?" tanya Chakra, akhirnya menyerah pada dorongan hatinya.

Reina mengangguk, seolah telah menunggu pertanyaan itu. "Ikuti aku. Kita akan cari cara untuk menghancurkan mereka dari dalam."

"Paman, tolong carikan aku jerami dari sawah," pinta Reina dengan tatapan memelas, matanya besar dan penuh harapan. "Hanya segenggam tanganmu saja. Tidak banyak, kok."

"Untuk apa?" tanya Chakra penasaran, menatap gadis kecil itu dengan sedikit curiga. Meskipun dia tahu Reina bukanlah keponakannya yang asli, entah kenapa perasaan khawatir dan pelindung muncul begitu saja setiap kali dia melihatnya.

"Katanya kau ingin balas dendam. Tentu saja, santet! Aku baru belajar, loh," sahut Reina polos, tanpa rasa takut atau ragu.

Chakra terdiam sejenak, kemudian mencubit hidung kecil Reina dengan lembut. "Jangan bercanda, Nak. Kalau kau ingin membuat kerajinan dari jerami, akan aku carikan. Tapi, kalau kau berbicara ngawur seperti itu, aku menolak."

Reina menutup mulutnya spontan, menyadari bahwa kata-katanya baru saja keluar tanpa pikir panjang. Entah mengapa, bibirnya sangat sulit dikendalikan, bahkan untuk seorang anak seumuran dirinya. Hari ini saja, dia sudah dua kali keceplosan, pertama saat mengungkapkan identitas aslinya dan kedua saat berbicara tentang balas dendam dengan cara santet. Bagaimana jika ada yang mendengarnya? Dia merasa seolah dirinya sedang berada di ambang kekacauan.

"Ah, maksudnya aku ingin membuat kerajinan jerami," Reina berkata terburu-buru, mencoba mengalihkan perhatian dari kata-katanya yang tidak seharusnya terlontar.

Chakra menghela napas lega. "Baik. Ayo kita cari bersama."

"Dan sekalian kita cari belut, ya?" tambah Reina sambil tersenyum nakal, matanya berbinar penuh petualangan.

Chakra mengangguk setuju meskipun dia tahu bahwa itu akan menjadi petualangan yang lebih dari sekadar mencari jerami atau belut. Sejak kehadiran Reina dalam hidupnya, segalanya menjadi lebih rumit dan tak terduga. Mungkin, itu adalah hal yang dibutuhkan dalam hidupnya yang telah lama terasa hampa.

Mereka pun segera pergi ke area persawahan yang terletak cukup jauh dari apartemen. Hanya satu jam menggunakan mobil, mereka akhirnya tiba di pedesaan yang masih memiliki sawah. Keduanya turun dari mobil, di mana udara segar dan tanah lembap menyambut mereka. Chakra membawa seikat sabit kecil, sementara Reina berjalan di sampingnya, sesekali menendang-nendangkan kakinya di tanah, menikmati perjalanan mereka.

"Kenapa harus belut?" tanya Chakra mencoba menggali lebih jauh, ingin tahu alasan dibalik permintaan aneh itu.

Reina menatapnya dengan senyum lebar. "Katanya belut bisa memberi energi, Paman. Aku ingin mencoba yang berbeda. Selain itu, belut itu licin, pasti seru!"

Chakra hanya tertawa kecil mendengar alasan Reina. Terkadang, cara berpikir gadis kecil itu membuatnya tersenyum dan merasa lebih hidup. Meskipun begitu, ada yang aneh dalam diri Reina, sesuatu yang dia tak bisa ungkapkan, tetapi dia merasa seperti sedang berjalan di atas garis tipis antara dunia nyata dan dunia yang tidak dia pahami sepenuhnya.

Di tengah perjalanan, mereka melewati aliran sungai kecil yang jernih, tempat yang biasa digunakan Chakra untuk mencari belut. Reina tampak antusias dan segera melompat ke dalam air, mencelupkan kakinya sambil tertawa kegirangan.

"Jangan terlalu jauh, Nak!" teriak Chakra yang buru-buru mengikuti dari belakang. Dia tahu bahwa meskipun Reina tampak ceria, ada sesuatu dalam dirinya yang bisa membuatnya menjadi lebih berbahaya daripada yang terlihat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!