"3 tahun! Aku janji 3 tahun! Aku balik lagi ke sini! Kamu mau kan nunggu aku?" Dia yang pergi di semester pertama SMP.
***
Hari ini adalah tahun ke 3 yang Dani janjikan. Bodohnya aku, malah masih tetap menunggu.
"Dani sekolah di SMK UNIVERSAL."
3 tahun yang Dani janjikan, tidak ditepatinya. Dia memintaku untuk menunggu lagi hingga 8 tahun lamanya. Namun, saat pertemuan itu terjadi.
"Geheugenopname."
"Bahasa apa? Aku ga ngerti," tanyaku.
"Bahasa Belanda." Dia pergi setelah mengucapkan dua kata tersebut.
"Artinya apa?!" tanyaku lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Setelah hari itu, Dani benar-benar menghilang lagi. Aku menceritakannya pada Liu Xian Zhing dan Rina di sekolah.
"Ngerti kan sekarang?" tanya Rina.
"Ga! Gue ga mau ngerti! Gue bakalan nunggu Dani meskipun itu sampai gue mati!" tegasku.
Arzio datang dan menaruh es cokelat di mejaku, mata kami melekat padanya yang kini duduk di sebelah Liu Xian Zhing.
"Lo jangan keseringan kayak gini, Arzio! Gue ga mau ada hutang budi!" ucapku.
"Kalo lo ga suka, buang aja," balasnya.
Tidak mungkin aku buang. Mubazir!
***
Jam istirahat kedua, kami mendapat berita bahwa seluruh kelas 2 akan ikut dalam acara kemah tahunan yang aku tidak tahu namanya apa. Acara itu akan diadakan di Tangerang dan diikuti oleh semua sekolah SMK/SMA/MA di Indonesia.
"Kayaknya gue ga bisa ikut. Ga mungkin gue tinggalin ibu sendirian di rumah. Lagian itu kemahnya seminggu," ucapku.
Aku sangat ingin ikut acara itu, tapi keadaan lagi-lagi memaksaku untuk mematahkan kaki agar tidak melangkah.
Tepat seminggu sebelum acara kemah diadakan, kami kedatangan keluarga besar Arzio di rumah. Ya aku dan ibu sama kagetnya. Kami tidak mempersiapkan apapun untuk menyambut kedatangan mereka.
Mama Arzio mengobrol dengan ibu. Mama Arzio memang mudah akrab dengan orang. Ibu yang tidak suka dengan orang kaya, mendadak banyak tertawa saat mengobrol dengannya.
"Ibunya Arlita kerja apa?" tanya Mama Arzio.
"Saya jujur saja. Kami ini orang ga punya, ga mampu. Bapak Arlita TKI di Korea. Saya cuma tukang cuci di rumah orang. Jadi, maaf sebelumnya kalau saya tidak punya apa-apa untuk disuguhkan selain teh sama kopi," jawab ibu.
"Begini ibu Lita, kami ke sini sebenarnya mau minta bantuan untuk jaga nenek Arzio, ibu mertua saya. Susternya berhenti bekerja dua hari yang lalu, sementara saya dan suami minggu depan mau berangkat ke Belanda karena kami juga punya kerjaan di sana. Kalau ibu Lita mau bantu, saya langsung kasih gaji selama 6 bulan pertama. Kerjanya ga berat kok, cuma bantuin ibu mertua saya kalo mau duduk, berdiri atau tidur. Ga rewel kok. Cuma ya gitu, suka ngobrol, jadi rumah ga boleh sepi. Paling ibu Lita temenin buat ngobrol aja," ucap mama Arzio.
"Arzio itu temen sekelas kamu, Ta?" tanya ibu.
"Yang waktu itu masak di sini buat tugas tata boga," jawabku.
"Kalau boleh tau gaji perbulannya berapa ya, Bu?" tanya ibu pada mama Arzio.
"Saya samain sama suster yang lama aja ya? 6jt per bulan. Ga perlu ngerjain kerjaan rumah, soalnya udah ada Mbak. Jadi, tugas Ibu Lita ya cuma nemenin nenek aja," jawabnya.
Ibu menerima tawaran tersebut, namun ia menolak untuk dibayar 6 bulan pertama secara langsung. Lebih baik gajinya dibayar sesuai tanggal per bulan saja. Karena ibu juga tidak mau mengecewakan. Biarlah keluarga Arzio melihat hasil kerja ibu terlebih dahulu agar mereka mempertimbangkan gaji yang besar itu apakah pantas untuk diberikan pada ibu atau tidak.
***
Malamnya, aku duduk di sebelah ibu yang tengah melipat pakaian.
"Bu," panggilku.
"Kenapa? Uang dari bapak udah habis?" tebaknya.
"Ibu ga khawatir?" tanyaku.
"Khawatir kenapa?"
"Arzio itu suka sama aku," ucapku.
Ibu terdiam dan menghentikan gerak tangannya. Ia menghela napas dan menatapku. Aku rasa beliau kecewa.
"Orang tuanya tau?" tanya ibu.
Aku mengangguk.
"Semua keluarganya tau kalo Arzio suka sama kamu?"
Aku mengangguk lagi.
"Neneknya juga tau?"
"Iya, semuanya," jawabku.
"Kamu pacaran sama dia?" tanya ibu lagi dan lagi.
Aku menggeleng.
"Tapi kamu udah pernah ketemu mama Arzio sebelum tadi kan?"
"Udah. Waktu aku pulang jam 7 yang ibu marahin itu, aku pulang dari rumah nenek Arzio. Tapi perginya rame-rame kok, ga aku sendiri doang! Terus pas kami dapat nilai 100 tugas tata boga, kami diajakin makan-makan di rumah nenek Arzio. Di situ juga keluarganya ngumpul. Ada pacar abangnya malah," jelasku.
"Mama Arzio ada marahin kamu?" tanya ibu.
Aku menggeleng. "Mama Arzio baik banget. Ga kayak mama Dani," jawabku.
Entahlah apa yang terjadi padaku. Tiba-tiba dadaku terasa sakit dan ingin menangis.
Ibu mengambil ponselnya dan menelpon seseorang. Ternyata itu mama Arzio. Ibu menceritakan semua tentang masa lalunya dengan mama Dani dan memastikan bahwa kejadian itu tidak akan terulang lagi di tempat kerjanya yang baru.
"Justru saya mau ibu Lita kerja di sini, biar Arzio ketemu terus sama Lita." Kalimat itu mengejutkanku.
Dadaku berdegup dengan sangat kencang. Aku berlalu ke kamar dan mengunci pintunya. Aku tak pernah sedeg-degan ini. Aku sudah lama tidak merasakan hal semacam ini. Sama seperti saat aku mulai menyukai Dani.
Tapi ... tak mungkin aku menyukai mama Arzio.
Aku tak pernah diperlakukan seperti ini. Aku tidak bisa menerimanya. Aku sudah terbiasa dihina dan dicaci maki. Tidak mungkin manusia sebaik itu hidup di bumi. Tidak mungkin. Apa mama Arzio hanya berpura-pura baik agar ibu mau bekerja untuk mereka? Lalu mereka akan menghina dan mencaci ibu yang kerjanya cuma merawat nenek? Tapi mereka terlihat sangat baik untuk melakukan hal sejahat itu.
Arzio meneleponku. Aku langsung menjawabnya dan menjelaskan semua yang terjadi. Dia malah tertawa.
"Jadi lo ngira nyokap gue bakalan manfaatin ibu lo?" tanyanya sambil tertawa.
"Iya lah! Katanya tadi biar gue ketemu terus sama lo!"
"Sini lo dengerin gue. Gue bakalan sebutin faktanya. Pertama, suster nenek itu ga berhenti mendadak, tapi emang kontrak kerjanya udah habis dan dia mau lanjut kerja di majikannya yang lama. Kedua, pihak sekolah nelpon nyokap gue dan bilang soal kemah itu. Terus nyokap gue nanyain lo bakalan ikut apa ga, gue jawab ga soalnya ibu lo harus kerja dan ga mungkin lo tinggalin sendirian di rumah selama seminggu. Ketiga, itu alasan nyokap gue minta nyokap lo kerja di sini, biar lo bisa pergi kemah, karena nyokap lo bisa tidur di rumah nenek sambil kerja. Dan lo ga perlu khawatir ibu lo sendirian di rumah."
Aku terdiam mendengar itu semua.
"Ngerti?" tanyanya dan aku masih terdiam.
Untuk apa mama Arzio melakukan ini semua?
"Woi! Halo! Arlita!" panggilnya. Aku mendengar itu tapi aku enggan menyahut. Masih terfokuskan apa tujuan keluarga Arzio berbuat seperti ini?
"Sayang," panggil Arzio dengan nada manja. Aku langsung geli mendengarnya.
"Lo bisa ga sih jangan panggil gue kayak gitu?!" omelku.
"Lagian lo dipanggil ga nyaut. Mesti disayang-sayangin dulu baru ngeladenin gue," balasnya.
"Ya gue cuma mau diem bentar! Bukan berarti ga ngeladenin lo! Lo-nya aja yang bawel!"
"Sayang jadi pergi kan kemah?" tanyanya.
"Gue geli, Arzio!" omelku.
Dia malah tertawa. Aku semakin yakin, dia tidak suka denganku, dia hanya ingin bermain-main karena kesepian.
"Iya deh ga sayang lagi, Cinta aja ya? Mau ga dipanggil Cinta? Lagi apa Cinta?" ejeknya semakin menjadi.
Iuueewwww!!!