Kiana hanya mencintai Dio selama sembilan tahun lamanya, sejak ia SMA. Ia bahkan rela menjalani pernikahan dengan cinta sepihak selama tiga tahun. Tetap disisi Dio ketika laki-laki itu selalu berlari kepada Rosa, masa lalunya.
Tapi nyatanya, kisah jatuh bangun mencintai sendirian itu akan menemui lelahnya juga.
Seperti hari itu, ketika Kiana yang sedang hamil muda merasakan morning sickness yang parah, meminta Dio untuk tetap di sisinya. Sayangnya, Dio tetap memprioritaskan Rosa. Sampai akhirnya, ketika laki-laki itu sibuk di apartemen Rosa, Kiana mengalami keguguran.
Bagi Kiana, langit sudah runtuh. Kehilangan bayi yang begitu dicintainya, menjadi satu tanda bahwa Dio tetaplah Dio, laki-laki yang tidak akan pernah dicapainya. Sekuat apapun bertahan. Oleh karena itu, Kiana menyerah dan mereka resmi bercerai.
Tapi itu hanya dua tahun setelah keduanya bercerai, ketika takdir mempertemukan mereka lagi. Dan kata pertama yang Dio ucapkan adalah,
"Kia, ayo kita menikah lagi."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana_Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Kiana memilih pulang sendiri sore itu. Tidak menerima ajakan si penggoda, Arshaan untuk diboncengnya sampai depan rumah. Juga mengirimkan pesan pada Dio untuk tidak menjemputnya. Ia hanya memesan taksi online, mendengarkan lagu lagi syantik-nya Siti Badriah yang diputar si supir di dalam mobil, juga hujan yang deras menjadi pelengkap.
Kiana setengah berlari ketika turun dari mobil menuju rumahnya. Sayangnya, intensitas hujan berat tetap saja membuat baju dan rambut Kiana basah.
"Ya ampun, non. Mbok ambilkan handuk ya." Mbok Dar segera berlari ke dalam, mengambilkan Kiana handuk.
"Makasih, mbok."
Kiana masih sibuk mengeringkan kepalanya yang basah ketika Dio keluar dari kamarnya. Laki-laki itu berhenti sekitar 5 meter dari tempat Kiana duduk. Keduanya terdiam dan hanya saling memandang. Hingga akhirnya, Dio memilih menghampiri Kiana.
"Harusnya aku tetap jemput kamu ke kantor biar kamu nggak hujan-hujanan begini."
Kiana terkejut, tentu saja. Bukan hanya karena Dionata yang dingin itu akhirnya bisa ngomel dan terlihat khawatir, melainkan juga sebab tangan laki-laki itu mengambil alih handuk yang ada di tangan Kiana. Ia mengeringkan rambut Kiana dengan cekatan.
"Takutnya urusan kamu dan Rosa belum selesai," cicit Kiana. Perempuan itu tidak berani memandang ke depan, pada wajah Dio. Ia lebih memilih memandang ke mana saja selama bukan wajah suaminya.
"Aku cuma anterin Oca ke rumah sakit," jawab Dio pelan. Ia berhenti mengeringkan rambut Kiana. "Kenapa tadi main turun aja di mobil?"
"Kamu tahulah ... skala prioritas," jawab Kiana seraya tersenyum miris.
"Kalau ngomong itu lihat orangnya." Dio menangkup pipi Kiana dengan kedua telapak tangannya untuk kemudian dibawanya menghadap ke arahnya. "Aku bisa anterin kamu dulu ke kantor sebelum ke rumah sakit."
Kiana selalu saja merasa demikian, bahkan ketika bertahun-tahun berlalu. Dio selalu memberi efek yang luar biasa lewat kehadirannya. Hatinya yang berdebar, pipinya yang akan merona, rasa salah tingkahnya yang tidak bisa ditutupi. Dio memberikan sihir yang kuat bagi Kiana.
"Kenapa Rosa masih terus pacaran sama Jenarka kalau ternyata laki-laki itu se-toxic itu?" tanya Kiana.
Dio melepaskan tangannya dari pipi Kiana. Bingung menjawab apa, sebab tidak mungkin mengatakan seperti yang Rosa jabarkan.
"Love is blind, 'kan?"
Kiana diam. Ia tidak bisa juga menyalahkan Rosa bila memang perempuan itu sudah dibutakan cinta. Tak perlu jauh-jauhlah contohnya. Lihat Kiana, ia juga sama bodohnya bila sudah berhubungan dengan Dio. Seharusnya, saat tahu suaminya mencintai perempuan lain, Kiana mengajukan cerai. Bila situasi ini terjadi pada manusia normal.
Catat, normal.
Kiana rasa dirinya tak normal, sebab ia tidak ingin bercerai dari Dio sekarang.
Ia mencintai laki-laki itu.
Sangat.
"Kamu juga begitu, 'kan?" tanya Kiana, atau lebih tepatnya perempuan itu ingin mengonfirmasi.
Dio sesaat menatap Kiana untuk kemudian mengalihkan atensinya pada hujan yang masih juga deras di luar sana. "Aku rasa kamu tahu jawabannya."
Kiana mencelos, lagi. Ia selalu saja berharap, jawaban Dio akan berbeda.
"Sebaiknya kamu segera mandi, takutnya nanti sakit."
Dio bangkit, meninggalkan Kiana dalam hening.
Selalu begitu, percakapan berakhir.
...^^^^...
...7 April 2018...
Sayap Kasih Foundation mengadakan gathering pada 10 April sebagai perayaan yang ke-10 tahun. Hal itu dilaksanakan di puncak selama 3 hari 2 malam. Ada 40 peserta dalam acara tersebut, termasuk karyawan, OB dan relawan. Membuat wajah-wajah antusias sebab akan menikmati liburan setelah hampir 3 bulan disibukkan beberapa project kemanusiaan.
Tidak terkecuali, Kiana.
Ia yang antusias bahkan janjian untuk shopping bersama dengan Jehan, bestie barunya di kantor. Keduanya akan membeli beberapa pakaian yang cocok untuk di pakai ke puncak nanti.
"Mau ke mana?" tanya Dio yang sedikit kaget karena di hari minggu yang menurut Kiana berharga itu, si perempuan tidak bangun siang seperti biasanya. Ia nampak sudah selesai mandi dan akan menikmati sarapan.
"Mau shopping sama Jehan," jawab Kiana dengan mulut penuh. Ia mengunyah nasi gorengnya sambil matanya terus fokus pada ponselnya. Ia membuka marketplace untuk memilih beberapa hal tidak penting seperti jepit rambut.
Dio duduk di samping Kiana. Laki-laki itu terus memperhatikan Kiana yang nampak sibuk. "Katanya mau shopping, tapi kenapa sibuk beli di marketplace?"
Kiana menghentikan aktifitasnya. Ditatapnya Dio. "Iseng aja, lagipula sarapan sambil bengong takut bikin kesambet," balasnya sarkas.
Dio tahu, Kiana sedang menyindirnya. Mereka berdua memang sejak kemarin lebih sering diam, termasuk kegiatan di meja makan. Padahal sebelum-sebelumnya, mereka masih makan dengan sesekali bercakap-cakap membahas kegiatan di kantor dan lainnya. Walau Kiana yang lebih mendominasi percakapan, tapi Dio masih mengimbanginya.
Tapi sejak sore kemarin, mereka totally diam.
"Aku antar kamu," uajr Dio membuat perempuan itu terkejut.
Kiana menganga.
"Telan dulu makanannya," komentar Dio.
Lekas Kiana menelan makanannya. Memburu protes pada Dio yang tidak biasanya.
"Kamu beneran kesambet?"
Dio memicing. "Apa?"
"Ngapain antar aku? Kan kita bukannya mau ke acara keluarga atau perusahaan."
Kiana mengatakan itu dengan rasa nyes di hatinya. Mereka memang sering bepergian bersama hanya dalam konteks kebutuhan. Artinya, bila itu berkaitan dengan perusaan dan urusan keluarga Dierja. Sedangkan urusan personal, Dio dan Kiana selalu sendiri kemanapun pergi.
"Memangnya salah kalau aku antar kamu?"
Kiana tertegun sesaat. "Iya nggak sih, tapi rasanya aneh saja," jawabnya pelan seraya menggaruk tengkuknya yang terasa tak gatal.
"Aneh apanya?"
"Aneh dong, soalnya tiba-tiba," todong Kiana curiga.
"Apa?"
"Nggak jadi," jawab Kiana mengurungkan jawaban.
Ia melanjutkan makannya tanpa mengungkapkan praduganya. Ia tidak mau Dio menertawakannya sebab terlalu ke-ge-er-an dengan mengira laki-laki itu cemburu soal Arshaan kemarin. Walau Kiana tahu bahwa jelas sekali laki-laki itu melihat ia naik ke motor Arshaan, tapi tidak pernah ada yang tahu isi hatinya.
Dio sulit ditebak.
Lagi pula, satu-satunya perempuan yang bisa membuat Dio jealous hanya Rosa.
"Aku mau mandi dulu." Dio bangkit dengan cangkir kopinya ke dalam kamar. Belum sempat lelaki itu masuk, Kiana berseru dan menghentikan langkahnya.
"Aku pergi sendiri aja, sudah janjian sama Jehan soalnya."
Dio menatap Kiana untuk beberapa saat tanpa kata yang keluar. Seperti hendak mengatakan banyak hal, namun urung dan hanya kata singkat yang akhirnya lolos.
"Ya sudah."
Setelahnya, Dio masuk ke dalam kamar meninggalkan Kiana yang merasa nasi gorengnya tidak seenak tadi. Ia meletakkan piringnya di tempat cuci piring dan memilih melangkah menuju kamarnya. Setidaknya ia punya waktu satu jam untuk menyesali perkataannya yang menolak tawaran Dio untuk mengantarnya hari ini.
^^^^
Jangan lupa tekan like
jahat bgt ih..
pgn tak geprek si dio