Erika gadis biasa yang harus bekerja keras untuk menyambung hidup karena dia menjadi tulang punggung keluarga.
Namun karena parasnya yang cantik membuat gadis seumurannya iri terhadapnya karena banyak pemuda desa yang ingin mendekatinya.
Hingga suatu hari Erika harus terjebak dalam situasi yang membuat dirinya harus terpaksa menikahi seorang pria asing yang tidak di kenalnya karena kecerobohannya sendiri dan di manfaatkan oleh orang yang tidak menyukainya.
Tara, nama pria itu yang bekerja di salah satu proyek perumahan di desa Erika.
Bagaimanakah kisah Erika dan Tata menjalani kehidupannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astri Reisya Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Mata ku terbuka dan pertama yang ku lakukan adalah menyentuh perutku dan sekarang perut sudah rata, aku pun meneteskan air mata karena yang ada dalam pikiranku adalah bayi dalam perut ku sudah tidak ada. Aku melihat ke sampingku di sana ada bang Tara yang tertidur dengan posisi duduk. Hatiku semakin sakit saat melihat sosok bang Tara karena aku telah gagal menjaga calon anak kita. Ku sentuh kepalanya dan itu membuat bang Tara terbangun.
"Sayang, kamu sudah sadar!, aku paling dokter dulu" ucapnya namun aku tahan.
"Ada apa? " tanya nya dan kembali duduk.
"Maafin aku bang" ucapku dan bang Tara mengerutkan kening.
"Aku gak bisa jaga anak kita" lirih ku.
"Maksud kamu apa?" tanya nya, "dia ada di sana" tunjuk nya ke box di samping tempat tidur ku. Aku pun mengikuti arah tunjuk nya dan aku melihat seorang bayi mungil sedang terlelap.
"Bang", Bang Tara mengangguk dan aku tersenyum karena pikiran ku salah.
" Aku panggil dokter dulu"ucapnya lalu bangkit dan keluar dari kamar.
Ku tatap bayi mungil di sampingku yang tertidur dengan pulas. Senang karena akhirnya aku bisa melihat dia lahir ke dunia ini.
Dokter pun datang dan langsung memeriksa keadaan ku, hasilnya bagus. Setelah dokter keluar aku minta untuk bangun namun bang Tara melarang dia hanya membantu menaikan tempat tidur jadi aku bisa bersandar.
"Aku ingin gendong dia bang" pinta ku.
"Jangan dulu, kondisi kamu belum benar-benar sehat, lagian Faiz sedang tidur" balas bang Tara.
"Faiz? " tanya ku.
"Iya sayang, aku beri nama dia Faiz Dirgantara Pratama" jawab nya.
"Abang kenapa gak tanya aku dulu, langsung ngasih nama saja" omel ku karena kesal.
"Gimana aku mau tanya, kamu saja hampir satu minggu gak bangun-bangun" balas bang Tara.
Aku pun terdiam karena gak bisa bales ucapannya lagi.
"Maaf ya sayang" ujar nya lalu mencium tangan ku.
"Ya sudah lagian sudah terlanjur juga" balas ku.
Aku pun langsung menanyakan kabar Davin dan bang Tara bilang Davin tidak ada luka parah dan dia sudah baik-baik saja. Namun saat bang Tara memberitahu kabar Davin aku merasa dia sepertinya enggan untuk memberitahu ku. Aku sadar aku salah karena membuat kesalahan yang hampir kehilangan anak kami. Namun untuk saat ini aku tidak akan bertanya atau membahasnya dulu, nunggu aku benar-benar pulih baru aku akan menjelaskannya.
Selama di rumah sakit semua keluarga bang Tara bergantian untuk menjagaku. Keluarga ku pun sudah tahu dan mungkin mereka belum bisa datang karena Alma sedang ujian. Setelah hampir dua minggu aku di rumah sakit akhirnya hari ini aku di perbolehkan pulang. Bang Tara langsung menjemput ku. Saat sampai di rumah aku di buat kaget karena semua keluarga bang Tara hadir bahkan mbak Melda yang jauh saja datang.
"Akhirnya keponakan ku pulang" ucap mbak Melda dan langsung mengambil alih anak ku dari gendongan teh Nina.
"Aduh cakep nya, ngalahin bang Davin" ucapnya.
"Lah kok di bandingkan dengan ku" ucap Davin dari tengah rumah.
"Lah terus mau di bandingkan dengan siapa? " tanya mbak melda.
"Yah sama ayah nya lah, kan om Kian ayah nya" balas Davin.
"Beuh, kalau di bandingkan dengan ayahnya, gak seru karena mereka bagaikan pinang di belah dua"ujar mbak Melda.
Davin hanya memutar bola mata malas. " Sudah-sudah jangan pada ribut di depan pintu, ayo masuk"ucap bunda melerai perdebatan keponakan dan tante.
Aku hanya memperhatikan bang Tara yamg dari tadi diam tidak ikut bicara dan sepertinya dia masih kesal pada Davin dan mungkin masih dendam. Aku pun memegang tangannya dan membuat bang Tara kaget dan langsung menatap ku.
"Ayo masuk" ajak ku dan bang Tara pun masuk.
Di dalam semua orang mengerumuni anak ku dan aku hanya bisa tersenyum melihat pemandangan itu.
"Ayo masuk, aku ingin bicara" ajak ku pada bang Tara dan dia pun masuk mengikuti ku ke kamar.
Aku ajak dia duduk di tepi tempat tidur ku pegang tangannya dan ku tatap wajah nya.
"Aku tau selama ini abang ingin mendengar penjelasan ku tentang kejadian malam itu kan? " ucap ku dan bang Tara tidak menjawab.
"Sebelum malam itu, siang nya polisi datang ke rumah memberitahu jika Davin di tahan di kantor polisi akibat dia bermasalah dengan pengendara lain di jalan" ucap ku dan bang Tara masih diam tidak membalas.
"Aku langsung pergi bersama mang Dudung karena di rumah tidak ada orang selain aku. Kondisi Davin siang itu sudah babak belur namun tidak parah dan setelah aku datang dia pun di keluarkan karena aku yang menjadi walinya" lanjut ku.
"Untuk malamnya, aku terbangun karena haus dan saat di dapur aku melihat Davin keluar rumah dan aku yang penasaran aku mengikutinya, namun anehnya Davin tidak bawa kendaraan dan bilang pada penjaga rumah dia akan beli rokok"mengusap tangannya.
" Aku yang merasa bertanggung jawab di rumah hari itu, khawatir Davin kenapa-napa jadi aku suruh penjaga rumah untuk mengikuti Davin dan benar saja Davin sedang di keroyok dan kami bertiga mencoba membantu namun aku malah di dorong dan membuat aku jatuh"lanjut ku.
"Aku marah karena kamu gak mikirin keadaan kamu yang sedang hamil, kenapa kamu harus mikirin Davin yang jelas-jelas dia gak suka sama kamu" balas bang Tara.
"Nah itu, aku cuman ingin ngasih tau sama Davin kalau aku tidak seburuk itu" timpal ku.
"Kamu tau alasan Davin dingin dan seolah-olah sangat benci kamu? " tanya bang Tara.
Aku hanya menggelengkan kepala karena memang tidak tahu.
"Karena dia sempat naksir kamu" ucap bang Tara.
Aku langsung kaget dan menatap bang Tara.
"Mungkin kamu lupa pernah bertemu Davin sebelumnya tapi Davin mengingat nya" lanjutnya.
Aku pun terdiam karena kaget dengan ucapan bang Tara, aku tidak pernah berpikir jika Davin bisa naksir pada ku yang jelas-jelas aku lebih tua darinya.
"Sekarang yang terpenting kamu jangan memikirkan cara agar Davin tidak membenci kamu, karena dia gak. pernah membenci kamu, dia hanya ingin menghilangkan perasaan sukanya pada mu dengan cara jutek"lanjutnya lalu memeluk ku dan mencium kening ku. Aku pun membalas pelukannya.
"Ingat belum waktunya" sindir bunda yang masuk kamar dan membuat aku dan bang Tara terkejut.
"Bunda apaan sih" ucap ku setelah melepaskan pelukan ku.
"Ini Faiz ingin mimi dari tadi nangis, kalian malah asik. berduaan" omel bunda dan membuat aku malu.
Aku pun mengambil Faiz dari gendongan bunda.