Vherolla yang akrab disapa Vhe, adalah seorang wanita setia yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kekasihnya, Romi. Meski Romi dalam keadaan sulit tanpa pekerjaan, Vherolla tidak pernah mengeluh dan terus mencukupi kebutuhannya. Namun, pengorbanan Vherolla tidak berbuah manis. Romi justru diam-diam menggoda wanita-wanita lain melalui berbagai aplikasi media sosial.
Dalam menghadapi pengkhianatan ini, Vherolla sering mendapatkan dukungan dari Runi, adik Romi yang selalu berusaha menenangkan hatinya ketika kakaknya bersikap semena-mena. Sementara itu, Yasmin, sahabat akrab Vherolla, selalu siap mendengarkan curahan hati dan menjaga rahasianya. Ketika Vherolla mulai menyadari bahwa cintanya tidak dihargai, ia harus berjuang untuk menemukan jalan keluar dari hubungan yang menyakitkan ini.
warning : Dilarang plagiat karena inti cerita ini mengandung kisah pribadi author
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jhulie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terperangkap dalam Dilema
Pagi itu, Romi terbangun dengan kepala yang sedikit pusing akibat mabuk malam sebelumnya. Ia memandang sekeliling kamar kos Vherolla, lalu bangkit perlahan dan menuju kamar mandi. Suara gemericik air mengalir terdengar samar-samar, sementara Vherolla masih terbaring di tempat tidur, memikirkan kejadian semalam.
Vherolla merasa hatinya campur aduk. Ada rasa senang dan rasa bersalah yang berbaur. Ia tak dapat mengabaikan kenyataan bahwa Romi telah begitu jauh masuk ke dalam kehidupannya. Setelah kejadian semalam, perasaan Vherolla terhadap Romi semakin dalam, namun bayangan pesan-pesan mesra yang ia lihat di ponsel Romi terus menghantui pikirannya.
Setelah Romi keluar dari kamar mandi, ia mendapati Vherolla duduk di tepi tempat tidur, mengenakan baju yang sedikit terbuka karena cuaca yang sangat panas. Dapat terlihat jelas kedua gunung kembar Vherolla menyembul keluar. Romi menelan Saliva, dan tanpa berkata apa-apa pria itu mendekatinya, menatap Vherolla dengan pandangan yang intens.
"Kenapa kamu diam saja, Vhe?" tanya Romi sambil tersenyum tipis, mencoba mencairkan suasana.
Vherolla menoleh ke arah Romi, tapi hatinya masih penuh dengan kebingungan. Ia berusaha tersenyum, meskipun pikirannya berkecamuk. "Gak apa-apa, Mas... Cuma lagi mikir aja."
Romi mendekat, menyentuh bahu Vherolla dengan lembut. "Kamu tahu, kan, aku sayang sama kamu?" bisik Romi, suaranya rendah tapi penuh keyakinan.
Namun, di balik kata-kata manis itu, Vherolla tahu ada sesuatu yang salah. Sejak semalam, perasaannya terus dilanda kecurigaan. Dia teringat pesan-pesan mesra yang dilihatnya di ponsel Romi, dan hatinya berdebar semakin kencang.
"Aku gak mau kehilangan kamu, Mas..." jawab Vherolla pelan, suaranya hampir tak terdengar.
Romi menarik Vherolla ke dalam pelukannya, memberikan ciuman di keningnya. Kemudian turun ke bibir ranum Vherolla, dan perlahan tangan Romi menelusup ke dalam pakaian Vherolla.
Tanpa basa-basi, Romi langsung meremas dua gundukan empuk milik Vherolla. Kemudian memainkan pucuknya, membuat hasrat Vherolla kembali bangkit. Kedua insan itu terus berciuman.
Perlahan Romi menyesap kuat pucuk gunung Vherolla. Vherolla semakin hanyut dalam adegan tersebut. Romi begitu pandai memberikan kenikmatan surga dunia.
Tak menyiakan kesempatan itu, Romi mulai melepaskan satu persatu pakaian yang melekat pada tubuh Vherolla hingga polos tanpa sehelai benang pun.
Romi membopong Vherolla, meletakkannya di atas kasur, dan ... tanpa sadar dan seolah dirasuki iblis, tanpa sadar mereka melakukan hubungan layaknya suami istri.
Desahan demi desahan terdengar samar di dalam kamar kos dengan dinding kamar yang menjadi saksi bisu.
Permainan selesai, keduanya terkulai lemas tak berdaya. Beberapa menit kemudian, Vherolla bangkit dan menuju kamar mandi. Dia merasakan perih pada area sensitifnya. 'Ya Tuhan, aku sudah ternoda,' batinnya.
Di momen itu, Vherolla merasa terperangkap antara cinta dan rasa sakit. Romi telah merenggut sesuatu yang sangat berharga darinya, sesuatu yang tidak akan pernah bisa dikembalikan. Dan kini, ia merasa seolah terikat lebih kuat dengan Romi, namun hatinya juga terluka oleh kenyataan yang ia temukan.
Mereka duduk dalam keheningan sejenak, menikmati kedekatan satu sama lain. Namun, di dalam hati Vherolla, gejolak perasaan terus membesar. Bagaimana ia bisa bertahan dengan Romi, sementara banyak bukti menunjukkan bahwa Romi tidak sepenuhnya setia?
Ketika Romi berpamitan untuk pulang, Vherolla hanya bisa terdiam. Ia menyaksikan Romi melangkah pergi, meninggalkan jejak perasaan yang semakin rumit. Meskipun hatinya hancur, Vherolla merasa tidak bisa melepaskan Romi begitu saja. Setelah semua yang terjadi, dia merasa terperangkap dalam hubungan ini, meskipun logikanya mengatakan untuk berhenti.
Di tempat tidur itu, sendirian, Vherolla merenung. Apakah pengorbanan yang ia lakukan selama ini sepadan dengan apa yang ia terima? Apakah cintanya layak dipertahankan? Perasaan yang terpendam semakin menghimpit, dan Vherolla kini ia sedang berada di persimpangan yang sulit dalam hidupnya.
Setelah Romi pergi, Vherolla duduk di sudut tempat tidur dengan perasaan hampa. Matanya menatap kosong pada sprei yang terdapat bercak darah. Ya, itu adalah darah keperawanan Vherolla!
Kejadian semalam berputar dalam pikirannya seperti film yang terus diulang-ulang, tidak bisa ia hentikan.
"Apa aku terlalu mudah menyerah?" gumamnya sendiri. Sejak awal, Vherolla tahu bahwa hubungan mereka tidak selalu mulus. Romi sering mengabaikan perasaannya, membuatnya merasa tidak dihargai. Namun di balik semua itu, Romi selalu berhasil memikatnya kembali dengan kata-kata manis, seperti mantra yang membuatnya terus bertahan.
Vherolla menghela napas panjang. Ia teringat bagaimana Romi merenggut keperawanannya. Meskipun ia menyayangi Romi, rasa bersalah dan kecewa kini semakin kuat. Ia merasakan beban yang berat di dadanya, seakan-akan cinta yang ia berikan tidak dihargai dengan sepantasnya.
Dia bangkit dari tempat tidur, berjalan pelan ke arah cermin di sudut kamar. Vherolla memandang dirinya sendiri, mencoba mencari jawaban di balik refleksi yang tampak begitu letih. Apa yang salah? Mengapa ia tetap bertahan dengan Romi meskipun banyak hal yang menyakitkan?
Ia memikirkan pesan-pesan mesra yang dilihatnya di ponsel Romi. Hatinya kembali panas saat teringat bagaimana Romi begitu santai berbincang dengan wanita lain di sosial media, padahal dia sendiri sulit sekali mendapatkan perhatian Romi. Rasanya seperti ditikam dari belakang.
Sementara itu, pikirannya melayang pada hubungan mereka yang kini semakin kompleks. "Aku sudah memberikan segalanya... Bagaimana bisa aku pergi?" pikirnya, seakan-akan ada tali yang kuat mengikatnya pada Romi.
Namun, di sisi lain, ia tidak bisa menutupi rasa takut yang kini mulai merayap di hatinya. Apakah Romi akan benar-benar setia? Apakah hubungan mereka bisa bertahan setelah semua ini?
Pikirannya berkecamuk, dan Vherolla merasa semakin terjebak dalam dilema. Di satu sisi, ia masih menyimpan harapan bahwa Romi bisa berubah. Tapi di sisi lain, semakin banyak tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Romi tidak bisa dipercaya.
Vherolla memutuskan untuk menghubungi Yasmin. Ia butuh seseorang untuk bicara, seseorang yang bisa memberinya sudut pandang lain. Yasmin selalu menjadi pendengar yang baik, dan Vherolla merasa butuh dukungan dari sahabatnya itu.
Vherolla mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat.
Vherolla: "Yas, kamu sibuk? Aku butuh bicara."
Tidak butuh waktu lama bagi Yasmin untuk merespons.
Yasmin: "Enggak sibuk, Vhe. Ada apa? Kamu baik-baik aja?"
Vherolla terdiam sejenak, jari-jarinya mengetik pesan tapi kemudian dihapus. Ia tidak tahu harus mulai dari mana untuk menceritakan semuanya. Setelah menarik napas dalam-dalam, ia mengetik lagi.
Vherolla: "Aku bingung, Yas. Romi… dia kayaknya nggak sepenuhnya jujur sama aku. Aku nemu banyak pesan mesra di HP-nya."
Pesan terkirim, dan detik berikutnya jantung Vherolla berdegup kencang. Ia tahu Yasmin akan merespons dengan cepat, dan benar saja, ponselnya berbunyi tak lama kemudian.
Yasmin: "Astaga, Vhe. Apa maksudmu? Kamu udah cek ponselnya?"
Vherolla: "Iya, aku lihat sendiri. Banyak pesan dari cewek-cewek yang mesra sama dia. Dan itu nggak cuma satu-dua orang, Yas."
Hening sejenak. Vherolla tahu Yasmin sedang mencerna apa yang baru saja ia katakan.
Yasmin: "Oh, Vhe… kenapa kamu nggak langsung tanya Romi? Apa dia bilang apa-apa soal itu?"
Vherolla: "Aku belum sempat tanya. Dia mabuk semalam dan ketiduran, jadi aku cek ponselnya. Aku bingung, Yas. Dia bilang sayang sama aku, tapi kenyataannya…"
Yasmin: "Vhe, kalau dia benar-benar sayang, dia nggak akan melakukan itu. Kamu udah terlalu banyak berkorban untuk dia."
Kata-kata Yasmin menusuk tepat di hati Vherolla. Ia tahu Yasmin benar, tapi ada bagian dalam dirinya yang masih enggan mengakui kenyataan pahit itu.
Vherolla: "Tapi aku nggak bisa ninggalin dia begitu aja, Yas. Dia udah... Kamu tahu, aku udah kasih semuanya."
Yasmin: "Aku ngerti, Vhe. Tapi hubungan ini nggak sehat kalau cuma kamu yang terus-terusan ngalah."
Vherolla terdiam. Ia merasa terjebak dalam konflik batin yang tidak berujung. Cintanya kepada Romi terlalu besar, tapi kekecewaannya juga semakin sulit untuk diabaikan.
Yasmin: "Dengerin aku, Vhe. Kamu perlu ngomong sama Romi. Kasih dia kesempatan buat jelasin, tapi jangan biarin dia terus-terusan bikin kamu sakit."
Vherolla mengangguk meskipun Yasmin tidak bisa melihatnya. "Iya, mungkin Yasmin benar," pikirnya. Ia harus bicara dengan Romi, harus menyelesaikan semuanya. Meski hatinya sakit, ia tahu keputusan harus segera diambil.
Setelah percakapan itu, Vherolla merasa sedikit lega. Namun, bayangan tentang Romi dan pesan-pesan yang ia lihat masih menghantui pikirannya.