Lilyana Belvania, gadis kecil berusia 7 tahun, memiliki persahabatan erat dengan Melisa, tetangganya. Sering bermain bersama di rumah Melisa, Lily diam-diam kagum pada Ezra, kakak Melisa yang lebih tua. Ketika keluarga Melisa pindah ke luar pulau, Lily sedih kehilangan sahabat dan Ezra. Bertahun-tahun kemudian, saat Lily pindah ke Jakarta untuk kuliah, ia bertemu kembali dengan Melisa di tempat yang tak terduga. Pertemuan ini membangkitkan kenangan lama apakah Lily juga akan dipertemukan kembali dengan Ezra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memulai langkah baru
Beberapa minggu setelah pertemuan mereka di mall, Lily dan Melisa akhirnya bersiap untuk memasuki tahap baru dalam hidup mereka: mendaftar di universitas. Keduanya sudah sepakat untuk memilih universitas yang sama, bahkan mengambil jurusan yang sama Ilmu Komunikasi. Keputusan ini bukan hanya karena keduanya memiliki minat yang sama, tetapi juga karena kedekatan mereka sebagai sahabat sejak kecil.
Pagi itu, suasana rumah Lily dan Melisa dipenuhi dengan semangat dan antusiasme. Hari ini adalah hari penting bagi mereka. Mereka akan pergi ke kampus untuk melakukan pendaftaran dan mengurus beberapa hal administratif sebelum perkuliahan resmi dimulai.
Ezra, yang tampaknya selalu siap membantu adik dan sahabatnya, sudah menunggu di luar rumah dengan mobilnya. Ia menawarkan diri untuk mengantar Lily dan Melisa ke kampus. Melisa, seperti biasa, tampak sangat bersemangat. Sedangkan Lily, meskipun berusaha menyembunyikannya, masih merasa sedikit canggung di sekitar Ezra, terutama setelah pertemuan mereka beberapa waktu lalu dengan Nadia.
"Siap, semuanya?" tanya Ezra sambil tersenyum hangat saat Melisa dan Lily masuk ke dalam mobil.
"Siap banget, Kak!" jawab Melisa dengan ceria, sementara Lily hanya tersenyum dan mengangguk.
Sepanjang perjalanan menuju kampus, Ezra dan Melisa terus berbincang tentang rencana mereka di kampus, kegiatan yang akan mereka ikuti, serta harapan mereka ke depan. Lily ikut serta dalam percakapan itu, meskipun pikirannya sering melayang ke arah lain. Ada sesuatu tentang kebersamaan ini yang membuat hatinya campur aduk—sebagian karena ia masih merasa perasaannya terhadap Ezra belum terselesaikan, dan sebagian lagi karena kegelisahan yang muncul tentang kehidupan baru yang akan segera ia jalani di universitas.
Setelah beberapa saat, mereka tiba di kampus. Gedung universitas yang besar dan megah berdiri di hadapan mereka, membawa perasaan gugup sekaligus semangat pada Lily dan Melisa. Keduanya keluar dari mobil, diikuti Ezra yang kemudian berjalan bersama mereka menuju area pendaftaran.
"Ini dia, langkah pertama kalian di dunia kuliah," ujar Ezra sambil mengedarkan pandangan ke arah kampus yang luas. "Nikmati setiap momen, ya. Masa-masa kuliah itu nggak akan terulang."
Lily tersenyum kecil mendengar ucapan Ezra. Meski hatinya masih sedikit galau tentang perasaannya, dia tahu bahwa Ezra benar—kuliah adalah babak baru yang akan membuka banyak peluang dan pengalaman. “Makasih, Kak Ezra. Kami akan berusaha menikmati semuanya,” jawabnya sambil melirik Melisa yang masih penuh energi.
Setelah sampai di gedung administrasi, Lily dan Melisa segera mengantre untuk melakukan pendaftaran. Ezra menunggu mereka di luar, membiarkan kedua gadis itu mengurus semua proses sendiri. Suasana kampus terasa ramai, dengan banyak mahasiswa baru yang sibuk mengurus dokumen-dokumen mereka.
Lily dan Melisa akhirnya berhasil menyelesaikan pendaftaran tanpa masalah. Mereka keluar dari gedung dengan senyuman lega di wajah mereka, membawa berkas-berkas yang menunjukkan bahwa mereka resmi terdaftar sebagai mahasiswa baru.
"Sudah selesai?" tanya Ezra saat melihat mereka keluar.
"Sudah, Kak. Resmi deh sekarang kami jadi mahasiswa!" seru Melisa dengan semangat, sambil memamerkan dokumen-dokumennya.
Ezra tersenyum, jelas bangga dengan pencapaian mereka. "Baguslah. Aku yakin kalian bakal menikmati masa kuliah ini."
Setelah mendaftar, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak di sekitar kampus, mengenali tempat-tempat penting seperti gedung fakultas, perpustakaan, dan kantin. Ezra dengan santai mengikuti mereka, sesekali memberikan komentar dan candaan yang membuat suasana terasa lebih ringan.
Namun, di tengah keseruan itu, Lily tak bisa mengabaikan perasaan ragu yang diam-diam terus menghantuinya. Dia tak bisa memutuskan apakah ingin tetap membiarkan perasaannya terhadap Ezra mengalir begitu saja, atau justru mencoba melupakan semuanya. Terutama dengan kehadiran Nadia yang seringkali membuatnya merasa tidak yakin apakah masih ada ruang untuk perasaannya terhadap Ezra.
Setelah berkeliling, mereka akhirnya kembali ke mobil dan memutuskan untuk pulang. Di sepanjang perjalanan, suasana sedikit lebih tenang dibandingkan saat berangkat. Melisa yang kelelahan dari berkeliling kampus mulai tertidur di kursi belakang, sementara Lily duduk di samping Ezra yang fokus mengemudi.
Tiba-tiba, Ezra memecah keheningan. "Lily, kamu terlihat sedikit gelisah. Ada yang kamu pikirkan?"
Lily terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia tidak menyangka Ezra akan memperhatikan perubahan suasana hatinya. "Ah, nggak kok, Kak. Aku cuma... ya, mungkin agak nervous sama semua ini. Mulai kuliah, pindah ke kota baru... semuanya terasa cepat."
Ezra tersenyum lembut. "Wajar kalau kamu merasa begitu. Tapi jangan terlalu dipikirin. Kamu punya Melisa di sini, dan kalian pasti bisa saling dukung. Plus, Jakarta nggak seburuk itu kok."
Lily mengangguk, meski masih ada yang belum tersampaikan dalam pikirannya. Dia ingin mengatakan sesuatu tentang perasaannya, tapi lidahnya terasa berat. Bagaimana bisa ia mengungkapkan sesuatu yang sudah ia pendam bertahun-tahun, apalagi sekarang dengan kehadiran Nadia di hidup Ezra?
Ezra sepertinya bisa merasakan kebingungan dalam diri Lily, tapi dia memilih untuk tidak mendesak. "Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita ke aku, Lil. Aku selalu ada buat kamu dan Melisa."
Ucapan itu terdengar tulus, membuat Lily merasa sedikit lebih nyaman. Meski perasaannya masih bergejolak, setidaknya dia tahu bahwa Ezra peduli meskipun hanya sebagai kakak dari sahabat terbaiknya.
Sesampainya di rumah, Melisa akhirnya terbangun dan mereka berdua keluar dari mobil dengan perasaan lega dan puas setelah hari yang panjang. Ezra membantu mereka membawa berkas-berkas pendaftaran ke dalam rumah, sebelum akhirnya berpamitan.
"Nanti kalau ada apa-apa soal kuliah, jangan sungkan hubungi aku ya," ujar Ezra dengan senyum hangat. "Selamat memulai langkah baru kalian."
Lily hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis, sementara Melisa berterima kasih dengan antusias.
***
Malam itu, setelah hari yang panjang dan melelahkan di kampus, Lily sedang beristirahat di kamarnya ketika ponselnya berdering. Di layar, nama Melisa muncul. Dengan cepat ia menjawab panggilan itu.
“Lil! Kamu udah siap-siap belum buat ospek besok?” tanya Melisa dengan suara penuh semangat. “Aku pikir kita bisa nginep bareng, biar bisa siapin semuanya. Gimana?”
Lily tersenyum, meskipun perasaannya sedikit campur aduk. "Nginep di rumah kamu?"
"Iya! kak Ezra juga di rumah, dan dia bisa bantu kita siap-siap barang-barang yang kita butuhin. Ospek itu penting banget, Lil, jangan sampai ada yang ketinggalan."
Mendengar nama Ezra, jantung Lily berdetak lebih cepat. Bayangan Ezra yang ikut membantu mereka langsung membuat perasaannya bergejolak. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang. "Baiklah, aku akan ke sana."
Setelah bersiap-siap dan membawa beberapa perlengkapan dasar, Lily keluar dari rumahnya dan berjalan menuju rumah Melisa yang hanya beberapa langkah dari rumahnya. Perasaan canggung mulai merayap ketika ia tiba di depan pintu rumah Melisa. Ia mengingat-ingat bahwa kak Ezra juga ada di sana, dan itu cukup membuat pikirannya tak tenang.
Lily cpt move on syg, jgn brlarut larut dlm kesdihan bgkitlh fokus dgn kuliamu. aku do'akn smoga secepatnya tuhan mngirim laki" yg mncintai kmu dgn tulus. up lgi thor byk" 😍💪