Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
"Ibu kok marah?" tanya Rosa, ia melihat raut wajah ibunya sungguh berbeda.
"Ibu tidak marah, hanya saja ibu tidak suka jika ada orang yang mirip kakakmu. Kita tidak kenal dia kan? Ibu takut nantinya orang itu malah memanfaatkan Hana."
Ros menatap ibunya dengan bingung, lalu duduk di meja makan dengan serius. mendengarkan kata-kata sang ibu.
"Hana itu terlalu baik untuk menjalani kehidupan dengan orang asing. Ibu maunya kakak mu mendapatkan suami yang benar-benar mencintainya. Bukan yang dicintainya karena wajah yang sama dengan Mas mu.
Bagaimana kalau dokter itu sudah punya istri? Bagaimana kalau ternyata dia punya banyak perempuan? Bagaimana kalau dia tidak tulus seperti Mas mu? Bagaimana Hana akan menjalani hidupnya? Dia sudah cukup menderita, jangan sampai karena cintanya kepada Rayan malah membuat dia semakin menderita, menganggap orang lain seperti Rayan. Ibu tidak mau."
Ros terdiam, dia bahkan tak berpikir sampai ke sana. Dia sempat berpikir akan membantu sang kakak ipar untuk mendapatkan dokter tersebut meskipun tak tahu latar belakangnya.
"Ibu ingin Hana bahagia dengan laki-laki yang mencintainya. Baiknya seorang perempuan itu di cintai, bukan mencintai. Perempuan itu hanya perlu membalas cinta, bukan memberikan cinta lalu mengharapkan balasan dari pasangannya." jelas ibu, kemudian berlalu masuk ke kamar mandi meninggalkan Ros yang tak juga mengeluarkan sepatah kata.
Keduanya tidak tahu jika Hana sejak tadi berdiri dibalik gorden mendengarkan pembicaraan mereka.
Kemudian di malam itu, di rumah yang berbeda. Ustadz Fairuz dan Ustadz Yusuf sedang berbicara penting perihal tanah kedua orang tuanya yang ingin di beli oleh seseorang dari kota.
"Kalau di sini ada Klinik, pastinya warga kita tidak perlu jauh-jauh ke kota untuk berobat. Mas Fairuz sendiri tahu kalau puskesmas tidak maksimal melayani masyarakat karena kurangnya tenaga kerja. Dokter pun tidak ada." ucap Yusuf.
Fairuz pun mengangguk setuju, jadilah keduanya memutuskan untuk menjual tanah orang tuanya itu kepada seseorang yang akan membangun klinik kesehatan.
"Apa aku langsung melamar Hana saja ya Cup?"
Ustadz Fairuz berkata pelan, ia memandangi langit malam dengan runyam.
"Bukannya aku mencegah Mas. Tapi lebih baik Mas Fairuz bersabar. Takutnya Hana menolak." kata Yusuf, pria yang sangat fasih memberikan ceramah itu tahu persis Hana masih belum punya niat untuk menikah lagi.
"Bagaimana lagi sabar ku Cup. Aku sudah berusaha dari lama, sudah tiga tahun ini setelah Rayan pergi. Tapi sepertinya hati Hana tertutup sangat rapat." ujarnya, mendesah berat.
Yusuf pun ikut menarik nafas, diapun sudah berusaha membantu sang kakak, namun belum tahu hasilnya. Hanya nasehat saja yang dia berikan, tak cukup untuk meyakinkan Hana.
"Aku sudah memutuskan untuk melamar Hana apapun jawabannya, besok." begitulah putus Fairuz, dia tidak mau kalah langkah dari orang-orang lain, sudah pasti ada banyak yang ingin mendapatkan Hana.
Keesokan harinya.
Lepas pengajian seperti biasanya. Hana pulang paling akhir, membiarkan yang tua lebih dulu beranjak melewati pintu. Dia masih duduk merapikan mukenanya.
"Maaf Hana, apakah kamu ada waktu sebentar?" Fairuz mendekati Hana yang sedang melipat mukenanya itu menoleh.
"Tentu Ustadz." jawab Hana.
Fairuz pun melihat hampir semua orang berjalan keluar. Hingga tersisa Hana, Rosa dan adiknya, Yusuf.
"Ade ape ustadz, nampak Ade hal yang sangat penting?" tanya Hana, ia pun penasaran.
Hingga sejenak mereka terdiam, sedangkan Rosa sedikit menjauh mengerti. Memberi ruang kepada Ustadz Fairuz yang gelisah sejak tadi.
"Hana." Fairuz pun menjeda. Ia sedikit ragu, terlebih lagi melihat sorot mata Hana yang indah, hatinya jadi kian tak menentu.
"Ada hal yang ingin saya sampaikan kepadamu." lanjut Fairuz.
"Katakan lah, Hana akan dengarkan." ucap Hana lagi, suaranya terdengar halus, demikian tak mengurangi logat bahasa Melayunya.
Fairuz pun menarik nafas lagi meyakinkan diri. "Hana, aku sudah menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan isi hatiku kepadamu. Tapi rasanya, waktu pun seperti tak memberi izin untuk duduk bersama membicarakannya dengan mu. Hingga saat inilah aku meyakinkan diri meskipun aku tidak tahu jawaban mu nanti."
Hana bergeming, sebagai wanita yang sudah pernah jatuh cinta dan menikah, tentulah dia tahu maksud dari ustadz Fairuz padanya.
"Hana, maukah kamu menjadi istriku, pendamping hidupku." ucap Fairuz tak mau menunda lagi.
Seketika suasana lengang, bahkan tangan Rosa yang sejak tadi sibuk menata lemari berisi buku keagamaan itupun terhenti.
Hana menjadi bingung, ia mengangkat wajahnya, memandangi wajah sang ustadz Yusuf, terlihat serius.
Fairuz pun tak kalah tampan dari almarhum Rayan. Tubuhnya tinggi dan tegap, kulitnya kuning kecoklatan, wajahnya bersih dan tampan, hidungnya mancung dengan kumis tipis menghiasi di sekitar bibirnya. Dan nilai plus nya, dia seorang ustadz muda.
Dia ragu, memikirkan apa yang di katakan sang ibu mertua kemarin itu. Secara tidak langsung sudah menjelaskan bahwa sang ibu tidak ingin dia mengejar dokter yang tidak tahu kehidupannya.
Hana tak menampik, apa yang ibu katakan semuanya benar. Dia tidak menyalahkan, bahkan pemikirannya lah yang sejujurnya tak berdasar. Merindukan Rayan, ingin melihatnya di wajah orang lain tanpa memikirkan bagaimana tanggapan orang tersebut.
"Hana." panggil ustadz Fairuz lembut, ia tahu Hana sedang memikirkan hal lain, Rayan sudah pasti, dia dapat menebaknya.
"Ustadz, bolehkah Hana memikirkan terlebih dahulu?" tanya Hana dengan suara pelan sedikit bergetar.
Ya, suaranya selalu pelan dan halus. Bahkan seorang ustadz pun mengakuinya.
Senyum Fairuz pun mengembang, meskipun belum mendapatkan jawaban yang pasti, namun hatinya sangat bahagia. Ada harapan yang tercipta dari permintaan Hana.
"Ya. Tentu saja, aku akan menunggu sampai kamu benar-benar yakin." jawab Ustadz Fairuz tersenyum senang. Lalu kembali melanjutkan kata-katanya. "Aku tidak akan melarangmu mengingat Rayan, aku paham bagaimana kamu begitu mencintainya. Aku hanya ingin menjadi pendampingmu, menemanimu menjalani hari-hari yang berat itu, dan membaginya bersamaku, agar kamu tidak merasa sendirian."
Setitik air mata jatuh tak terasa mendengar kata-kata menyentuh dari Fairuz. Sejenak ia memandangi pria itu, lalu kembali menunduk. Tak sanggup rasanya membandingkan wajah Rayan dengan Fairuz, mereka adalah orang yang berbeda. Tapi tak memungkiri pula, hatinya terasa nyaman melihat senyum dan tatapan tulus dari pria dewasa yang melamarnya itu.
Setelah beberapa saat diam, akhirnya Rosa membuka obrolan dengan Hana, mereka pulang berjalan kaki menuju rumah yang tidak terlalu jauh.
"Kak." panggilnya.
Hana tak menjawab, ia menoleh sekilas lalu kembali menatap jalanan beraspal itu.
"Menurut kak Hana, apakah dokter Adrian itu sudah menikah?" tanya Rosa, dia masih saja memikirkan pria yang mirip kakaknya.
Hana menggeleng, ia tak ingin membahasnya lagi.
Apabila Allah sudah letakkan rindu di sudut hati, maka dia akan datang dengan segala cara untuk menemui sang pemilik hati.
Hana tak ingin berharap, dia sudah punya Rayan yang abadi di dalam hati.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..