Pada tahun 2050, bumi dilanda kekeringan dan suhu ekstrem. Keitaro, pemuda 21 tahun, bertahan hidup di Tokyo dengan benteng pertahanan anti-radiasi. Namun, tunangannya, Mitsuri, mengkhianatinya dengan bantuan Nanami, kekasih barunya, serta anak buahnya yang bersenjata. Keitaro dibunuh setelah menyaksikan teman-temannya dieksekusi. Sebelum mati, ia bersumpah membalas dendam.
Genre
Fiksi Ilmiah, Thriller, Drama
Tema
1. Pengkhianatan dan dendam.
2. Kekuatan cinta dan kehilangan.
3. Bertahan hidup di tengah kiamat.
4. Kegagalan moral dan keegoisan.
Tokoh karakter
1. Keitaro: Pemuda 21 tahun yang bertahan
hidup di Tokyo.
2. Mitsuri: Tunangan Keitaro yang mengkhianatinya.
3. Nanami: Kekasih Mitsuri yang licik dan kejam.
4. teman temannya keitaro yang akan
muncul seiring berjalannya cerita
Gaya Penulisan
1. Cerita futuristik dengan latar belakang kiamat.
2. Konflik emosional intens.
3. Pengembangan karakter kompleks.
4. Aksi dan kejutan yang menegangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Aditia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35: REKAN BARU
Seorang manusia tua yang memegang tongkat, langkahnya perlahan namun penuh wibawa. Kejutan itu membuat Keitaro dan timnya berjaga-jaga, tetapi yang lebih mengejutkan adalah ketika ketiga beruang besar itu serentak menunduk hormat kepada sosok tersebut.
"Aku sudah menunggumu," ucap manusia tua itu kepada Keitaro, dengan nada suara berat dan penuh misteri.
"Siapa kamu?" tanya Keitaro dengan penuh penasaran.
"Anggap saja aku penjaga hutan ini," jawab lelaki tua itu sambil tersenyum tipis.
"Kenapa kamu menungguku?" Keitaro bertanya, jelas kebingungan.
Orang tua itu tertawa kecil, sebuah tawa yang membuat Keitaro dan timnya semakin heran.
"Maaf, maaf," katanya sambil mengusap dagunya. "Aku terbawa suasana. Tapi aku heran... kalian tidak takut padaku?"
Keitaro belum sempat menjawab ketika orang tua itu melanjutkan, "Wajar saja sih. Kalian adalah orang-orang yang berhasil menjinakkan Kuma, bahkan aku dan kedua orang tuanya sendiri tidak bisa melakukannya."
Ayane menoleh ke arah beruang mereka. "Kuma? Jadi nama beruang ini adalah Kuma?" tanyanya penasaran.
Namun Keitaro, dengan wajah serius, bertanya, "Apa maksudmu tidak bisa menjinakkan?"
Manusia tua itu menarik napas dalam sebelum menjelaskan. "Sejak kecil, Kuma selalu melawan, bahkan hampir membunuhku. Dia terlalu liar, terlalu keras kepala. Pada akhirnya, kedua orang tuanya memutuskan untuk mengusirnya dari hutan ini. Mereka berharap, dengan hidup sendirian, dia bisa belajar menghargai sesuatu."
Keitaro menoleh ke arah Kuma, yang kini tampak menunduk, seolah menyesali masa lalunya.
"Sampai suatu hari," lanjut lelaki tua itu, "aku mendengar raungannya yang berbeda. Aku segera memeriksa dan menemukan kau di depan sebuah gua, menunggangi Kuma. Aku sangat terkejut saat itu. Bagaimana bisa kau menjinakkan dia sampai mau menjadi tungganganmu?"
Keitaro menggaruk kepalanya, "Aku memberinya makanan kaleng," jawabnya jujur.
Lelaki tua itu memandangnya dengan ekspresi tak percaya. "Hanya karena makanan kaleng? Tidak mungkin... Kau pasti orang terpilih."
"Orang terpilih?" Keitaro mengulangi, sementara teman-temannya saling pandang, sama bingungnya.
Teman teman keitaro menatap keitaro dengan rasa kagum dicampur dengan rasa bingung.
Lelaki tua itu mengangguk. "Kau akan meneruskan tugasku memimpin dan menjaga beruang-beruang dari dunia lain ini, karena aku yakin hidupku sudah tidak lama lagi."
Ketiga beruang, termasuk Kuma, terlihat menunduk dengan ekspresi sedih mendengar pernyataan itu.
"Tunggu... beruang dari dunia lain? Maksudmu apa?" tanya Kenta, merasa semakin bingung dengan situasi ini. sementara shoji menyaksikan dengan teliti apa yang sebenarnya terjadi disini.
Namun, sebelum lelaki tua itu sempat menjelaskan lebih jauh, ia tiba-tiba batuk hebat dan tubuhnya limbung. Ia jatuh ke tanah, membuat ketiga beruang itu segera ke arahnya dengan ekspresi panik.
"Ayane!" Keitaro berteriak, memanggil Ayane untuk memeriksanya.
Ayane segera berlutut di sisi lelaki tua itu, Namun, ia akhirnya menggeleng pelan. "Aku... aku tidak bisa berbuat apa-apa."
Lelaki tua itu mengangkat tangannya dengan gemetar, matanya mulai meredup. Dengan suara lemah, ia berkata, "To... tolong jaga mereka. Ja... jangan biarkan... tangan... jahat... menyentuh mereka... ka... re... na..."
Kata-katanya terputus, dan Ayane dengan hati-hati menutup matanya yang masih terbuka.
Kuma dan kedua orang tuanya bersujud di depan tubuh lelaki tua itu, ekspresi mereka penuh kesedihan. Keitaro berdiri diam, merasa berat atas apa yang baru saja terjadi. Dalam pikirannya dia bertanya kenapa dia dipilih dan melindungi mereka dari apa? karna beruang beruang ini lebih kuat darinya. Kini ia menyadari bahwa tugas besar telah dibebankan kepadanya.
Ayahnya Kuma mulai menggali tanah di dalam gua menggunakan cakarnya yang besar dan kuat. Setiap gerakan penuh kehati-hatian, seolah-olah ia tahu betapa pentingnya momen ini. Setelah lubang cukup dalam, ia dengan perlahan mengangkat jasad kakek tua itu. Dengan lembut, ia menempatkannya di dalam lubang, lalu mulai menutupinya dengan tanah, seolah-olah memberikan penghormatan terakhir kepada sosok yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Keitaro dan timnya menyaksikan pemandangan itu dengan perasaan kagum sekaligus duka. Keheningan menyelimuti gua, hanya suara cakaran lembut tanah yang terdengar. Ayane memeluk Reina yang tampak terharu, sementara Kenta dan Shoji menundukkan kepala dengan hormat.
Hari semakin sore, dan cahaya matahari yang masuk ke dalam gua mulai memudar. Keitaro menghela napas, lalu berkata, "Sepertinya kita harus berpamitan dan pulang sekarang."
Namun tiba-tiba, jendela sistem muncul di depan matanya:
[Anda telah mendapatkan title: Pemimpin Great Bear.]
Keitaro membaca tulisan itu dengan ekspresi kaget. Dalam hati, ia berpikir sambil melirik beruang-beruang yang sedang duduk di dekatnya, "Jadi... aku benar-benar menjadi pemimpin mereka?"
Kuma dan kedua orang tuanya duduk di depan Keitaro, menatapnya dengan penuh harap, seolah menunggu perintah darinya.
"Bagaimana kalau mereka pulang bersama kita ke benteng?" usul Kenta tiba-tiba, memecah keheningan.
Keitaro memandang mereka semua, lalu mengangguk pelan. "Baiklah, tapi kita akan pulang saat malam tiba, agar tidak menarik perhatian."
Kuma tampak mengeluarkan suara senang, dan kedua orang tuanya seperti tersenyum lembut, seolah menyetujui rencana itu.
Mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat di dalam gua sampai malam tiba. Reina dan Ayane menyiapkan tempat tidur darurat dengan peralatan mereka, sementara Shoji dan Kenta memastikan area sekitar gua aman. Keitaro, duduk bersandar di dinding gua, memandang ketiga beruang itu yang kini berbaring di dekatnya. Dalam pikirannya, ia merasa berat akan tanggung jawab baru ini, namun di sisi lain, ia tahu bahwa ini adalah bagian dari takdirnya.
"Istirahatlah," ucap Keitaro pelan kepada timnya. "Kita akan bergerak begitu tengah malam tiba."
Semua orang mencoba untuk tidur di tengah ketenangan malam namun pikiran mereka tentang misteri beruang dan kakek tua itu belum terpecahkan, semua itu seperti memutari kepala mereka. sementara suara lembut angin dari luar gua menemani mereka. Misi mereka yang baru saja selesai kini membuka babak baru, sebuah cerita bersama beruang-beruang hebat yang akan membawa mereka ke tantangan yang lebih besar.