Nadira, gadis yang harus menerima perjodohan dari kedua orang tuanya. Ia harus menerima perjodohan ini, karena perjanjian kedua orang tuanya dulu sewaktu mereka masih sama sama duduk di bangku kuliah. Bagaimna nasib pernikahan tanpa cinta yang akan di jalani Nadira?? Apakah akan ada benih cinta hadir? Atau Nadira memilih mundur dari pernikahan karena perjodohan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny Afriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 17
Waktu menunjukkan pukul 3 sore, Nadira memutuskan untuk pulang. Dia sadar, bahwa dirinya sudah memiliki sebuah keluarga, walau dirinya tak tahu, apa dia dianggap istri atau tidak oleh Alby.
" De, aku pulang duluan ya? Oiya, nanti jangan lupa, untuk mengecek ulang, barang apa saja yang akan masuk, dan pesanan apa saja yang akan di kemas besok."
Nadira berpamitan pada sahabatnya Dea, dan mengingatkan kembali ketersediaan barang di olshop nya.
" Iya, kamu hati - hati ya di jalan, jangan ngebut bawa motornya."
Dea selalu mengingatkan sahabatnya ini. Setelah itu, Nadira pun bergegas mengendarai motornya, dan pulang ke rumah Alby. Tiga puluh menit kemudian, Nadira tiba di kediaman Alby. Di rumah berlantai dua ini, mereka tak memiliki pembantu. Untuk saat ini, mereka belom membutuhkannya. Nadira sudah terbiasa melakukan semua pekerjaan rumah sendiri. Walaupun dia sangat di manja oleh kedua orang tuanya, namun orang tuanya selalu mengajarkan Nadira tugas dari seorang wanita.
Setelah tiba, Nadira segera membuka pintu, dan berjalan ke kamarnya. Kamar di lantai dua, yang bersebelahan dengan kamar Alby. Setelah berganti pakaian rumahan, Nadira mulai membersihkan setiap ruangan di rumah ini. Hanya satu ruagan yang selalu di lewatinya. Yaitu kamar Alby. Nadira tak berani untuk memasuki kamar Alby. Nadira takut, Alby akan marah, dan berlaku kasar lagi padanya.
Satu setengah jam kemudian, Nadira selesai membersihkan rumah. Dira pun bergegas ke dapur, untuk memasak makan malam. Pukul 7 malam, makanan telah tertata di meja makan, namun tanda - tanda Alby akan pulang, belum juga muncul. Nadira memutuskan untuk segera membersihkan diri. Setelah selesai, Nadira pun turun kembali, dan menunggu kedatangan Alby.
Sampai pukul sebelas malam, Alby tak juga datang, makanan pun telah dingin. Nadira menyimpan makanan itu, dan berjalan menaiki tangga. Baru beberapa langkah, Nadira mendengar suara mobil Alby memasuki halaman rumah. Nadira pun kembali menuruni anak tangga, dan berjalan ke depan pintu. Benar saja, Alby pulang, tapi keadaannya kacau. Nadira menyambutnya di depan pintu.
" Kamu belum tidur? "
Alby mengerutkan kening, dan bertanya kepada Nadira. Nadira menggelengkan kepalanya.
" Mas sudah makan? atau mas mau minum teh dulu? "
Alby menatap ke manik mata Nadira, dan menggelengkan kepala.
" Mau aku siapkan makan malam?"
Alby hanya mengangguk pelan. Nadira pun bergegas ke dapur, saat Alby menaiki tangga menuju kamarnya.
Di dalam kamar, Alby segera membersihkan tubuhnya. Rasa lelah mencari Syifa seharian ini, membuatnya melupakan makan siang. Lina belas menit berselang, Alby turun, dan melihat Nadira telah menyiapkan makan malam di meja. Alby menarik kursi, dan duduk. Nadira melayani Alby. Mengambilkan nasi serta lauk pauknya.
" Kamu baik, Dira. Tapi sampai saat ini, aku masih sangat mencintai Syifa. Aku hanya akan menjagamu, seperti janjiku pada almarhum Ayahmu. Posisi Syifa tidak akan tergantikan oleh sia**papun"
Alby bermonolog pada dirinya sendiri. Saat Nadira menyodorkan piring padanya, Alby menatapnya dengan tatapan yang tak bisa di baca. Nadira memang tak duduk di samping Alby, namun dirinya masih berada di dapur yang terhubung langsung ke meja makan. Alby memperhatikan Nadira, yang sedang membuatkan secangkir teh.
" Ini teh nya Mas, "
Nadira menyodorkan secangkir teh hijau. Alby hanya mengangguk. Dan berterima kasih.
" Apa kamu sudah makan? "
Alby bertanya pada Nadira, dan Nadira hanya menggelengkan kepalanya. Alby tampak menghela nafas. Dan melihat ke arah Nadira.
" Duduk lah, kita makan bersama. "
Nadira pun menuruti Alby. Namun dia hanya duduk, tanpa memakan apa pun.