Di Sektor 5, kekuasaan, loyalitas, dan reputasi adalah segalanya. Setelah cedera menghentikan karier balapnya, Galang kembali ke kota asal hanya untuk mendapati jalanan dikuasai oleh 12 geng brutal, dipimpin oleh Blooded Scorpio yang kejam. Ketika sahabatnya, Tama, menjadi korban, Galang terpaksa kembali ke dunia balapan liar dan pertarungan tanpa ampun untuk mencari keadilan. Dengan keterampilan balap dan bela diri yang memukau, ia menantang setiap pemimpin geng, menjadi simbol harapan bagi banyak orang di tengah kekacauan. Namun, musuh terbesar, Draxa, pemimpin Blooded Scorpio, menunggu di puncak konflik yang dipenuhi pengkhianatan dan persatuan tak terduga, memaksa Galang menghadapi bukan hanya Draxa, tetapi juga dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banu Sahaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balapan Dengan Sang Raja
Langit malam semakin pekat ketika Galang memacu motornya menuju jalan raya utama, tempat Leo Pride sudah berkumpul. Lintasan itu bukan jalan biasa—ini adalah arena yang dibentuk oleh kekuasaan dan kebanggaan mereka. Aspalnya yang kasar, bercampur debu dan kerikil, menjadi saksi banyak pertempuran di masa lalu.
Ketika Galang tiba, sorak-sorai langsung memenuhi udara. Anggota Leo Pride mengelilinginya, sebagian bersiul mengejek, sebagian lainnya memandang dengan rasa ingin tahu. Mereka tahu siapa Galang—nama yang belakangan ini menghantui geng-geng motor di Sektor 5. Tapi mereka juga tahu siapa yang akan dia hadapi malam ini.
Di ujung lintasan, Raja ‘Lion’ Suryana berdiri di samping Ducati Diavel 1260-nya. Tubuh tegapnya diterangi oleh cahaya lampu motor yang diarahkan ke arahnya, menciptakan bayangan besar di aspal. Ia mengenakan helm setengah terbuka, memperlihatkan senyuman yang penuh keyakinan. Dengan santai, ia melambaikan tangan kepada Galang.
"Selamat datang, Galang," katanya, suaranya menggema di tengah keheningan yang tiba-tiba meliputi. "Kau tepat waktu. Itu pertanda baik."
Galang turun dari motornya tanpa berkata apa-apa. Dengan tenang, ia melepas helm dan meletakkannya di setang. Pandangannya langsung tertuju ke lintasan, mengabaikan tatapan menantang dari Raja dan ejekan dari anggota geng lainnya. Ia tidak perlu membuang waktu untuk basa-basi. Malam ini adalah tentang membuktikan siapa yang lebih unggul.
Raja terkekeh pelan, lalu mengangkat tangan untuk memanggil salah satu anak buahnya. Seorang pria muda dengan jaket Leo Pride mendekat, membawa bendera hitam kecil. "Kita akan balapan satu putaran penuh. Lintasan lurus, tikungan tajam di ujung, dan kembali ke garis awal. Tidak ada bantuan, tidak ada trik. Hanya kau dan aku," kata Raja, matanya berbinar dengan semangat.
Galang hanya mengangguk. Ia mengamati lintasan itu sekali lagi, menghafal setiap detailnya. Lintasan ini jelas dirancang untuk motor besar seperti Ducati milik Raja, dengan akselerasi tinggi di lintasan lurus dan traksi yang cukup kuat untuk tikungan lebar. Tapi di tikungan tajam, bobot motor itu akan menjadi kelemahan.
"Siapkan posisi kalian!" teriak pria pembawa bendera.
Raja memasang helmnya, lalu menaiki Ducati-nya dengan gerakan santai. Suara mesin motor besar itu meledak seperti auman singa, membuat kerumunan bersorak. Galang, dengan tenang, menyalakan mesin Honda CBR 1000RR Fireblade miliknya. Suaranya jauh lebih halus, tetapi bagi mereka yang paham motor, itu adalah tanda efisiensi dan kontrol.
Kedua motor sejajar di garis start. Raja menoleh ke arah Galang, memberi senyuman penuh arti. "Kau siap kalah, anak muda?"
Galang tidak menoleh. Ia hanya memusatkan pandangannya ke depan, menunggu aba-aba dimulai.
"Bersiap!" teriak pria itu sambil mengangkat bendera tinggi-tinggi.
Suara mesin motor meningkat, getarannya terasa hingga ke dada semua orang di sekitar lintasan. Dalam sekejap, bendera itu turun.
Ducati Diavel melesat seperti peluru, meninggalkan jejak debu di belakangnya. Akselerasi brutalnya langsung membuatnya memimpin beberapa meter di depan Galang. Kerumunan bersorak keras, memuji keunggulan pemimpin mereka. Raja melirik spion dengan puas, melihat Galang yang tampaknya tertinggal jauh.
Tapi Galang tidak panik. Ia menjaga kecepatan stabil, membiarkan Ducati itu melaju lebih jauh. Ini adalah bagian dari strateginya. Lintasan lurus adalah kekuatan Ducati, tetapi balapan ini bukan hanya tentang kecepatan. Ia menunggu tikungan pertama.
Ketika mereka mendekati tikungan tajam di ujung lintasan, Raja mulai mengurangi kecepatan. Bobot Ducati-nya yang besar memaksanya mengambil sudut lebih lebar untuk menjaga keseimbangan. Namun, Galang melihat peluang itu. Dengan gerakan yang sangat terlatih, ia memiringkan Fireblade-nya hingga hampir menyentuh aspal, meluncur di sisi dalam tikungan dengan presisi sempurna.
Ban belakang Fireblade-nya memercikkan api kecil saat ia melibas tikungan, meninggalkan Ducati Raja di belakang. Penonton terkejut, beberapa bahkan terdiam saat menyaksikan manuver itu.
"Keparat!" maki Raja, menekan gas lebih keras untuk mengejar.
Galang kini memimpin, tetapi ia tahu bahwa keunggulan ini hanya sementara. Raja akan menyusul di lintasan lurus berikutnya. Dan benar saja, Ducati itu kembali mendekat, raungan mesinnya semakin keras saat melibas jalanan dengan kecepatan tinggi.
Di lintasan lurus pendek, Raja mencoba menyalip dari sisi luar. Tetapi Galang tidak memberinya celah. Ia menjaga posisinya di jalur tengah, memaksa Raja untuk mengurangi kecepatannya. Ketika mereka mencapai tikungan berikutnya, Galang kembali menunjukkan keahliannya, memanfaatkan kelincahan Fireblade untuk melesat lebih jauh.
Sorakan penonton mulai berubah. Beberapa anggota Leo Pride yang awalnya mendukung Raja kini mulai terpukau oleh keahlian Galang. Bahkan mereka tidak bisa menahan rasa kagum saat melihat pria itu mengendalikan motornya seolah-olah ia menyatu dengannya.
Lintasan terakhir adalah bagian paling berbahaya—sebuah jalan sempit dengan dinding beton di kedua sisinya. Raja tahu ini adalah kesempatan terakhirnya. Ia menekan gas hingga maksimal, mencoba menyusul Galang dari sisi dalam.
Namun, Galang sudah menduganya. Ketika Ducati itu mendekat, ia dengan cepat memanfaatkan momentum untuk memotong jalur di depan Raja, memaksanya memperlambat motornya untuk menghindari tabrakan. Manuver itu membuat Ducati kehilangan keseimbangan sesaat, memberi Galang cukup waktu untuk melesat keluar dari lintasan sempit dengan kecepatan penuh.
Honda CBR 1000RR Fireblade itu melintasi garis finis lebih dulu, hanya beberapa detik sebelum Ducati. Sorakan keras meledak dari kerumunan, kali ini bukan hanya untuk Raja, tetapi juga untuk Galang. Mereka tahu bahwa mereka baru saja menyaksikan sesuatu yang luar biasa.
Raja menghentikan motornya dengan kasar, napasnya berat di balik helm. Ia turun dengan gerakan cepat, melepas helmnya dan melemparkannya ke tanah. Wajahnya penuh kemarahan, tetapi itu segera digantikan oleh senyuman tipis. Ia mendekati Galang yang baru saja turun dari motornya.
"Kau menang," katanya dengan suara rendah. "Aku benci mengakuinya, tapi kau memang lebih baik."
Galang hanya menatapnya tanpa ekspresi. "Kau tahu apa yang kau janjikan."
Raja mengangguk. "Aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Itu kata-kataku." Ia menoleh ke arah anak buahnya, memberi isyarat agar mereka pergi. "Ayo, kita selesai di sini."
Ketika Leo Pride meninggalkan tempat itu, Galang berdiri sendirian di tengah lintasan, memandang motornya yang kini terasa lebih seperti rekan seperjuangan daripada sekadar kendaraan. Tetapi ia tahu, meskipun malam ini ia menang, tantangan yang lebih besar masih menunggunya.