Lulu, seorang yatim piatu yang rela menerima pernikahan kontrak yang diajukan Atthara, demi tanah panti asuhan yang selama ini ia tinggali.
Lulu yang memerlukan perlindungan serta finasial dan Atthara yang memerlukan tameng, merasa pernikahan kontrak mereka saling menguntungkan, sampai kejadian yang tidak terduga terjadi. “Kamu harus bertanggung jawab!”
Kebencian, penyesalan, suka, saling ketertarikan mewarnai kesepakatan mereka. Bagaimana hubungan keduanya selanjutnya? Apakah keduanya bisa keluar dari zona saling menguntungkan?
Note: Hallo semuanya.. ini adalah novel author yang kesenian kalinya. Semoga para pembaca suka..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Sah
Hari ini adalah satu hari sebelum pernikahan. Lulu dibawa Atthara ke rumahnya, di mana acara akan berlangsung. Di sana sudah ada Nenek Atthara yang menunggu mereka. Beliau sengaja datang lebih awal untuk menyambut Lulu.
“Assalamu’alaikum Nenek.” Salam Lulu yang segera mencium punggung tangan Nenek Rahma.
“Wa’alaikumsalam..” jawab Nenek Rahma tersenyum.
Nenek Rahma membawa Lulu ke kamar yang disiapkan untuknya. Di sana sudah ada gaun yang Lulu pilih dan beberapa seserahan yang akan diterimanya besok. Nenek rahma juga menyiapkan hadiah pribadi untuk Lulu.
“Ini untukku, Nek?” tanya Lulu.
“Iya. Ini dulu adalah milik Ibu Atthara. Sekarang aku menyerahkannya kepada menantunya.”
“Tapi, Nek..”
“Tidak apa! Nenek sengaja menyimpannya selama ini untuk cucu menantu. Ini adalah satu-satunya perhiasan yang tersisa dari almarhum Adiba. Sekarang kamu yang harus menyimpannya!”
“Terima kasih, Nek.” Lulu menerima perhiasan tersebut untuk menghormati Nenek Rahma.
“Nenek yang seharusnya berterima kasih kepadamu. Kamu mau menerima Atthara yang seperti itu. Jika bisa, tolong bimbing Atthara untuk mengenal Tuhannya.”
“Lulu tidak bisa janji, Nek.”
“Tak apa, seiring berjalannya waktu kalian Bersama. Semoga Atthara bisa merasakan ketaatan kamu dan mau kembali mengenal Tuhannya.”
“Aamiin..”
Setelah obrolan mereka, Nenek Atthara meminta Lulu untuk tetap di kamar. Beliau ingin memingit keduanya walau hanya semalam. Lulu menurut saja dengan pengaturan Nenek Rahma, sama dengan Atthara.
Hari pernikahan.
Lulu yang baru saja menutup Al-Quran nya, mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar. Segera Lulu membukakan pintu dan menemukan 2 orang yang mengaku MUA. Lulu mempersilahkan mereka masuk. Satu orang membawa koper besar dan satunya membawa koper kecil. Sebelum mulai melakukan makeup, Lulu izin untuk mandi lebih dulu. Begitu selesai mandi, Lulu mengenakan manset gamis yang disiapkan oleh pihak butik dan hijab instan.
“Maaf, Kak. Boleh dilepaskan hijabnya?” Lulu mengangguk dan melepaskan hijabnya.
Segera kedua MUA itu berperang dengan peralatan makeup mereka. Kulit Lulu yang cenderung cerah, membuat keduanya tidak terlalu banyak melakukan effort dalam makeupnya, bahkan disela-sela makeup Lulu masih sempat sarapan. Tidak sampai satu jam mereka sudah menyelesaikan riasan Lulu dan setengah jam kemudian menyelesaikan pemasangan gaun.
“Masih ada waktu sampai akad dimulai, Kak. Kami permisi dulu.” Kata MUA yang telah membereskan kopernya.
“Terima kasih.”
“Kami yang seharusnya berterima kasih karena Kakak adalah satu-satunya pelanggan yang mengikuti saran saya.”
“Benarkah?”
“Ya, biasanya pengantin akan meminta model riasan yang mereka inginkan hingga saya dan asisten harus menyelesaikannya lebih dari satu jam.” Lulu hanya tersenyum.
Ia yang awam dengan makeup, mana tahu makeup yang bagus untuknya. Ia saja sampai sekarang hanya bisa menggunakan sunscreen, cushion, maskara dan lipstick.
Setelah MUA keluar, Nenek Rahma masuk ke dalam kamar Lulu. Beliau memuji Lulu yang terlihat manglingi.
“Masih ada setengah jam lagi. Nenek akan di sini menemani kamu.”
“Apakah nenek tidak menerima tamu?”
“Biarkan saja mereka yang mengurusnya. Nenek hanya akan bertanggung jawab membawa kamu ke meja akad.”
“Nenek, bolehkah Lulu bertanya?” tanya Lulu dengan ragu.
“Tanyakan saja!”
“Apakah sikap Mas Atthara itu bawaan lahir?” cicit Lulu.
Nenek Rahma tertawa mendengar pertanyaan Lulu. Beliau kemudian menceritakan masa kecil Atthara dan penyebab Atthara menjadi seperti sekarang. Lulu mendengarkan dengan seksama.
Ternyata Atthara yang ia kebal dingin dan jutek itu, memiliki kisah yang tidak pernah ia bayangkan. Jika dirinya memang sudah sejak awal tidak mengenal kedua orang tuanya, tidak memiliki perasaan khusus untuk mereka. Berbeda dengan Atthara yang tumbuh besar dengan kedua orang tuanya.
Tok.. Tok.. Tok..
Pintu kamar Lulu diketuk dari luar. Seseorang mengatakan jika semuanya sudah siap, tersisa menunggu mempelai Perempuan. Nenek Rahma mengatakan jika beliau akan segera membawa mempelai keluar.
“Ayo, Nak! Masa depan baru kamu akan segera dimulai.” Nenek Rahma mengulurkan tangannya.
Lulu menarik nafas Panjang sebelum menerima uluran tangan Nenek Rahma. Sebelum keluar dari kamar, Lulu mengucapkan kalimat basmalah dan hauqalah. Berharap keputusan yang ia ambil membawa kebaikan.
Nenek Rahma membawa Lulu menuju meja akad. Atthara sudah menunggu di sana Bersama penghulu dan 2 saksi. Pandangan Atthara sempat terpaku pada Lulu yang berjalan mendekat. Tetapi kemudian ia menetralkan hatinya dan mengalihkan pandangannya.
“Saudara Izqian Atthara Zaky. Saya nikahkan engkau dengan saudari Lu’lu’ul Maknunah dengan mas kawin emas senilai 10 gram, dibayar tunai!”
“Saya terima nikah dan kawinnya, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”
“Bagaimana saksi?”
“Sah!” jawab kedua saksi serempak.
“Alhamdulillah..” semua orang yang hadir mengucapkan hamdalah, tetapi beberapa dari mempertanyakan mengapa wali mempelai Perempuan tidak disebutkan.
Setelah semua proses ijab Kabul selesai, penghulu berpamitan dan acara pemberian selamat dan makan Bersama dimulai. Atthara dan Lulu juga melakukan beberapa sesi foto berdua, Bersama keluarga dan dengan para tamu.
Acara yang dimulai pukul 8 itu, selesai dipukul 11 siang. Setelah semua tamu pergi, hanya menyisakan Nenek Rahma, keluarga Bobby dan Papa Mama Atthara.
“Mengapa nama wali istrimu tidak disebutkan?” tanya Mama tiri Atthara dengan nada sarkas.
“Apa urusanmu?” tanya Atthara.
“Jelas saja urusanku! Bagaimana bisa aku membiarkanmu menikah dengan Perempuan yang tidak jelas asal-usulnya? Bukankah begitu, Pa?”
“Apa yang dikatakan Mama mu, benar. Apakah kamu sudah memastikan asal-usul istrimu? Dan mengapa nama orang tuanya tidak disebutkan?” Papa Atthara membela istrinya.
Atthara ingin menjawab, tetapi dihentikan Lulu dengan menarik lengan pakaiannya.
“Penyebutan nama Ayah tidaklah terlalu prinsip untuk sahnya akad nikah, asalkan identitas saya sudah jelas.” Jawab Lulu.
Atthara menatap Lulu tidak percaya, begitu juga dengan Nenek Rahma dan Bobby yang bahkan sudah menyiapkan argumentasi.
“Bagaimana bisa? Semua pernikahan itu harus menyertakan nama walinya!” bantah Mama tiri Atthara.
“Nama wali disebutkan untuk memastikan mempelai Perempuan bukanlah orang lain yang memiliki nama sama. Jikalau mas Atthara sudah memastikan identitas saya, nama wali tidak digunakan tidak menjadi masalah karena akad nikah tetaplahsah secara agama dan negara. Kalau tidak diperbolehkan, penghulu tidak akan mau menikahkan kami.” Jelas Lulu.
Ia tahu dengan jelas keadaan walinya, sehingga identitas sendiri sudah cukup untuk melangsungkan pernikahan yang sah.
Bobby memberikan acungan jempol untuk Lulu, sementara Atthara hanya tersenyum simpul. Nenek Rahma tersenyum Bahagia karena Lulu membuktikan dirinya adalah istri yang bisa mendukung suaminya dalam keadaan apapun.
Mama tiri Atthara tidak lagi bisa menjawab, begitu juga dengan Papa Atthara. Beliau berpikir tidak mungkin bagi Atthara untuk menyuap penghulu, sehingga menerima begitu saja pernikahan anaknya. Beliau akan mencari tahu lebih lanjut identitas Lulu nanti. Keduanya pun pergi dari rumah Atthara setelah menyerahkan hadiah pernikahan berupa butik yang bisa kapan saja Lulu Kelola.