"Kulihat-lihat, Om sudah menua, apakah Om masih sanggup untuk malam pertama?" ucap Haura menatap Kaisar dengan senyum sinis.
Kaisar berjalan ke arah Haura dan menekan gadis itu ke tembok. "Harusnya saya yang nanya, kamu sanggup berapa ronde?"
-
Karena batal menikah dengan William, cucu dari konglomerat terkenal akibat perselingkuhan William. Haura Laudya Zavira, harus menerima dijodohkan dengan anggota keluarga lain yaitu Om dari William, atas dasar kerjasama keluarganya dan keluarga William.
Tapi siapa sangka, laki-laki yang menggantikan William adalah Kaisar Zachary Zaffan—putra bungsu sang konglomerat, pria dewasa yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sembilan Belas
Haura perlahan membuka matanya, seolah berjuang melawan cengkeraman mimpi yang masih mengikat. Senja mulai merayap masuk melalui tirai jendela, menciptakan sulaman warna jingga yang lembut. Menguap sekali, dia mengangkat tangan dan menyentuh wajahnya yang masih terasa hangat, baru terbangun dari tidur siang.
Di sampingnya, Kaisar, sang suami, duduk bersantai di tepi tempat tidur. Ia memperhatikan Haura dengan tatapan penuh kasih. Sebuah senyuman spontan terukir di wajahnya yang tampan. Rasanya seperti berada di dalam adegan film yang hanya dialami oleh mereka yang sedang jatuh cinta. Haura menahan malu ketika merasakan tatapan hangat itu tertuju padanya.
“Baru bangun tidur, ya, Sayang?” Kaisar bertanya lembut, menarik perhatian Haura yang sedikit terkejut.
“Iya, baru … sepertinya aku tertidur sangat lama." Haura menjawab, suaranya masih terjaga dengan aroma tidur yang lembut. “Mas sudah lama bangunnya?”
“Lumayan lama. Aku lihat mama sudah menyiapkan makan malam. Kamu mau mandi dulu sebelum kita makan? Atau mau aku mandikan?" Kaisar bertanya sambil menggoda, sambil mengedipkan mata, membuat Haura merasa jantungnya berdegup kencang.
“Aku bisa mandi sendiri." Jawab Haura sambil tersipu malu. Dia jadi teringat, seharusnya dia tidak terlelap terlalu lama. “Makan malam? Berarti aku tidur cukup lama. Aku malu karena pasti Mama kerepotan tadi masak sendirian. Kenapa Mas tak bangunkan aku?"
"Mama pasti mengerti. Lagi pula ada bibi yang membantu. Kamu cukup temani aku saja seperti saat ini." Kaisar kembali menggoda istri kecilnya itu.
Haura membuka matanya lebih lebar dan menatap Kaisar, tidak tahu harus berkata apa. Hatinya bergetar menahan gembira sekaligus malu. Dia lalu berusaha bangkit dari tempat tidur, namun gagal ketika kakinya tersandung selimut yang melilit tubuhnya.
“Eh, hati-hati!” Kaisar langsung mengulurkan tangan, membantu Haura berdiri. Dia lalu memeluk pinggang istrinya, membuat wajah Haura bersemu merah.
Haura lalu menatap wajah suaminya dengan intens. Sambil tersenyum.
“Kenapa memandangi aku seperti itu? Kamu pasti kagum karena suamimu ini sangat tampan!" seru Kaisar.
Haura tiba-tiba memeluk suaminya. Dia sedikit banyak mengerti keadaan sang suami yang depresi, walau belum tahu apa penyebab pertengkaran Kaisar dan papanya. Suatu hari dia akan bertanya dengan mama Kartini.
Kaisar cukup terkejut dengan apa yang Haura lakukan. Tapi, akhirnya pria itu membalas pelukannya juga.
"Mas, aku ini sudah menjadi istrimu. Jika ada yang menjadi beban pikiran Mas, tolong katakan padaku. Biar kita bisa berbagi," ucap Haura.
"Satu-satunya yang ada dalam pikiranku saat ini hanyalah bagaimana caranya membuat kamu bahagia dan tak pernah meneteskan air mata," ujar Kaisar.
"Aku akan bahagia jika Mas juga bahagia. Kita akan berbagi apa pun itu. Jangan ada rahasia lagi di antara kita," balas Haura.
"Iya, Sayangku. Aku akan jujur apa pun itu mulai saat ini," bisik Kaisar.
Haura melepaskan pelukannya. Dia tersenyum. Kaisar mencubit hidungnya dengan pelan.
"Mandilah. Biar aku ambilkan bajumu. Di kamar mandi ini juga ada peralatan mandi. Dari pada harus naik ke lantai atas. Nanti kamu capek."
"Tapi Mas yang capek turun naik tangga mengambil bajuku," ucap Haura.
"Tak apa. Aku ini pria. Hal itu udah biasa. Mandilah. Ada handukku juga. Kamu tak apa pakai handukku? Atau aku ambil handuk yang baru?"
"Tak apa, Mas. Aku pakai handuk Mas aja. Terima kasih," ucap Haura sambil tersenyum.
Saat Kaisar akan naik ke tangga, Mama Kartini kebetulan melihatnya. Dia menyapa sang putra.
"Sayang, ayo makan malam. Panggilkan Haura sekalian," ujar Mama Kartini.
"Haura mandi dulu, Ma. Baru bangun. Ini aku mau ambilkan bajunya," jawab Kaisar.
"Setelah mandi, langsung ajak makan. Mama tunggu di meja makan!" seru Mama Kartini.
"Baik, Ma." Kaisar lalu berjalan menuju ke kamarnya di lantai atas.
Ketika akan menuju dapur, William kebetulan juga mau menuju dapur juga. Dia tersenyum melihat sang Oma.
"Oma, papa dan mama mana? Dari siang aku tak melihatnya," ucap William.
"Sudah pulang. Tak ada alasan lagi buat mereka lama-lama di sini. Perusahaan tak mungkin ditinggal lama," ujar Oma Kartini.
"Kenapa tak ada ngabari ya?" tanya William dengan suara pelan. Dia takut pertanyaannya membuat Oma marah.
"Kamu tidur, mungkin nanti setelah sampai dia kabari!" jawab Oma Kartini.
Oma Kartini lalu berjalan menuju meja makan diikuti sang cucu, William. Mereka berdua duduk berdampingan.
"Apa kamu sudah mengurus surat permohonan nikah di KUA?" tanya Oma Kartini.
"Belum, Oma."
"Mau sampai kapan? Ini pernikahan kamu. Jangan berharap orang lain yang akan mengurusnya. Belajar mandiri dan tanggung jawab. Buat nikah sendiri kenapa harus menunggu orang lain mengurusnya!" seru Oma Kartini dengan suara sedikit gusar.
"Besoklah, Oma. Aku pasti akan urus semuanya. Hanya butuh satu hari. Aku ada teman yang bekerja di KUA!" seru William.
"Ingat ... seminggu lagi pesta pernikahan kamu. Besok kamu sudah harus menyerahkan berkas. Jangan buat malu Oma!" seru Oma Kaisar.
Saat Keduanya sedang mengobrol, Kaisar dan Haura keluar dari kamar. Mereka berjalan dengan bergandengan tangan. Mata William tak berkedip memandang ke arah mantan kekasihnya itu.
Kaisar pura-pura tak melihat, dia justru makin mempererat pelukannya di pinggang Haura. Saat sampai di meja makan, dia menarik kursi buat istrinya duduk. Haura membalas dengan tersenyum dan belum menyadari jika mata William terus memandanginya.
Saat makan malam, atmosfer di meja makan terasa sedikit tegang. William duduk di seberang Haura, mantan kekasihnya yang kini telah menikah dengan oom-nya, Kaisar. Mata William kembali tak berkedip memandang Haura, yang tampak cantik dan seksi dengan kaos ketat dan hotpants.
Kaisar, yang duduk di sebelah Haura, memperhatikan bahwa William sedang memandang istrinya dengan intens. Dia merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk berbicara.
"William, apa yang kamu lakukan?" Kaisar bertanya, dengan suara yang sedikit keras.
William terkejut dan memandang Kaisar dengan mata yang sedikit terkejut. "Apa maksudmu, Om?" William bertanya, dengan suara yang sedikit pelan karena takut.
"Aku tidak suka kamu memandangi wajah istriku seperti itu," Kaisar berkata, dengan suara yang sedikit keras. "Aku ingin kamu menghormati dan memiliki batasan. Sekarang Haura telah menjadi tantemu!"
Haura, yang duduk di sebelah Kaisar, memandang William dengan mata yang sedikit tidak nyaman. "Apa yang Om Kaisar katakan itu benar, William. Aku saat ini telah menjadi istri om kamu. Jadi hormati aku seperti kamu menghormati om mu!"
William merasa sedikit malu dan memandang ke bawah. "Maaf, Om," William berkata, dengan suara yang sedikit tidak berani. "Aku tidak bermaksud membuat kamu tidak nyaman."
Kaisar memandang William dengan mata yang sedikit melotot, tapi kemudian dia memutuskan untuk tidak melanjutkan percakapan tersebut. "Baiklah, William," Kaisar berkata, dengan suara yang sedikit lembut. "Aku hanya ingin kamu menghormati kami."
"Apa yang Om Kaisar dan Haura katakan itu benar. Kamu harus menjaga batasan!" seru Oma Kartini.
Suasana di meja makan menjadi tegang. Tak ada lagi yang bersuara.
sakit banget gak tuh 😃
Ketawa jahara achhh 😂😂😂
udah tuh labrak Angel
hih.....