Mencari Daddy Sugar? Oh no!
Vina Rijayani, mahasiswi 21 tahun, diperhadapkan pada ekonomi sulit, serba berkekurangan ini dan itu. Selain dirinya, ia harus menafkahi dua adiknya yang masih sangat tanggung.
Bimo, presdir kaya dan tampan, menawarkan segala kenyamanan hidup, asal bersedia menjadi seorang sugar baby baginya.
Akankah Vina menerima tawaran Bimo? Yuk, ikuti kisahnya di SUGAR DATING!
Kisah ini hanya fantasi author semata😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Nasihat Murdiono
"Vina! Sebentar!" pak Murdiono gegas keluar dari belakang mejanya, mengejarku yang sudah berdiri diambang pintu keluar ruang dekan.
"Ada apa pak?" aku berbalik.
Aku dapat merasakan dekanku itu tidak bersikap seperti biasanya, ia berdehem sekali lalu menatapku dalam.
"Siapa laki-laki itu?"
"Maksud bapak?" aku berpura-pura tidak mengerti siapa yang dia maksudkan.
"Pria yang membayar diktat-diktat ini dan tunggakan SPP-mu?" menunjuk diktat-diktat yang aku tenteng didalam plastik.
"Oh, beliau tuan Bimo, bos saya di Hotel Viktoria, saya berkerja paruh waktu sebagai OB disana pak," aku terpaksa berbohong.
"Pemilik?" tanyanya lebih spesifik.
"Saya tidak tahu pak," sahutku. Aku memang tidak tahu, dan belum banyak tahu tentang tuan Bimo itu. Satu unit penthouse super mewah miliknya, dan jabatan sebagai seorang direktur tidaklah cukup bagiku menduga kalau pria itu adalah pemilik hotel itu.
"Bolehkah aku memperingatkanmu Vina?"
Aku mundur. Sematan 'bapak' berubah menjadi 'aku' tentu membuatku kaget. Aku jadi dag-dig-dug ngeri.
"Jauhi laki-laki itu. Aku merasa dia ingin mengambil keuntungan darimu," lanjutnya tanpa menyadari perubahan sikapku.
"Tidak ada laki-laki yang tulus memberi bantuan, pasti ada udang dibalik batu Vina, kamu mengertikan maksudku?" seriusnya.
Murdiono Sang Dekan.
"I-iya pak. M-maaf, saya permisi, jam mata kuliah saya sudah dimulai." Tanpa menunggu sahutan aku berbalik dengan niat berlari kencang.
"Jangan pergi dulu."
Aku terkesiap, pergelangan tanganku sudah disambar pak Murdiono kuat. Seketika sekujur tubuhku gemetar.
"Pak, tolong lepaskan, saya sudah terlambat," sikapku kubuat setenang mungkin agar tidak terlihat takut.
"Vina berjanjilah... Jauhi laki-laki itu, aku benar-benar mencemaskanmu--"
"Pak, lepaskan tangan Vina, tidak baik kalau ada yang lihat," Heru tiba-tiba muncul, aku yang merasa tertolong langsung berlari sekencang-kencangnya tanpa menoleh pada dua pria beda generasi itu.
Heru Mardani Sang Ketua HiMa
...***...
"Bu Romlah, kemari!" panggil Anggi saat suasana pasar sudah tidak terlalu ramai siang itu.
"Ada apa jeng, saya lagi sibuk memisahkan bawang merah yang tumpah ditumpukan bawang putih ini jeng. Kesini saja kalau ada perlu," sambut Romlah, mendongak sebentar dan kembali merunduk, melanjutkan kegiatannya, mumpung lagi sepi.
"Bu Romlah lupa kalau tubuh saya sebesar ini? Yang ada, jualan bu Romlah bakal hancur lebur tersenggol oleh saya kalau ke kiosnya bu Romlah," ucapnya beralasan.
"Iya, iya, sebentar jeng, nanggung nih," tangan Romlah terus sibuk memilah.
"Buruan, nanti keburu rame lagi! Ini penting!"
Walau terpaksa, Romlah akhirnya beranjak juga meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai. Jika tidak dituruti, Anggi bakal terus berkicau tak sedap.
"Ada apa sih jeng?" Romlah berdiri diantara barang-barang jualan milik Anggi.
"Tadi pagi bu Romlah bilang Vina mengirim uang lumayan banyak ke rekeningnya bu Romlah, memangnya berapa?" Anggi melirik kesana kemari takut ada yang mendengar.
"Memang kenapa jeng?" Romlah merasa curiga.
"Begini bu, mendiang bapaknya Vina masih meninggalkan banyak utang pada saya, jadi saya minta bu Romlah transfer aja semua uang Vina untuk adik-adiknya itu ke saya. Nanti bu Romlah minta lagi ke Vina, bagaimana?" ucap Anggi setengah berbisik, tentu saja terasa aneh bagi Romlah, karena perempuan besar itu jarang sekali berbicara sepelan itu.
"Waduh jeng... maaf, saya nggak berani kalau tidak sesuai amanat," tolak Romlah.
"Sudahlah bu, jangan takut, Vina itu kan keponakan saya juga. Dia pasti ngerti kok mendiang bapaknya banyak utang," Anggi berusaha membujuk.
"Bukannya dulu sudah lunas ya jeng, saat jeng Anggi mengambil paksa rumah bapaknya Vina yang jeng tempati sekarang. Saya kan hadir juga sebagai saksi batas ketika mediasi di rumahnya pak RT."
"Lah, ini lain cerita lagi bu Romlah, beda..." Anggi tetap bersikeras.
"Gini aja jeng Anggi, itu kan nomornya Vina pasti ada sama jeng Anggi, tagih aja langsung ke orangnya kalau masih ada. Uang adik-adiknya Vina tidak bisa saya berikan, saya permisi." selesai berucap Romlah langsung beranjak pergi.
Anggi hanya bisa menatap kepergian Romlah dengan perasaan kesal.
...***...
Bimo memandangi ponsel jadul milik Vina yang berkedip-kedip disisi kanan mejanya.
"Untuk apa bibinya Vina menelpon?"
Berambung...✍️
*✍️Pesan Moral : Tetaplah membela yang benar😎 (By : Author T*enth_Soldier)
dirimu mau berendam sambil minum atau gimana/Drowsy//Drowsy//Drowsy/
. Arvian.. bukan Alvian.. di atas ada beberapa alvian aku oleng benerann... 🙈🙈🙈
Arvian.. entar..... errrrr/Drowsy//Drowsy//Drowsy/
kok aku jadi oleng/Facepalm//Facepalm/
i PM : Hati yang gembira adalah obat yang mujarab, Semangat yang patah mengeringkan tulang.. cheerrsss /Grin/