NovelToon NovelToon
Kekasihku Adalah Ayah Angkatku

Kekasihku Adalah Ayah Angkatku

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cintamanis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mahkota Pena

Gadis manis bernama Rania Baskara, usia 17 tahun. Baskara sendiri diambil dari nama belakang Putra Baskara yang tak lain adalah Ayah angkatnya sendiri.
Rania ditolong oleh Putra, ketika masih berusia 8 tahun. Putra yang notabenenya sebagai Polisi yang menjadi seorang ajudan telah mengabdi pada Jendral bernama Agung sedari ia masih muda.
Semenjak itu, Rania diasuh dan dibesarkan langsung oleh tangan Putra sendiri.
Hingga Rania tumbuh menjadi gadis yang cantik dan manis.
Seiring berjalannya waktu, cinta tumbuh pada diri Rania terhadap Putra, begitu juga Putra merasakan hal yang sama, namun ia tidak ingin mengakuinya..
Bagaimana kelanjutannya? ikuti kisahnya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menegangkan

"Perhatian dalam arti yang bagaimana? Ayah itu jelas-jelas mengekangku. Ayah tidak ingin aku menikmati suasana luar. Aku tidak boleh pergi lagi tanpanya. Ayah tidak adil!" Sentak Rania.

Dicky tampak berpikir sejenak. Putra yang mendengar ucapan Rania menjadi sedih. Padahal ia sangat peduli kepada Rania.

"Tidak adil bagaimana? Komandan itu peduli dengan kamu. Komandan sayang denganmu, Rania." Jawab Dicky.

"Sayang bagaimana? Ayah tidak sayang denganku! Ia hanya mementingkan reputasinya, dan selalu patuh kepada Jendral. Karena pengabdian Ayah kepada Jendral, sampai-sampai ia tidak memikirkan dirinya sendiri. Buktinya, hingga saat ini, ayah belum menikah!" Ucapan Rania begitu jelas terdengar ditelinga Putra.

Putra menarik napas panjangnya. Ia segera membalikkan badannya dan pergi melangkahkan kaki untuk menuju ruang meditasinya.

Putra memiliki ruangan meditasi, dimana ruangan tersebut khusus digunakannya untuk menenangkan pikirannya.

Terkadang ketika Rania atau Dicky ingin masuk kedalam ruangan meditasi, tidak pernah izinkan oleh Putra. Bahkan, ruangan tersebut dibuat dengan kunci otomatis dari dalam. Sehingga, tidak ada yang bisa membukanya kecuali tanpa perintah dari Putra.

"Rania! Jaga bicara kamu! Nanti jika didengar Komandan, kamu akan mendapatkan hukuman!" Dicky memberikan peringatan kepada Rania.

"Biarkan!"

***

Malam hari, Putra sedang duduk seraya memikirkan sesuatu.

"Dicky, apakah Rania sudah tidur?" Tanya Putra yang tetap mengkhawatirkan Rania.

Dicky yang tengah menemani Putra, menjawab pertanyaan Putra.

"Sepertinya sudah, Komandan. Sebelumnya, ia sempat marah-marah dan susah dikendalikan!" Jawab Dicky.

Putra menarik napas panjangnya.

"Aku sudah mengetahuinya! Apakah dia sudah makan malam?" Tanya Putra kembali.

Dicky terlihat bingung.

"Panggil Tirta sekarang juga." Perintah Putra kepada Dicky.

"Baik, Komandan." Jawab Dicky.

Dicky kemudian pergi untuk menemui Tirta, supir pribadi Rania.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, Dicky masuk kembali sudah bersama dengan Tirta.

"Malam, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Tirta memberikan salam hormat kepada Putra.

Putra menatap Tirta.

"Apakah Rania sudah makan malam?" Tanya Putra dengan suara baritonnya yang khas.

Walau usia Putra sudah menginjak usia 32 tahun, namun pesonanya tidak akan pernah luntur.

Apalagi, ia menjadi idaman para wanita diluaran sana yang sangat mengagung-agungkan dirinya.

"Nona belum sempat makan malam, Tuan." Jawab Tirta.

Putra masih dengan sikapnya yang sedingin lemari es.

"Baik, kembalilah!" Perintah Putra.

"Siap, Tuan. Laksanakan!" Tirta pergi meninggalkan Putra dan Dicky.

"Dicky, perintahkan Minah untuk menyiapkan sepiring makanan untuk Rania." Titah Putra.

"Baik, komandan." Dicky pergi menemui para pembantu agar segera menyiapkan makanan untuk Nona Rania yang cantik jelita.

***

(Masih juga belum dimakan. Apa mau anak ini sebenarnya?)

Batin Putra dimalam hari ketika dirinya menengok ke kamar Rania. Ia mengintip dari balik pintu kamar.

Rania telah mengganti pakaiannya, pakaian yang lebih santai dan tipis. Sehingga tubuhnya dapat terekspos sedikit jelas.

Putra melangkahkan kakinya kedalam kamar Rania, Rania tengah tengkurap dengan mata masih fokus ke layar ponselnya.

"Rania!" Panggil Putra dengan nada lirih.

Rania tetap diam, dan tidak menjawab panggilan dari Putra. Ia pura-pura tidak mendengar panggilan dari Putra.

"Mengapa makanannya belum dimakan?" Ucap Putra seraya duduk ditepi ranjang.

"Tidak lapar!" Jawab Rania singkat.

"Kamu belum makan, nanti kamu sakit!" Bujuk Putra pada Rania.

"Biarkan saja." Sahut Rania.

Putra menarik napas panjangnya.

"Bagaimana kalau Ayah menyuapi kamu? Kamu mau kan?" Bujuk rayu Putra.

Rania tampak berpikir sejenak. Ia bangkit dari posisinya.

Dan duduk di hadapan Putra.

Putra menatap wajah Rania tanpa senyuman. Ia meraih makanan yang ada diatas meja.

"Buka mulutnya!" Perintah Putra.

Rania membuka mulutnya dan masuklah makanan yang telah disuapi Putra kedalam mulutnya.

"Rania marah dengan, Ayah?" Tanya Putra mencoba melunakkan hati Rania yang belum stabil.

"Sedikit." Jawab Rania dengan mulut masih mengunyah.

Sembari berbincang-bincang, Putra terus menyuapi Rania.

"Ayah terlalu kasar ya pada Rania?" Tanya Putra kembali.

"Iya, Ayah tidak memberikan waktu untuk Rania menikmati hidup Rania. Rania sudah besar, Ayah!" Protes Rania.

Putra menatap wajah Rania dengan lekat.

"Justru kamu sudah besar, Ayah akan lebih ekstra lagi menjaga kamu. Supaya kamu tidak dijahati oleh orang-orang di luar sana. Didunia ini, hanya kamu dan Dicky yang Ayah miliki." Jelas Putra.

Rania memasang wajah yang sedang mencerna ucapan Putra.

"Mengapa Ayah tidak menikah saja?" Tanya Rania.

Putra menghentikan aktifitasnya. Ia meletakkan piring berisi makanan yang sudah hampir habis itu.

Ia menyentuh pundak Rania yang tidak tertutup.

"Rania, Ayah belum memikirkan hal itu. Ayah ingin fokus pada kamu dan karir Ayah. Lihatlah, kamu sudah tumbuh besar dan cantik. Bahkan nyaris sempurna. Bohong saja kalau tidak ada pria diluaran sana yang berusaha untuk memilikimu. Ayah paham betul dengan pikiran pria itu seperti apa. Rasanya, Ayah tidak akan ikhlas jika kamu jatuh ke tangan pria yang salah. Sejak kecil, Ayahlah yang merawat kamu, sayang. Kamu pasti akan tahu mengapa Ayah bisa sedemikian protektif kepadamu." Jelas Putra.

Mata Putra tidak luput dari pandangan Rania. Rania pun juga tidak memalingkan wajah atau pandangannya dari mata Putram

Keduanya saling menatap, tatapannya semakin dalam.

(Ayah, mengapa ketika bersamamu hati ini terasa nyaman? Pesonamu membuat aku bingung akan rasa ini.) 

Batin Rania dalam hatinya.

(Ternyata, kamu sudah sangat cantik, Rania. Kamu tumbuh dengan sempurna.)

Putra tak mau kalah, ia juga berucap dalam hati.

"Ayah, sudah malam. Saatnya Ayah beristirahat. Maafkan sikap Rania ya, Yah." Ucap Rania membuyarkan pandangan Putra padanya.

"Iya, kamu jangan tidur malam-malam." Pesan Putra.

Putra mencium pucuk kepala Rania. Membuat Rania semakin nyaman.

"Ayah, apakah aku boleh memeluk, Ayah?" Pinta Rania.

Putra tampak segan untuk menerimanya, namun tidak mungkin juga ia menolaknya. Karena, Rania adalah anak angkatnya.

Ia menuruti permintaan Rania. Putra bangkit dari posisinya. Namun sialnya, kakinya tersangkut di bedcover ranjang.

"Ahhh...!"

Sehingga membuat tubuhnya oleng dan menindih tubuh Rania.

Ya, tubuh Putra menindih dengan sempurna tepat diatas tubuh Rania.

Tubuh Rania yang tumbuh dengan indah, lekukan tubuh yang terlihat body goals, dada yang padat berisi menambah kesan pertumbuhan dewasanya menggoda iman.

"Maaf, Rania. Ayah tersangkut." Ucap Putra dengan menatap wajah Rania dari jarak dekat. Kurang lebihnya hanya sejengkal saja.

Rania merasakan kenyamanan yang luar biasa. Ada sesuatu yang tumbuh pada hatinya.

Dengan cepat, Rania malah semakin erat memeluk tubuh Putra. Rasanya ia tidak ingin melepaskan tubuh Putra yang tengah berada diatasnya.

"Rania! Lepaskan Ayah. Tidak baik seperti ini." Putra berusaha bangkit dari posisinya.

Putra berdiri dengan menyembunyikan sesuatu dibawah sana.

Ya, ada sesuatu yang berbeda dibawah sana ketika dirinya bersentuhan dengan Rania.

Rania hanya menatap wajah Putra.

"Ayah, ke kamar dulu ya. Selamat malam." Ucap Putra berpamitan dengan sedikit gugup.

Rania mengangguk.

Putra dengan segera melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

"Ah, sial! Apa-apaan sih tadi Rania? Pikiranku jadi tidak fokus begini! Aku benar-benar merasakan tubuh Rania. Apalagi, bagian depan. Mengapa bisa jadi sebesar itu? Tapi, terasa nikmat dan rasanya candu sekali. Sampai-sampai ada yang bangun! Ah, sudahlah. Kalau dipikirkan terus-menerus, aku menjadi pusing sendiri." Gumam lirih Putra.

Rania telah mengganggu pikiran Putra.

Ia terus gelisah dan tidak dapat memejamkan matanya.

"Ada apa dengan diriku? Mengapa terus memikirkan gadis kecilku? Eh, dia sudah bukan gadis kecil lagi. Bahkan, kini tumbuh menjadi gadis dewasa yang nyaris sempurna." Gumam lirih Putra yang tubuhnya hanya bergulang-guling saja.

***

"Pagi, Ayah. Apakah hari ini Ayah akan pergi menemui Jendral Agung?" Sapa Rania kepada Putra yang baru saja tiba disebuah meja makan.

Terlihat Rania dan Dicky telah duduk manis di meja makan tersebut.

Dicky memperhatikan wajah Putra.

"Komandan! Apakah anda kurang tidur?" Tanya Dicky kepada Putra.

Putra menjadi salah tingkah, wajahnya memerah.

Rania turut memperhatikan wajah Putra.

"Mungkin." Jawab Putra dengan singkat.

Rania melirik kearah Putra, dan diwaktu bersamaan Putra melirik kearah Rania.

"Mau kemana kamu, Rania?" Tegur Putra pada Rania yang telah rapih dan cantik dengan rambut diikat kuda, sehingga menampakan lehernya yang begitu jenjang dan putih bersih.

Putra yang melihatnya menjadi susah menelan salivanya.

"Hmm.. Ingin ikut, Ayah. Boleh kah?" Tanya Rania.

Putra mengerutkan dahinya.

"Tidak usah, kamu tunggu di rumah saja. Ayah ada urusan negara. Nanti, setelah itu baru kita pergi." Jawab Putra.

Rania berubah murung, padahal ia ingin sekali pergi jalan-jalan seperti dulu ketika ia masih kecil.

Ia kerap diajak jalan-jalan oleh Putra bersama dengan Dicky.

"Dicky, temani aku." Titah Putra dengan pandangan telah beralih ke arah Dicky.

"Baik, komandan." Sahut Dicky.

"Giliran kakak boleh ikut, sedangkan aku? Dirumah saja, bosan sekali!" Sungut Rania kesal.

Putra dengan cepat menggenggam jemari Rania dengan lembut untuk menenangkan Rania yang kerap sekali tantrum.

"Setelah selesai, Ayah akan ajak Rania pergi jalan-jalan. Kita jalan bertiga, bagaimana?" Ucap Putra kemudian.

Rania melirik kearah Putra.

"Baiklah, janji ya, Ayah. Awas kalau ingkar!" Ancam Rania.

"Tidak akan!"

"Kira-kira, kita akan pergi kemana, Ayah?"

1
Jasmine
Luar biasa
Reni Anjarwani
lanjut
Reni Anjarwani
doubel up thor
Devan Wijaya
Ayo, cepat berikan kelanjutan cerita ini!
Mahkota Pena: siaapp kakak 👍🏻
total 1 replies
Emma
Cerita yang menarik dan bikin geregetan. Semangat terus thor!
Mahkota Pena: Terima kasih sudah mampir, Kak 😊
semoga suka dan jangan sampai ga baca kelanjutannya ☺🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!