"STALKER CINTA"
adalah sebuah drama psikologis yang menceritakan perjalanan Naura Amelia, seorang desainer grafis berbakat yang terjebak dalam gangguan emosional akibat seorang penggemar yang mengganggu, Ryan Rizky, seorang musisi dan penulis dengan integritas tinggi. Ketika Naura mulai merasakan ketidaknyamanan, Ryan datang untuk membantunya, menunjukkan dukungan yang bijaksana. Cerita ini mengeksplorasi tema tentang kekuatan menghadapi gangguan, pentingnya batasan yang sehat, dan pemulihan personal. "STALKER CINTA" adalah tentang mencari kebebasan, menemukan kekuatan dalam diri, dan membangun kembali kehidupan yang utuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queensha Narendra Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanda-Tanda Bahaya
Malam itu, saat langit dipenuhi awan gelap yang seolah menyimpan rahasia, Naura merasakan getaran kecemasan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Di tengah keheningan apartemennya yang biasa menjadi tempat pelarian dari hiruk-pikuk dunia, ia mulai melihat tanda-tanda bahaya yang perlahan menyusup ke dalam kesehariannya.
Segala sesuatu bermula ketika pesan-pesan anonim yang dulu hanya sekadar pernyataan misterius, kini berubah menjadi ancaman yang lebih nyata. Di layar ponselnya, ia membaca pesan yang berbeda dari biasanya:
> "Kau tak akan pernah bebas. Jejakku akan selalu menyertaimu."
Kata-kata itu bukan lagi sekadar rangkaian huruf; mereka menusuk perasaan dan membuat jantung Naura berdetak kencang. Pada awalnya, ia mencoba menepisnya sebagai imajinasi yang berlebihan, namun pesan-pesan serupa terus berdatangan, seakan si pengirim semakin haus akan perhatian yang kini berubah menjadi intimidasi.
Keesokan harinya, di tengah kesibukan merampungkan proyek desain untuk komunitas seni, Naura mendapati beberapa file penting di komputernya tiba-tiba menghilang atau teracak susunannya. File-file karya yang selama ini tersimpan rapi di folder pribadinya mendadak tidak bisa dibuka, dan muncul pesan kesalahan aneh yang membuatnya merasa bahwa ada tangan asing yang telah mengakses ruang digital pribadinya. Rasa gelisah itu semakin menguat ketika ia menyadari bahwa beberapa postingan di akun media sosialnya telah dihapus dan muncul kembali dengan kata-kata yang telah diubah secara halus—seolah seseorang ingin menunjukkan bahwa ia bisa mengendalikan apa yang ada di dunia maya Naura.
Di luar dunia digital, tanda-tanda bahaya pun mulai merambah ke kehidupan nyata. Suatu petang, ketika Naura hendak pergi ke sebuah kafe untuk bertemu dengan seorang rekan seniman, ia merasa ada sesuatu yang ganjil. Di sepanjang jalan yang biasanya sepi, ia menangkap bayangan samar di antara pepohonan dan lorong-lorong sempit. Tatapan yang entah dari mana datangnya, seakan selalu mengawasi setiap gerak-geriknya. Meskipun ia berusaha menenangkan diri dengan berpikir bahwa mungkin itu hanya imajinasi semata, getaran ngeri itu terus menghantui langkahnya.
Sesampainya di kafe, Naura berusaha tersenyum dan terlibat dalam obrolan santai dengan teman-temannya. Namun, setiap kali ia menengok ke luar jendela, ia selalu merasa seolah ada seseorang yang mengintai. Suasana kafe yang biasa penuh kehangatan kini terasa sedikit dingin, seakan menjadi saksi bisu dari kecemasan yang merayapi dirinya. Di sela-sela canda dan tawa, pikirannya terus melayang pada pesan-pesan yang diterimanya semalam, yang membuatnya merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Malam harinya, ketika kembali ke apartemennya, Naura memutuskan untuk meningkatkan sistem keamanannya. Ia mengganti kata sandi, memeriksa pengaturan privasi, dan bahkan memasang kamera pengawas di beberapa sudut strategis ruangan. Namun, meskipun semua langkah itu diambil, perasaan bahwa ia sedang diawasi tetap tidak bisa dihilangkan. Setiap bunyi ketukan angin di jendela, setiap bayangan yang melintas di luar, seolah mempertegas kehadiran yang tak diinginkan itu.
Dalam keheningan malam yang semakin larut, Naura mulai mendokumentasikan setiap detail yang ia alami. Ia menuliskan setiap pesan, setiap suara, dan setiap perasaan cemas yang menyeruak dalam pikirannya. "Aku harus tahu siapa kau, dan apa maksud semua ini," tulisnya dengan tinta yang terasa berat, seolah setiap huruf adalah perisai untuk melindungi dirinya. Namun, di balik keberanian itu, tersimpan ketakutan bahwa ia mungkin tidak akan pernah menemukan jawaban atas misteri yang kini menghantuinya.
Hari demi hari berlalu, dan tanda-tanda bahaya semakin jelas. Saat ia tengah asyik bekerja di studionya, layar komputer tiba-tiba berkedip tanpa sebab yang jelas, menampilkan pesan singkat yang membuatnya terdiam:
> "Kau pikir kau aman, Naura?"
Pesan itu datang begitu tiba-tiba, seolah mengganggu konsentrasi dan mengingatkan bahwa ancaman itu mendekat. Bahkan di ruang kreatif yang seharusnya menjadi sumber inspirasi, kehadiran pesan-pesan serupa seakan merusak harmoni yang telah ia bangun.
Rasa tidak nyaman yang terus meningkat membuat Naura merasa terjebak di antara dunia kreativitas yang penuh warna dan bayang-bayang gelap yang mengancam privasinya. Ia pun mulai mencari bantuan, menghubungi seorang ahli keamanan siber untuk menelusuri jejak digital dari pesan-pesan tersebut. Namun, setiap upaya untuk mengungkap identitas pengirim selalu berakhir dengan jalan buntu. Tak satu pun petunjuk yang berhasil memecahkan misteri, meninggalkan Naura dalam ketidakpastian yang semakin mencekam.
Di tengah pergolakan batin itu, Naura juga mendapatkan dukungan dari Ryan yang dengan tulus mengungkapkan keprihatinannya melalui pesan singkat:
> "Naura, aku tahu betapa berharganya kebebasanmu dalam berkarya. Jangan biarkan bayangan ini menghentikan langkahmu. Jika kau butuh bantuan, aku akan selalu ada."
Kata-kata Ryan memberikan secercah harapan, namun bayangan ancaman itu tetap ada, mengintai di balik setiap sudut kehidupannya.
Malam itu, ketika hujan mulai turun dengan derasnya, Naura duduk termenung di ruang tamu, menyaksikan tetesan air mengalir di jendela yang basah. Suara hujan itu seolah menjadi irama duka yang menyatu dengan perasaannya. Di balik suara tersebut, ia merasakan kehadiran yang tidak kasat mata—sebuah peringatan bahwa bahaya semakin mendekat. Ia pun menyadari bahwa tanda-tanda bahaya yang selama ini ia abaikan kini menjadi panggilan untuk bertindak, untuk mempertahankan kebebasan dan keselamatan dirinya sebagai seorang seniman.
Dengan tekad yang mulai menguat, Naura memutuskan untuk mencatat semua insiden yang terjadi, menyusun timeline kronologis dari setiap pesan, setiap bayangan, dan setiap kejadian aneh yang ia alami. Ia tahu, meskipun rasa takut itu menggerogoti, satu-satunya cara untuk melawan ancaman ini adalah dengan mengetahui secara detail siapa atau apa yang berada di baliknya. Dalam setiap halaman catatan itu, ia mencoba menangkap secercah kebenaran di balik misteri yang telah mengusik kehidupannya.
🤗