NovelToon NovelToon
Stalker Cinta

Stalker Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Queensha Narendra Sakti

"STALKER CINTA"
adalah sebuah drama psikologis yang menceritakan perjalanan Naura Amelia, seorang desainer grafis berbakat yang terjebak dalam gangguan emosional akibat seorang penggemar yang mengganggu, Ryan Rizky, seorang musisi dan penulis dengan integritas tinggi. Ketika Naura mulai merasakan ketidaknyamanan, Ryan datang untuk membantunya, menunjukkan dukungan yang bijaksana. Cerita ini mengeksplorasi tema tentang kekuatan menghadapi gangguan, pentingnya batasan yang sehat, dan pemulihan personal. "STALKER CINTA" adalah tentang mencari kebebasan, menemukan kekuatan dalam diri, dan membangun kembali kehidupan yang utuh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queensha Narendra Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tanda-Tanda Bahaya

Pagi itu, matahari bersinar cerah, tetapi suasana hati Naura tetap gelisah. Setelah ancaman yang terus menghantuinya, Naura merasa seperti dikepung oleh ketakutan yang tidak terlihat. Bahkan dengan langkah-langkah keamanan yang telah diambil bersama Ryan dan polisi, ia masih merasa ada sesuatu yang salah.

Naura memulai harinya dengan berusaha fokus pada pekerjaan. Ia duduk di meja desainnya, mencoba menyelesaikan konsep poster untuk proyek klien besar. Tapi konsentrasinya terusik oleh pikiran-pikiran gelap yang tak kunjung hilang. Ponselnya tiba-tiba bergetar, mengirimkan gelombang kecemasan.

Ketika ia memeriksa layar, ternyata itu hanya pesan dari Nisa.

*"Pagi, Naura. Gimana kabar kamu hari ini? Kalau butuh apa-apa, kabari aku, ya!"*

Pesan itu sedikit menenangkan, tetapi ketakutan tetap menyelimuti. Naura menjawab singkat, mencoba terlihat kuat:

*"Aku baik-baik aja, Nis. Makasih udah selalu ada."*

Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Beberapa jam kemudian, saat Naura sedang makan siang di dapur apartemennya, suara notifikasi dari ponselnya kembali menarik perhatian. Kali ini, sebuah email anonim masuk.

*"Aku memperhatikanmu tadi pagi. Bajumu terlihat bagus, tapi kamu terlihat terlalu lelah. Jangan khawatir, aku akan selalu menemanimu."*

Naura terdiam. Ia bahkan tidak keluar rumah pagi itu. Siapa pun yang mengirim pesan ini jelas berusaha membuatnya takut. Dengan tangan gemetar, ia langsung meneruskan email itu ke polisi dan Ryan.

Tak lama setelah itu, Ryan menelepon. Suaranya terdengar penuh kekhawatiran. "Naura, kamu harus lebih hati-hati. Aku akan datang malam ini untuk memastikan semuanya aman. Kamu tidak sendirian, oke?"

Naura mengangguk meskipun Ryan tidak bisa melihatnya. "Aku tahu, Ryan. Tapi kenapa rasanya mereka semakin dekat? Aku merasa seperti tidak punya tempat untuk bersembunyi."

Ryan mencoba menenangkan Naura. "Kita akan cari tahu siapa mereka. Jangan biarkan rasa takut menguasaimu. Fokus pada apa yang bisa kita lakukan sekarang."

Malam itu, Ryan benar-benar datang ke apartemen Naura. Ia membawa beberapa perlengkapan keamanan tambahan, termasuk alarm pintu portable dan kamera pengintai kecil yang bisa dipasang di lorong apartemen.

"Ini mungkin tidak banyak, tapi setidaknya kamu bisa merasa sedikit lebih aman," kata Ryan sambil memasang alarm di pintu depan Naura.

Naura merasa bersyukur memiliki Ryan di sisinya. Dukungan darinya membuat Naura sedikit lebih tenang, meskipun bayangan ancaman itu masih menghantui.

Namun, rasa tenang itu kembali terusik ketika Ryan hendak pulang. Ketika mereka berdiri di depan pintu, Ryan memperhatikan sesuatu yang aneh di lantai. Sebuah kartu kecil tergeletak di sana, hampir tidak terlihat jika tidak diperhatikan dengan saksama.

Ryan memungut kartu itu dan membacanya. Hanya ada satu kalimat yang tertulis di sana:

*"Jangan terlalu percaya pada orang baru. Kadang mereka punya rahasia yang gelap."*

Ryan menatap Naura dengan wajah serius. "Ini sudah semakin gila. Mereka bahkan tahu aku ada di sini."

Naura merasakan darahnya berdesir. "Apa maksud mereka? Apakah mereka mengincar kamu juga?"

Ryan menggeleng. "Aku tidak tahu, tapi jelas mereka mencoba mengadu domba atau membuatmu merasa lebih takut. Kita harus tetap tenang. Aku akan berbicara dengan polisi lagi besok."

Setelah Ryan pergi, Naura duduk sendirian di ruang tamunya. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tetapi pikirannya terlalu kacau. Rasa takut itu semakin nyata, tetapi ada juga kemarahan yang mulai tumbuh di dalam dirinya.

*"Aku tidak akan membiarkan mereka menang,"* pikir Naura dengan tegas.

Keesokan harinya, Naura memutuskan untuk mengambil langkah lebih serius. Ia menghubungi konsultan keamanan yang direkomendasikan oleh Ryan. Orang itu, seorang pria bernama Ardi, datang ke apartemennya dengan peralatan canggih.

Ardi memasang perangkat keamanan tambahan, seperti sensor gerak dan sistem notifikasi langsung ke ponsel Naura jika ada aktivitas mencurigakan di depan pintunya. Ia juga memberikan tips tentang bagaimana mengenali ancaman potensial dan melindungi informasi pribadi.

"Yang paling penting adalah jangan pernah memberikan respons emosional kepada pelaku," kata Ardi. "Mereka sering mencari perhatian dan menikmati ketakutan yang mereka ciptakan. Tetap tenang, kumpulkan bukti, dan laporkan semuanya ke polisi."

Saran itu memberikan Naura sedikit kekuatan. Ia mulai merasa bahwa ia tidak sepenuhnya tidak berdaya.

Namun, situasi menjadi lebih rumit ketika ancaman itu mulai meluas ke lingkaran sosial Naura. Suatu hari, Nisa menelepon dengan nada panik.

"Naura, seseorang mengirim pesan aneh ke aku. Mereka bilang aku harus menjauh darimu kalau tidak mau sesuatu yang buruk terjadi. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?"

Naura terkejut. "Mereka menghubungi kamu juga? Ini sudah terlalu jauh, Nisa. Kita harus melibatkan lebih banyak pihak."

Nisa setuju, tetapi rasa takut itu tetap ada. Ancaman itu tidak hanya mengincar Naura, tetapi juga orang-orang yang peduli padanya.

Di tengah kekacauan ini, Naura merasa bahwa ia tidak punya pilihan selain melawan. Ia tahu bahwa jika ia terus diam, pelaku akan semakin berani. Dengan dukungan dari Ryan, Nisa, dan Ardi, ia mulai menyusun rencana untuk mengungkap siapa pelaku sebenarnya.

Naura menyadari bahwa ancaman ini bukan sekadar ujian keberanian, tetapi juga peluang untuk membuktikan bahwa ia lebih kuat dari rasa takut yang mencoba menguasainya.

Hari-hari berlalu dengan lambat, tetapi ketegangan di sekitar Naura semakin memuncak. Setiap langkah yang diambilnya terasa seperti berjalan di atas benang tipis, di mana satu kesalahan bisa membuat segalanya hancur. Ia merasa seperti menjadi buruan dalam permainan yang tidak ia pilih. Namun, yang lebih menakutkan adalah kenyataan bahwa ia tidak tahu siapa yang mengejarnya atau apa tujuannya.

Naura masih merasa bahwa ia sedang diawasi, dan meskipun perangkat keamanan baru yang dipasang memberi sedikit rasa aman, ada sesuatu yang tetap tidak terasa benar. Pada siang hari, ia masih bisa berfungsi dengan cukup baik, namun malam hari adalah waktu yang paling menakutkan baginya. Kadang, ketika terjaga di tengah malam, ia merasa seperti ada yang mengintip dari luar jendela.

Suatu malam, saat Naura sedang menonton acara televisi untuk mengalihkan pikirannya, ponselnya bergetar. Pesan yang masuk kali ini membuat hatinya berdebar kencang.

"Jangan kira kamu aman hanya karena ada kamera. Semua ini akan berakhir dalam waktu dekat. Aku tahu lebih banyak tentangmu dari yang kamu kira."

Pesan itu tidak hanya mengancam, tetapi juga menyiratkan bahwa pelaku telah mengetahui lebih banyak tentang kehidupan pribadi Naura—lebih dari yang ia kira. Nama-nama teman dekat, tempat-tempat yang ia kunjungi, bahkan kebiasaan sehari-harinya, semuanya tampak tercatat dengan rapi. Itu membuatnya merasa sangat terjepit.

Naura langsung meneruskan pesan tersebut ke Ryan, yang segera membalas dengan nada tegas. “Ini sudah terlalu jauh. Aku akan segera datang dan menemanimu malam ini. Jangan buka pintu untuk siapa pun selain aku, oke?”

Meskipun Naura ingin merasa kuat, hatinya tetap diliputi ketakutan. “Aku tidak tahu berapa lama aku bisa bertahan dengan ini, Ryan,” jawabnya dengan suara bergetar. “Ini lebih dari sekadar ancaman. Aku merasa seperti mereka benar-benar mengawasi setiap gerak-gerikku.”

Ryan mencoba menenangkan. “Kamu tidak sendirian, Naura. Aku ada di sini, dan kita akan menuntaskan ini. Bersama, kita bisa menghadapi ini.”

Sesaat kemudian, Naura mendengar ketukan di pintu. Sebelum membuka pintu, ia menatap kamera pengawas yang terpasang di atas pintu masuk, memastikan bahwa orang yang mengetuknya adalah Ryan. Hatinya berdebar keras, dan nafasnya terasa sesak. Dengan perlahan, ia membuka pintu. Ryan berdiri di luar, tampak sedikit khawatir namun berusaha terlihat tenang.

"Bagaimana keadaanmu?" Ryan bertanya, masuk ke dalam tanpa menunggu jawabannya.

“Ada sesuatu yang tidak beres,” jawab Naura, suaranya tersekat. “Mereka tahu segalanya. Aku bahkan merasa mereka bisa melihatku kapan saja.”

Ryan mengangguk serius. “Aku paham. Tapi kita tidak boleh membiarkan rasa takut ini mengendalikan kita. Kita perlu berpikir lebih jernih dan teruskan rencana kita.”

Naura menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Kita harus menemukan siapa mereka, Ryan. Tidak ada cara lain. Aku harus tahu siapa yang membuatku merasa seperti ini.”

"Dan kita akan melakukannya," jawab Ryan dengan keyakinan. "Tapi ingat, kita harus hati-hati. Orang ini jelas tahu cara memanipulasi perasaan kita. Kita tidak bisa membuat kesalahan."

Malam itu, Ryan menghabiskan waktu di apartemen Naura. Meskipun mereka terus berbicara dan memeriksa langkah-langkah selanjutnya, Naura merasakan ada beban berat yang tidak bisa ia lepaskan. Tak ada cara untuk mengabaikan perasaan waspada yang terus menghantui.

Keesokan harinya, Ardi, konsultan keamanan yang mereka hubungi, datang kembali untuk memeriksa perangkat yang telah dipasang. "Saya sudah memeriksa perangkat pengawasan, dan semuanya berfungsi baik," katanya. "Tapi kita perlu meningkatkan pengamanan di luar apartemen, terutama di sekitar parkir dan area pintu belakang. Seseorang mungkin saja sudah tahu lokasi kamu dengan pasti."

Naura merasa cemas mendengar kata-kata Ardi, tetapi ia tahu bahwa ia harus melakukan segala yang bisa untuk melindungi dirinya. “Apa lagi yang bisa saya lakukan untuk mengurangi risiko?” tanyanya.

Ardi mengangguk dan memberi beberapa saran tambahan. “Pertama, selalu waspada. Jangan biarkan orang asing tahu terlalu banyak tentang rutinitasmu. Kedua, berikan daftar kontak yang bisa dipercaya kepada polisi dan pastikan mereka tahu setiap kejadian aneh. Ketiga, kami akan terus memantau gerakan di sekitar lingkunganmu dan mencoba menemukan petunjuk tentang siapa yang mungkin bertanggung jawab.”

Naura mengangguk, bertekad untuk mengikuti semua saran tersebut. Meskipun ia merasa lebih sedikit cemas, hatinya tetap gelisah. Namun, ada hal yang Naura sadari—ia tidak bisa terus terjebak dalam ketakutan. Ia harus menemukan cara untuk melawan dan tidak membiarkan ancaman ini menguasai hidupnya lebih lama lagi.

Namun, ancaman yang datang tak hanya datang dari pihak yang tidak dikenal. Naura mulai merasakan dampak dari gangguan ini terhadap hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya. Teman-temannya mulai merasa khawatir, dan beberapa orang yang sebelumnya dekat dengannya kini menjauh. Nisa, yang selalu menjadi sahabat setia, merasa tidak enak karena tidak bisa selalu berada di sana setiap waktu. Namun, Naura tahu bahwa Nisa hanya ingin melindungi dirinya sendiri dari potensi bahaya.

Pikirannya semakin bingung ketika tiba-tiba Naura menerima pesan lagi dari sumber yang sama. Kali ini, pesan tersebut lebih mengganggu, lebih pribadi.

*"Aku tahu siapa yang kamu cintai, dan aku bisa membuat mereka menderita jika kamu terus melawan. Cobalah aku, dan lihat apa yang terjadi."*

Pesan itu berisi ancaman langsung pada orang yang paling ia sayangi—Ryan. Ini membuat Naura semakin terperangkap antara rasa takut dan rasa tanggung jawab untuk melindungi orang-orang yang dekat dengannya.

Naura merasa seakan dunia ini semakin sempit. Bayangan ancaman itu terus mengintainya, dan setiap langkah yang ia ambil terasa dipenuhi dengan kegelapan yang semakin menggerogoti. Namun, satu hal yang Naura tahu pasti adalah bahwa ia tidak bisa terus terpuruk dalam ketakutan. Ia harus berjuang, karena jika ia menyerah, pelaku itu akan menang.

1
Aulia Nur
aku tunggu kedatangan nya yaa...
🤗
Queen: terimakasih kk Aulia Nur sudah dukung aku kk
total 1 replies
grr_bb23
Halaman profil author terlihat sepi, tolong sedikit perhatian untuk pembaca yang setia!
Queen: terimakasih juga bang grr_bb23
total 1 replies
Melanie
Intensitas emosi tinggi.
Queen: iya kk cerita penuh emosi banget kk
total 1 replies
DARU YOGA PRADANA
Penuh emosi deh!
Queen: sangat banget emosi ya😭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!