NovelToon NovelToon
Kau Campakkan Aku, Kunikahi Abangmu

Kau Campakkan Aku, Kunikahi Abangmu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Si Mujur
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Layli Dinata

Hubungan Inara dan Artha harus kandas karena perselingkuhan Artha. Padahal mereka sudah mau menikah.

Malu pernikahan batal, Inara terpaksa menyetujui perjanjian dengan Argha, kakak Artha demi untuk membalas Artha dan tidak mempermalukan orang tuanya.

Inara kalah dengan perasaannya. Ia jatuh cinta pada suaminya yang misterius. Hanya saja, dendam Argha membuat Inara merasa rendah diri. Dan godaan Artha selalu datang pada mereka.

Akankah Argha dan Inara bisa bersatu, atau masa lalu Argha akan terus membuat jarak di antara mereka dan memilih berpisah demi kebaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Layli Dinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 16 Jangan Sembarangan Menilai

Di dalam kamar, Milea dan Reyhan sibuk membahas mengenai Inara yang tanpa kabar. Keduanya merasa sangat cemas.

“Gila, sampai sekarang, Inara susah banget dihubungi. Dia ada telpon gak, sih, Rey?” tanya Mili yang mencoba menghubungi nomor Inara, tetapi selalu di luar jangkauan.

“Tidak, tuh. Kenapa ya? Apa dia ganti nomor?” Reyhan sendiri juga berusaha mengirim pesan singkat pada Inara, tetap cek list satu.

“Mustahil. Mamanya aja sampai enggak tahu. Aku sudah terlanjur bilang lagi kalau dia putus sama Pak Artha. Dia bakalan marah gak, ya? Masalahnya Tante Susi sampai ngomel-ngomel begitu.”

Reyhan geleng-geleng kepala. “Entahlah, Mil. Aturannya kamu tidak usah bilang dulu sama Tante Susi. Kamu tahu, kan mamanya Inara seperti apa? Masalahnya dia bisa ngamuk. Aku coba samperin Inara di kost-annya enggak ada pula.”

Mili yang baru saja pulang dari rumah sakit kembali pusing. Masalah Inara benar-benar membuatnya sakit kepala. Tidak biasanya Inara akan menghilang seperti ini.

“Mil. Kita enggak usah cemas. Inara bersama Pak Argha. Dia aman.” Reyhan mencoba untuk berpikir lebih positif lagi. Mengngat Argha adalah orang yang terpandang.

“Gimana aku  enggak cemas! Kamu tahu sendiri betapa tegasnya Pak Argha. Dia bahkan bisa membunuh seseorang dengan tatapannya itu. Aku curiga, kalau Inara cuma buat nutupin statusnya aja. Kamu tahu, kan gosip Pak Argha sekarang ini?”

“Aku denger, tapi kita juga jangan nelan  mentah-mentah, dong Mil. Gak kebukti kan? Ya bisa aja, Pak Argha memang sengaja difitnah. Emang belum nemu aja yang cocok. Udah, jangan suuzon dulu. Kita harus dengerin semuanya dari Inara. Masalahnya ini soal Tante Susi. Kalau besok dia ke sini beneran, gimana coba?” Reyhan juga tak kalah pening. Bisa-bisa, Susilowati, ibunya Inara mengamuk dan terus mengomel tujuh hari tujuh malam karena pernikahan Inara gagal. Terlebih, Inara juga tidak bisa dihubungi.

“Semoga, besok kita bisa bertemu dengan Inara di kantor, jadi aku bisa ngejelasin ini sama dia. Aku juga udah keceplosan banget tadi.” Mili yang suka berpikir lebih, ia benar-benar merasa takut.

Reyhan yang tadinya duduk di depannya, kini beralih ke sebelah gadis itu, mengusap dengan lembut punggungnya. “Sudah, jangan banyak mikir, kamu harus istirahat, supaya cepat sembuh.”

Mili mengangguk. Ia senang diperhatikan oleh Reyhan seperti itu. Reyhanlah yang selalu ada di sisinya. “Makasih, Rey. Kamu selalu ada buat aku.”

Reyhan berharap, segala perhatiannya terhadap Mili bisa terbaca oleh gadis itu. Meski terasa aneh nantinya, ia berharap pula, segala ketidak mungkinan itu akan terjadi. Merasakan cinta yang terbalas.

“Dek, ada yang datang,” ucap Asti yang baru saja membuka pintu pintu kamar Milea, senyumnya begitu lembut.

“Siapa, Ma?” tanya Milea penasaran.

“Adit.” Asti bersedekap dada, tatapannya begitu jahil. Membuat Milea jadi senyum-senyum sendiri.

Wajah Milea pun berubah semringah. Seseorang yang ia ukai, datang menjenguk. “Mili akan keluar, Ma.” Milea berlonjak bangun dari ranjang, gadis itu berlari menuju lemari.

Namun tidak pada Rehay, pria itu justru terlihat kecewa. Ia menghela napas secara perlahan, untuk mengurangi rasa sesak di dadanya itu. Merasa sekarang ia telah memiliki seorang saingan.

“Sepertinya Aku harus pulang, Mil,” pamit Reyhan yang sudah sangat kecewa. Ia akan menenagkan diri melakukan hobinya, melukis. Ya, dengan itu ia bisa melipur laranya.

“Loh, baru juga datang, Rey.” Asti sangat menyukai Reyhan, berharap ia bisa memiliki menantu yang sangat perhatian seperti Reyhan. Hanya saja, ia tahu Milea, Reyhan dan Inara adalah sahabat baik.

“Iya, Tan. Ada urusan juga.” Reyhan mencoba untuk tersenyum, meski hatinya meringis, pilu. Ia menoleh pada Milea yang kini tampak mencari pakaian terbaik untuk ganti baju.

“Besok jemput kan, Rey?” tanya Milea enteng.

Reyhan mengangguk. “Iya. Gaku balik dulu.” Reyhan kini mendekati Asti, untuk takzim seperti biasa. “Pulang dulu, Tan. Assalamualaikum.”

“Walaikum salam. Hati-hati, ya, Rey.”

Reyhan menatap Adit sekilas. Ia menghela napas. Sejujurnya, ia tidak senang dengan Adit yang memang terlalu ramah dengan setiap wanita. Ah, atau ini hanya rasa cemburu, Reyhan juga tidak tahu.

“Di sini kamu?” tanya Adit dengan senyum smirknya.

Reyhan mengangguk, ekpresi wajahnya masih tetap, datar. Ia hanya mengangkat telapak tangannya, lalu pergi begitu saja.

Adit kembai duduk, wajahnya berubah menjadi kecut, dengan tangan yang mengepal. ‘Kenapa dia ada di sini, sih?’

“Adit?” Senyum semringah Mieai membuat Adit mengangkat wajah. Pria berambut bergelombang itu meraih buket bunga dan tas karton yang ia bawa, lalu diserahkan padanya.

“Sudah baikan? Maaf baru bisa jenguk, soalnya aku ada di luar kota.”

Milea menghidu aroma bunga mawar yang menenagkan, kepalanya sontak mengangguk. “Udah baikan kok. Makasih ya.”

Adit mengangguk, lalu duduk kembali. Ia mengedarkan pandangannya pada penjuru ruangan. “Reyhan di sini sejak tadi?”

Milea meletakkan buket bunganya di imeja. Kepalanya menggeleng, lemah. “Belum lama, sih. Kami memang sedang mencari Inara yang gak ada kabarnya. Em, kamu kapan pulang dari Lampung?”

Adit berdeham, lalu menggerayangi tengkuk. “Semalam.”

“Nak Adit, silakan diminum kopinya,” kata Asti yang baru saja dari dapur.

“Wah, jadi ngerepoton, Tan.” Adit mengambil alih cangkir keramik pemberian Asti dan meletakkannya di atas meja. Aroma kopi yang memenangkan membuat senyumnya melebar.

“Gak repot, kok. Makasih tadi oleh-olehnya, ya, Adit. Jadi ngerepotin kamu.”

“Ah, tidak, Tan. Bukan apa-apa.”

“Kalau begitu, kalian ngobrol aja dulu. Mama ke belakang, ya, Mil. Ingat, sejam lagi kamu harus minum obat.” Dengan penuh kasih sayang, Asti membeli kepala Milea. Gadis berambut ikal itu memberikan anggukan.

“Kamu masih lemes ya? Wajah kamu kelihatan pucet banget.” Adit menunjukkan perhatiannya, ia menatap wajah Milea yang masih terlihat pucat   itu.

Mili menggelengkan kepalanya. “Aku sudah membaik.”

“Sebenarnya aku mau ngajak kamu keluar, tapi keknya kamu kurang sehat, deh. Besok saja kali ya. Biar kamu segeran saja dulu. Gak tega kalau kamu sampai kena angin.”

Rona merah terlihat dari kedua pipi Mili. Entahlah, ia merasa seperti diperhatikan oleh Adit. Meski keduanya tidak satu kantor, mereka sering bertemu di kedai makan dekat gedung.

“Iya.”

Keduanya saling melempar senyuman. Sejak pertama kali mengenal, Milea memang terlihat menyimpan rasa, mengingat Adit adalah pria yang ramah dan juga perhatian. Keduanya akrab dan sering bertukar pesan.

Namun, sejak Milea dekat dengan Adit, Reyhan merasa diacuhkan, terkadang Reyhan hanya makan berdua saja dengan Inara. Hal itu membuat hubungan keduanya sedikit renggang. Namun, saat Milea sakit, Reyhan-lah yang selalu ada untuk menemani.

“Memangnya teman kamu yang bernama Inara itu ke mana?” tanya Adit penasaran, ia ingin tahu apapun yang dilakukan oleh Milea, sehingga tak merasa kalah saing dengan Reyhan, kan?

Milea diam sejenak. Tak seharusnya ia menceritakan tentang masalah sahabatnyanya kan? Toh, ia dan Adit bukan pasangan kekasih. Ia juga tak enak dengan Inara, seolah mengumbar aib gadis itu.

“Enggak. Bukan apa-apa. Dia itu memang suka ilang-ilangan aja, aku Cuma cemas gak denger kabar dia beberapa hari. Dia juga gak jenguk aku.” Hanya ini yang bisa Milea bagi. Ia tak ingin membuka lebih dalam lagi masalah Inara.

“Sahabat kok gitu? Masak temannya sakit gak dijenguk. Apa itu pantas disebut dengan sahabat?”

Kening Milea mengkerut. Ia tak menyangka akan penilaian Adit. Hanya saja, ia tak ingin mengubah suasana menjadi tambah panas, meski sebenarnya ia telah kecewa pada Adit yang main menilai orang seenaknya saja.

“Dia sangat repot. Mau nikah.”

“Aturannya sesibuk apapun—“

“Em, Dit. Kalau bisa jangan bahas Inara dulu ya. Dia juga lagi ada sesuatu, dan maaf, aku enggak bisa bahas.” Dengan menahan rasa kesal, Milea memotong ucapan Adit. Pria itu hanya mengedikkan bahu.

1
yo..h72🦂🥀
Karna PINISIRIN di aplikasi ono gk jadi , Mampir deh di mari 😁😍😍
Layli Dinata: hehehe makasih Akak
total 1 replies
Afiroh
ceritanya menarik..lnjutkn
Layli Dinata: siap Akak. terima kasih
total 1 replies
Jenk Ros
aku mampir donk.. cerita nya keren ❤️🥰
Layli Dinata: makasih akak. semangati aku terus ya
total 1 replies
Anawahyu Fajrin
semangat Up ya Thorrt❤
Layli Dinata: siap Akak
total 1 replies
Anawahyu Fajrin
karyamu bagus banget Thor,,❤
Layli Dinata: makasih Akak
total 1 replies
Jhulie
lanjut thor
Layli Dinata: thank you Kak Jhulie
total 1 replies
Phedra
Bahasanya mudah dimengerti, jadi mudah masuk ke dalam ceritanya.
Layli Dinata: makasih Akak. ikutin terus ya
total 1 replies
Kiran Kiran
Salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, terimakasih thor❤️
Layli Dinata: Ahhh terima kasih, Akak 🤍❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!