NovelToon NovelToon
My Suspicious Neighbour

My Suspicious Neighbour

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cintapertama / Mata-mata/Agen / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Difar

Mbak Bian itu cantik.

Hampir setiap pagi aku disambut dengan senyum ramah saat akan menikmati secangkir kopi hangat di kafe miliknya.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku ingin membeli produk kecantikan terbaru, maka mbak Bian-lah yang selalu menjadi penasehatku.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku butuh pembalut, maka aku cukup mengetuk pintu kamar kost tempat mbak Bian yang berada tepat di sampingku.

Ah, mbak Bian benar-benar cantik.

Tapi semua pemikiranku sirna saat suatu malam mbak Bian tiba-tiba mengetuk pintu kamarku. Dengan wajah memerah seperti orang mabuk dia berkata

"Menikahlah denganku Cha!"

Belum sempat aku bereaksi, mbak Bian tiba-tiba membuka bajunya, menunjukkan pemandangan yang sama sekali tak pernah kulihat.

Saat itu aku menyadari, bahwa mbak Bian tidaklah cantik, tapi.... ganteng??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Difar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Parfum

Seorang wanita cantik berbaju peach menggerakkan tubuhnya berkali-kali, menikmati salah satu soundtrack drama korea kesukaannya. Drama korea berjudul Healer yang menceritakan tentang sosok seorang mata-mata dan reporter cantik. Matanya terus memandang ke arah cafe yang tidak terlalu ramai pengunjung. Senyum dingin seketika muncul di wajahnya saat sebuah mobil Pajero sport bewarna putih memasuki parkiran cafe. Tak lama, seorang pria tampan dan seorang wanita cantik turun dan bergegas masuk ke dalam cafe.

 

Wanita itu mengetuk earphone yang terpasang di telinganya, masih dengan senyum dingin yang sama dia berucap,

"Lapor, kedua target sudah kembali ke tempat."

 

Dan kemudian, mobil wanita itu melaju kencang, meninggalkan cafe yang ada di belakangnya dengan damai.

 

"Bianku sayang, ayo kita mulai gamenya."

Gumamnya sambil bersenandung riang.

 

***

 

"Mas oh Mas, kamu ini kembaran jungkook BTS ya? Kok mirip sih?"

 

Lagi-lagi aku berusaha menahan tawa mati-matian melihat mas Raka yang sedang di gombali habis-habisan oleh para siswi SMA yang baru saja datang.

 

Seperti biasa, mereka akan memesan kopi buatan tangan mas Raka. Tapi bukan untuk diminum, melainkan mereka simpan di dalam botol untuk dijadikan kenang-kenangan. Buset dah, ada-ada aja kerjaan anak zaman sekarang.

 

Mas Raka hanya menganggukkan kepala cuek. Bahkan Lala yang sedari tadi melayani dedek-dedek gemes itu kini memilih berdiri di dekatku sambil menunggu mereka bosan dan pergi.

 

Entah memang nasib Lala sial atau bagaimana, biasanya dia selalu kebagian melayani gerombolan dedek gemas ini.

"Apaan, yang ada mah mirip master Limbad, cuma gumam-gumam nggak jelas."

Gerutu Lala sambil memainkan nampan di tangannya.

 

"Buset, Limbad bah!"

Aku berusaha menahan tawa sementara Lala yang terus melanjutkan gerutuannya.

 

"Nggak tahu deh aku bikin dosa apa sama si mas Limbad satu itu. Setiap kali gerombolan fansnya datang, aku selalu kebagian ngelayani mereka. Kalau nggak karena mengingat si Limbad kw udah bau tanah, belum lagi hutang budiku ke dia, udah dari dulu ku geplak kepalanya pakek ini nampan!"

Ucap Lala menggebu-gebu, sambil meremas nampan di tangannya sekuat mungkin.

 

Lagi-lagi aku berusaha menahan tawa karena amarah lucu Lala. Kalau saja mas Raka tak terus-terusan melihat ke arah kami dengan tatapan dingin, pasti aku sudah dengan sangat senang hati menanggapi amarah Lala ke mas Raka. Apalagi saat membahas usia, Lala memang selalu memanggil mas Raka dengan panggilan yang khusus ditujukan ke orang yang sangat tua, seperti mbah, ungku, eyang, sesepuh bahkan uwak.

 

Memang sih jarak usia mas Raka dan Lala agak jauh karena saat ini Lala masih duduk di bangku SMA. Sama sepertiku yang bekerja sesuka hati, Lala juga begitu. Dia hanya datang bekerja setelah pulang sekolah.

 

Saat pertama kali bertemu Lala, aku benar-benar kagum melihat kemandirian dan keteguhannya dalam menghadapi hidup. Lala adalah anak dari seorang pemulung yang tinggal tak jauh dari lokasi cafe. Sejak kecil Lala hanya hidup berdua dengan ayahnya, sedangkan ibunya sudah pergi meninggalkan ayahnya sejak lama karena tak tahan terus-terusan hidup miskin.

 

Lala memang tak pernah menceritakan kisahnya kepadaku, tapi mbak Bian-lah yang memberitahuku kisah lengkap kehidupan Lala. Itupun setelah aku menjanjikan indomie kuah masakanku kepada mbak Bian. Sebenarnya aku ingin menyogok mbak Bian dengan sogokan yang lebih mewah, tapi maklumlah, sebagai sobat misqueen, rupiah yang tersisa di dompetku terlalu berharga hanya demi cerita hidup seseorang. Di luar dugaanku, mbak Bian justru menerima sogokanku dengan wajah sumringah. Entah apa istimewanya indomie buatanku sampai mbak Bian langsung menceritakan kisah Lala dengan senang hati.

 

Mbak Bian bilang, mas Rakalah yang menemukan Lala yang saat itu tengah bersembunyi di semak-semak taman kota. Pakaiannya begitu tipis, menampilkan lekuk tubuhnya yang tak seharusnya terlihat. Ternyata saat itu, Lala hampir menjadi korban prostitusi anak. Padahal awalnya dia hanya diminta untuk menjadi guru les privat di salah satu rumah gedongan. Ayah Lala masuk rumah sakit dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Itulah kenapa Lala menerima tawaran seorang wanita paruh baya yang tak dia kenali saat dia tengah menggantikan ayahnya memulung.

 

Oleh sebab itu, semarah apapun Lala kepada mas Raka tak pernah sekalipun dia melawan perintah atau menolak permintaan mas Raka. Kata Lala sih demi membalas utang budi mas Raka yang sudah menyelamatkan Lala dari dunia hitam sekaligus mempertemukannya dengan mbak Bian.

 

Aku hanya menepuk-nepuk pundak Lala prihatin. Percayalah, hanya Lala-lah satu-satunya penghuni cafe ini yang tak mengetahui apa alasan mas Raka selalu bersikap galak terhadap Lala.

Alasannya simpel, gadis itu terlalu terus terang.

Terus terang memaki mas Raka, terus terang mencibir mas Raka sampai terus terang memasukkan bon cabe level 30 sebanyak 5 sendok ke dalam makanan mas Raka. Sampai mas Raka harus bolak-balik ke kamar mandi seharian penuh.

 

"Stress aku mbak!"

Eluh Lala lagi ketika gerombolan siswi SMA itu kembali melambaikan tangan untuk menambah pesanan.

 

Sebenarnya semenjak kedatangan gerombolan fans mas Raka itu, Lala sudah bolak-balik sebanyak 7 kali hanya untuk mencatat dan melaporkan makanan yang mereka pesan ke dapur.

 

"Duh Lala, malangnya nasib mu."

Ujarku prihatin sambil memandangi punggung Lala yang mulai menjauh.

 

***

 

"Ichaaa sayangg, mas capek!!"

Suara manja mas Raka langsung terdengar begitu para fansnya sudah pergi. Itupun setelah mas Raka turun tangan, mengeluarkan pesona anehnya untuk membujuk mereka agar mereka segera pulang.

 

"Iya mas, Iya."

Sahutku malas.

 

Harusnya mas Raka menunjukkan sisi manjalitanya ini di depan para fansnya tadi. Kujamin deh 100 persen mereka bakalan berhenti ngefans dengan mas Raka.

 

"Ih, Icha sekarang ketularan jahat kayak Bian. Nggak perhatian lagi sama mas!"

Rengeknya semakin menjadi-jadi.

 

Aku hanya menarik nafas dalam, mengulum senyum terpaksa.

 

"Oo mas Raka capek? Cup, cup, cup, sini biar aku yang hibur!"

 

Baru saja aku ingin mengucapkan sesuatu kepada mas Raka, mbak Bian tiba-tiba muncul dari samping. Menepuk-nepuk kepala mas Raka pelan sebelum akhirnya menarik rambutnya gemas.

 

"Mas Raka ini rambutnya cocok di botakin. Udah panjang kali kayaknya. Nggak baik punya rambut terlalu Panjang-"

Celoteh mbak Bian masih dengan suara imut yang dibuat-buat,

"Gue ahlinya lho mas mangkas rambut. Segala tipe bisa gue bikin!"

Lanjut mbak Bian lagi.

 

Dengan cepat mas Raka langsung menepiskan tangan mbak Bian. Dia lalu mendengus sebal sambil memperbaiki rambutnya. Aku hanya bisa menggelengkan kepala seperti biasa melihat pertengkaran mereka. Sudah kutebak ujung-ujungnya mereka akan adu mulut dan berakhir dengan mbak Bian yang menyeret mas Raka ke belakang.

 

Tapi kali ini pertengkaran mereka hanya berakhir dengan adu mulut yang sukses membuatku pusing tujuh keliling. Itupun karena mbak Bian meminta mas Raka untuk menemani Lala buang sampah.

 

Mbak Bian menyeret bangku di salah satu meja dan mulai duduk di sampingku.

"Snacknya masih ada?"

Tanya mbak Bian.

 

Aku menganggukkan kepala sambil menunjuk kantung plastik yang terikat kuat di bawah meja.

 

"Kurang? Mau beli lagi nggak?"

 

"Hmm"

Dalam hati aku menimbang-nimbang apa harus meminta mbak Bian membelikan sebungkus lagi kripik kentang sebagai pengganti yang tadi dimakan oleh mas Raka.

 

"Tunggu, lo ganti parfum?"

Tiba-tiba mbak Bian mendekatiku, membuatku refleks mundur secara gelagapan.

 

Mbak Bian mengendus tubuhku, alisnya berkerut sambil memandangku dengan tatapan menyelidik.

 

"Bukan, ini bukan parfum lo. Tapi parfum orang lain-"

Mbak Bian mendongakkan kepalanya, membuat jarak wajah kami begitu dekat.

 

"Siapa yang lo temuin selama gue dan Raka pergi?"

Tanyanya dingin, membuatku merasa mbak Bian yang ada di depanku saat ini bukanlah mbak Bian yang biasanya ku kenal.

1
3d
iringan musik, thor🙏
emi_sunflower_skr
Kekuatan kata yang memukau, gratz author atas cerita hebat ini!
☯THAILY YANIRETH✿
Karakternya begitu kompleks, aku beneran merasa dekat sama tokoh-tokohnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!