para pemuda yang memasuki hutan yang salah, lantaran mereka tak akan bisa pulang dalam keadaan bernyawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novita Ledo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Jejak Bayangan
Raka dan Bima duduk termangu di depan pria tua itu, berusaha mencerna apa yang baru saja ia katakan. Dada mereka masih terasa berat—bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga karena kenyataan yang baru saja mereka hadapi. Dinda dan Andre telah hilang, dan kini mereka mungkin menjadi target makhluk itu.
"Apa yang sebenarnya terjadi di dalam hutan itu?" tanya Bima, suaranya serak. "Apa makhluk itu? Dan kenapa dia ngincar kita?"
Pria tua itu menghela napas panjang sebelum menjawab, "Makhluk itu adalah penjaga antara dua dunia. Hutan Giripati adalah batas tipis antara dunia manusia dan kegelapan. Banyak yang menyebutnya sebagai ‘Bayangan Purba.’ Ketika kalian membuka pintu itu, kalian mengusik keseimbangannya. Dia sekarang akan mengejar kalian, karena kalian adalah kunci untuk keluar ke dunia ini."
"Kunci? Maksud lo apa?" desak Raka.
"Kalian membawa bagian dari kegelapan itu keluar bersama kalian," kata pria itu sambil menunjuk ke arah Raka dan Bima. "Jejaknya ada di tubuh kalian—jejak yang tidak bisa dihapus. Dia akan terus memburu kalian sampai dia berhasil menyatu kembali dengan jejak itu."
Raka memandang tangannya, mencoba mencari sesuatu yang berbeda, tetapi tidak ada yang terlihat. "Apa yang harus kita lakukan? Bagaimana caranya kita menyingkirkan jejak ini?"
Pria tua itu memandang mereka dengan tatapan penuh simpati. "Ada cara untuk menutup pintu itu selamanya. Tapi itu berarti kalian harus kembali ke sana."
"Kembali ke hutan itu?" Bima hampir berteriak. "Lo gila? Kita baru aja keluar hidup-hidup, dan sekarang lo nyuruh kita balik lagi?"
"Kalian bisa lari, tapi itu hanya menunda. Bayangan itu akan semakin kuat, dan pada akhirnya, dia akan menemukan kalian. Jika kalian ingin selamat—dan menyelamatkan dunia ini—kalian harus menghentikannya sebelum dia berhasil membuka pintu lain," ujar pria itu tegas.
Raka dan Bima saling berpandangan. Mereka tahu pria tua itu benar, tetapi kembali ke Hutan Giripati terasa seperti mimpi buruk yang tidak mungkin mereka hadapi.
---
Esok harinya, meski rasa takut masih menyelimuti mereka, Raka dan Bima memutuskan untuk kembali ke hutan. Pria tua itu memberi mereka sebuah kantong kecil berisi ramuan yang katanya bisa melindungi mereka dari serangan langsung bayangan itu. Ia juga memberikan sebuah jimat berbentuk lingkaran dengan simbol-simbol aneh, yang katanya adalah kunci untuk mengunci pintu bayangan secara permanen.
"Gunakan jimat ini di altar tempat semuanya bermula," katanya. "Tapi ingat, begitu ritual dimulai, bayangan itu akan tahu. Dia tidak akan diam saja."
Dengan perlengkapan seadanya, mereka memulai perjalanan kembali ke Hutan Giripati. Jalan setapak yang kemarin tampak menyeramkan kini terasa lebih berat, penuh kenangan akan teriakan dan bayangan-bayangan gelap yang menghantui mereka.
Mereka sampai di persimpangan yang sama di mana jalur bercabang dua—jalur lebar dan jalur sempit. Tanpa ragu, Raka memimpin mereka kembali ke jalur sempit, meski setiap langkah terasa seperti menjemput maut.
---
Ketika mereka sampai di altar batu, suasana di sana jauh lebih mencekam dibanding sebelumnya. Lilin-lilin biru yang kemarin padam kini menyala lagi, meski tidak ada angin atau api yang menyalakannya. Udara di sekitar mereka terasa berat, seperti ada ribuan mata yang mengawasi.
Raka mengeluarkan jimat dari tasnya, menggenggamnya erat. "Ini dia," katanya pelan. "Kita mulai sekarang."
Bima berjaga-jaga dengan kayu di tangannya, meski ia tahu itu tidak akan berguna. "Cepet, Rak. Gue nggak suka tempat ini."
Raka mulai melafalkan mantra yang tertulis di balik jimat itu, suaranya gemetar. Kata-kata dalam bahasa kuno itu terasa aneh di lidahnya, tetapi ia terus melafalkannya. Cahaya dari jimat itu perlahan mulai menyala, menyinari ruangan dengan warna keemasan.
Tapi seperti yang diperingatkan oleh pria tua itu, sesuatu mulai bergerak di kegelapan.
Bayangan besar itu muncul lagi, lebih mengerikan daripada sebelumnya. Tubuhnya kini jauh lebih besar, memenuhi hampir seluruh ruangan, dan mata merahnya menyala terang. Ia melolong keras, suaranya seperti ribuan suara yang berbicara bersamaan.
"Kalian tidak bisa menghentikan aku…" suara itu bergema. "Kalian akan menjadi bagian dari kegelapan ini."
Bima berteriak, "Cepet, Raka!" sambil memukul bayangan itu dengan kayunya. Kali ini, entah bagaimana, pukulan itu berhasil melambatkan gerakannya. Ramuan yang diberikan oleh pria tua itu mungkin bekerja.
Bayangan itu bergerak mendekati Raka, tetapi Bima terus melawannya, mencoba mengalihkan perhatian. Namun, kekuatan bayangan itu terlalu besar. Dalam satu ayunan, Bima terlempar ke dinding, membuatnya jatuh tak sadarkan diri.
"BIIMA!" Raka berteriak, tetapi ia tidak berhenti membaca mantra. Cahaya dari jimat itu semakin terang, dan altar mulai bergetar.
Bayangan itu meluncur ke arah Raka, mengayunkan lengannya yang besar untuk menghentikan ritual. Tapi tepat sebelum ia mencapai Raka, cahaya dari jimat itu meledak, memenuhi seluruh ruangan dengan kilauan emas.
Bayangan itu melolong kesakitan, tubuhnya mulai menghilang sedikit demi sedikit, seperti asap yang terbakar. Namun, sebelum menghilang sepenuhnya, ia sempat berbisik dengan suara yang lebih lembut, "Ini belum berakhir…"
Bayangan yang Tertinggal
Raka berhasil menyelesaikan ritual, dan pintu itu kini benar-benar tertutup. Udara di sekitar mereka kembali normal, dan kegelapan yang mencekam perlahan memudar.
Ia berlari ke arah Bima, yang masih tergeletak di lantai. "Bima! Lo nggak apa-apa?"
Bima mengerang pelan, membuka matanya. "Gue nggak apa-apa… Apa udah selesai?"
Raka mengangguk, meski dalam hatinya, ia tidak sepenuhnya yakin. Mereka telah berhasil menutup pintu, tetapi bayangan itu berjanji akan kembali.
Ketika mereka akhirnya keluar dari Hutan Giripati, pagi telah tiba. Langit cerah, seolah-olah tidak ada yang pernah terjadi. Tetapi di dalam hati mereka, mereka tahu cerita ini belum berakhir.
Bayangan itu mungkin telah terkunci untuk sementara waktu, tetapi jejaknya masih ada pada mereka. Dan selama jejak itu ada, kegelapan akan selalu mengintai, menunggu saat yang tepat untuk kembali.
Hutan Giripati tetap sunyi, menyimpan rahasianya. Dan meski mereka selamat, Raka dan Bima tahu satu hal dengan pasti: mereka tidak akan pernah benar-benar bebas dari bayangan itu.