Ayundya Nadira adalah seorang istri dan ibu yang bahagia. Pernikahan yang sudah lebih dari 20 tahun mengikat dirinya dengan suami dengan erat.
Pada suatu sore yang biasa, dia menemukan fakta bahwa suaminya memiliki anak dengan wanita lain.
Ternyata banyak kebenaran dibalik perselingkuhan suaminya.
Dengan gelembung kebahagiaan yang pecah, kemana arah pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Tuduhan yang Tidak Berdasar.
Evan mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Darahnya mendidih saat mengetahui bahwa kedua anaknya tidak berada di rumah, dengan cepat dia mengambil ponselnya dan segera menelepon Ayun.
Tut, tut, tut.
Lama Evan menelepon wanita itu, tetapi tidak juga mendapat jawaban membuat dia benar-benar murka. Namun, tiba-tiba dia terdiam saat mendengar suara ponsel dari dalam kamarnya.
Evan melangkahkan kakinya untuk kembali ke kamarnya dan juga Ayun, matanya menyala dahsyat saat melihat ponsel milik wanita itu terletak di atas meja rias.
"Kurang ajar!" teriak Evan sambil mencengkram erat ponsel milik Ayun. Benda pipih keluaran tahun 90 an itu sampai berbunyi kretek-kretek karena sangking kuatnya digenggam.
Evan memutar otak untuk mengetahui di mana keberadaan kedua anaknya saat ini, dia lalu melempar ponsel milik Ayun ke lantai sampai hancur berantakan, dan memegang ponselnya sendiri untuk menelepon Ezra.
"Maaf, nomor yang anda tuju sedang-"
"Brengs*ek!" umpat Evan dengan amarah yang sudah meletup-letup saat mendengar jika nomor ponsel Ezra tidak aktif. Dia sudah sangat yakin jika Ayun pasti mempengaruhi kedua anaknya, dan membawa mereka pergi dari rumah ini.
Evan kembali menyambar kunci mobilnya yang sempat dia letakkan ke atas meja, apapun yang terjadi dia harus menemukan kedua anaknya dan membuat pelajaran pada wanita itu.
Evan segera berpikir ke mana kira-kira Ayun membawa kedua anaknya, mungkinkah wanita itu membawa Ezra dan Adel ke rumah mertuanya?
"Tidak, dia pasti tidak akan membawa mereka ke sana," gumam Evan sambil menggelengkan kepalanya. Ayun bukan tipikal orang yang akan mengadu pada orang tua, apalagi saat ini kesehatan mertuanya sedang tidak baik, jadi wanita itu tidak mungkin menambah beben untuk mertuanya.
Satu-satunya pilihan adalah pergi ke rumah Nayla, wanita itu adalah satu-satunya sahabat Ayun. Evan yakin jika Ayun pasti membawa kedua anaknya ke tempat itu.
Dengan cepat Evan beranjak pergi dari tempat itu menuju kediaman Nayla. Dia menekan pedal gasnya dan melaju dengan kencang, apalagi saat ini masih sangat pagi jadi jalanan masih sepi.
Tidak butuh waktu lama untuk Evan sampai ke tempat tujuan. Dia segera memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah Nayla, dan beranjak keluar dari sana.
"Permisi, Nayla!" teriak Evan sambil memencet bel yang ada di dinding gerbang itu. Dia melakukannya sampai beberapa kali, membuat siempunya rumah menjadi naik darah.
"Siapa sih itu yang teriak-teriak?" ucap Rio dengan kesal, dia adalah suami Nayla yang saat ini sedang menuruni anak tangga untuk melihat siapa yang datang.
"Siapa Mas?" tanya Nayla yang baru keluar dari dapur. Dia mengernyit heran saat mendengar suara teriakan seseorang yang memanggil namanya, apalagi terus memencet bel membuat keributan di seisi rumah.
"Orang gila mungkin," jawab Rio sambil tetap melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah. Awas saja kalau dia sudah bertemu dengan orang gila itu, dia pasti akan memberinya pelajaran.
"Nayla, buka gerbang-"
"Apa kau tidak punya otak? Pagi-pagi datang- loh, kau kan suaminya Ayun?" Rio tersentak kaget saat melihat siapa yang saat ini berdiri di hadapannya, tentu saja setelah dia membuka gerbang rumahnya.
Nayla yang berdiri di samping sang suami juga mengernyitkan kening heran saat melihat keberadaan Evan. Dalam hatinya bertanya-tanya apa yang sedang laki-laki itu lakukan di depan rumahnya seperti ini.
"Apa anak-anakku ada di sini?" tanya Evan dengan tajam dan penuh penekanan.
Rio menatap laki-laki yang ada di hadapannya dengan geram. Sudah pagi-pagi datang dan membuat onar di rumah orang lain, sekarang dengan tidak tahu sopan santunnya laki-laki itu langsung bertanya sesuatu yang tidak masuk akal.
"Apa maksudmu?" Rio balik bertanya pada Evan, dengan gurat kemarahan yang terlihat jelas diwajahnya.
Evan menghela napas kasar. "Ayun membawa anak-anakku pergi dari rumah."
"Apa?"
Nayla dan Rio memekik kaget saat mendengar ucapan Evan. Bagaimana mungkin Ayun melakukan hal tidak masuk akal seperti itu?
"Mereka pasti bersembunyi di sini 'kan?" tuduh Evan dengan tajam. Kedua matanya menyipit dengan tatapan curiga ke arah pasangan suami istri itu.
"Kau bilang apa?" Rio mengepalkan kedua tangannya dengan erat, lancang sekali laki-laki itu mengatakan hal demikian padanya?
"Kedatanganmu ke sini saja sudah tidak masuk akal, dan sekarang kau menuduh kami menyembunyikan mereka?" tanyanya dengan geram. Nada suaranya sudah naik satu oktaf, bahkan kilat kemarahan terlihat jelas dari sorot kedua matanya.
Nayla sendiri menatap Evan dengan tidak percaya, apalagi saat mendengar ucapan laki-laki itu yang sangat tidak masuk akal. Apa Evan sudah gila?
"Kalau bukan ke sini, lalu Ayun pergi ke mana lagi?" ucap Evan dengan ketus. Dia tetap bersikukuh mengatakan jika istri dan anak-anaknya ada di rumah mereka, padahal dia tidak punya bukti sama sekali.
Rio yang mendengar ucapan Evan jelas semakin terbakar amarah. Dia yang akan melayangkan pukulan terpaksa mengurungkan niatnya saat tangan Nayla memeluk lengannya, dia lalu menoleh ke arah sang istri yang sedang menggelengkan kepala.
"Aku tidak mengerti sebenarnya apa maksud ucapan Anda, tapi silahkan jika Anda ingin memeriksa rumah kami," ucap Nayla yang tidak mau semakin memanaskan suasana, apalagi sudah ada beberapa tetangga yang memperhatikan mereka.
Tanpa mengucapkan apa-apa, Evan langsung masuk ke dalam rumah itu untuk mencari anak-anaknya. Dia memeriksa ke semua ruangan, bahkan sampai kamar pribadi Nayla dan anak-anak wanita itu juga tidak luput dari pemeriksaannya.
"Kau sudah menemukan mereka?" tanya Rio dengan sarkas.
Evan berdecak kesal saat tidak menemukan keluarganya di rumah itu. Dia yang bermaksud akan langsung pergi dari tempat itu tidak bisa melangkahkan kakinya saat Rio mencekal tangannya.
"Lain kali gunakan pikiranmu, apa punya istri kedua membuatmu jadi hilang akal?"
Evan langsung berbalik dan menatap Rio dengan tajam. "Tutup mulutmu!"
"Kenapa? Bukankah yang aku katakan benar?" Rio tersenyum sinis. "Datang ke rumah orang lain pagi buta dan membuat keributan, juga menuduh tanpa alasan. Kau pikir ada, orang waras yang melakukan itu?"
•
•
•
Tbc.