Demi menyelamatkan nama baik keluarganya, Audrey dipaksa menggantikan adik tirinya untuk menikahi Asher, seorang tuan muda yang dikenal cacat dan miskin. Audrey yang selama ini dianggap anak tiri yang tidak berharga, harus menanggung beban yang tak diinginkan siapa pun.
Namun, hidup Audrey berubah setelah memasuki dunia Asher. Di balik kekurangan fisiknya, Asher menyimpan rahasia besar yang bahkan keluarganya sendiri tak pernah tahu. Perlahan, Audrey mulai menyadari bahwa suaminya bukan pria biasa. Ada kekuatan, kekayaan, dan misteri yang tersembunyi di balik sosok pria yang diabaikan itu.
Ketika rahasia demi rahasia terungkap, Audrey mendapati dirinya terjebak di antara cinta, intrik, dan bahaya yang tak pernah ia bayangkan. Siapkah Audrey menghadapi kenyataan tentang Asher? Dan apakah takdir yang mempertemukan mereka adalah kutukan atau justru anugerah terbesar dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeiy Gemilang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji Kepada Nenek
“Nenek!” Audrey mengintip di balik pintu ruang inap neneknya.
“Audrey, itu kamu?” seru Gina menoleh ke arah pintu ruangan.
Audrey tersenyum, dia tampak begitu bahagia ketika mengetahui jika dirinya satu rumah sakit dengan neneknya. “Iya, Nek. Ini Audrey,” jawab Audrey yang masih berdiri di ambang pintu.
Gina, yang terbaring lemah di tempat tidur, tersenyum lebar dan mengulurkan tangannya ke arah Audrey. “Sini, Nak. Nenek merindukanmu. Apakah Suamimu juga ikut denganmu?” tanya Nenek Gina bersemangat.
Audrey menoleh ke arah Asher yang berdiri di sampinnya. “Apakah kamu ingin masuk?” tanya Audrey. “Jika kamu tidak mau juga tidak apa-apa, kok.”
“Ayo, kita sama-sama menemui Nenek.” Asher menggenggam tangan Audrey melangkah masuk ke ruangan.
“Iya, Nek, Aku datang bersama Suamiku untuk melihat keadaan Nenek,” jawab Audrey.
Saat Asher dan Audrey berdiri di samping ranjang, Asher membungkuk. “ Selamat siang, Nenek. Aku Nathan, suami Audrey. Bagaimana kabar Nenek?” tanya Asher dengan sopan namun dingin.
Mata Gina berbinar menatap Asher. “Apakah ini Suamimu, Audrey? Akhirnya aku dapat melihat Cucu menantuku,” ucap Gina antusias.
Audrey tersenyum kikuk. “Sesuai janji, Nek. Aku datang bersama Suami untuk menjenguk Nenek.”
Gina dengan senyum yang terus merekah di bibirnya mengalihkan pandangannya ke arah Asher. “Hei, Nak, angkatlah wajahmu. Aku ingin melihat seberapa tampan wajahmu.” Pinta Gina.
Asher mengangkat wajahnya, wajah yang tidak ada senyuman. Asher hanya memperlihatkan wajah datarnya saja ketika ia menatap Gina.
Melihat wajah cucu menantunya lebih dekat, Gina menangkup kedua pipi Asher dengan hati bahagia. “Ya... Ampun, ternyata aku memiliki cucu menantu yang sangat tampan. Tolong jaga cucuku, ya. Jangan buat dia bersedih,” ucap Gina sambil memainkan pipi Asher yang dia cubit-cubit dengan gemas.
Dengan gaya mulut seperti ikan mujair mencari udara, Asher pun menjawab, “Aku usahakan, Nek,” jawabannya terdengar tidak jelas seperti seseorang tenggelam.
Audrey yang melihat neneknya memperlakukan wajah Asher seperti itu pun meraih tangan Gina. Karena neneknya tidak tahu, betapa tidak sukanya Asher diperlukan seperti itu membuat Audrey merasa sedikit risau. Audrey sangat tahu bahwa Asher tidak terlalu suka dengan sentuhan fisik yang terlalu intens, dan dia tidak ingin hal itu membuat Asher merasa tidak nyaman di hadapan neneknya.
“Nek, aku membawakan makanan untuk Nenek. Jadi, ayo aku suapin, Nek.”
Audrey mencoba mengalihkan perhatian neneknya dari Asher yang sedang tidak nyaman. Audrey berjalan perlahan ke meja makan yang terletak di sebelah tempat tidur dan mulai mengambil beberapa makanan yang dirinya dan Asher bawa.
“Sudah lama Nenek tidak makan makanan ini, kan? Ayo, Buka mulut Nenek, Audrey akan menyuapi supnya.” Pinta Audrey sambil membawa sendok berisi sup ke mulut nenek Gina.
Nenek Gina tersenyum dan membuka mulutnya dengan sabar. Audrey dengan lembut menyodorkan sendok berisi sup ke mulut nenek Gina dan menyuapinya dengan hati-hati.
“Ini enak Nak, terima kasih karena sudah datang menjenguk Nenek,” ucap Gina sambil mengunyah.
“Sama-sama, Nek. Nenek habiskan dulu, ya, makanannya. Setelah itu, baru kita ngobrol. Audrey takut kalau Nenek kebanyakan ngobrolnya, nanti Nenek keselek sama kuah sup.” Tegur Audrey sambil mengusap sisa-sisa sup yang tercecer di sudut bibir Gina.
Gina hanya mengangguk dan Audrey melanjutkan menyuapi neneknya. Sementara Asher, tetap berdiri di samping mereka, mengawasi dengan perasaan hangat dalam hatinya.
‘Sepertinya, Audrey memang memiliki sikap yang lembut dan penyayang.’ Ahser membatin mengagumi sosok wanita di depannya itu.
Setelah Gina selesai makan, Audrey menempatkan sendok di piring dan menatap neneknya dengan penuh kasih sayang. “Jadi, Nek, bagaimana kabarmu? Apa yang dokter katakan tentang kondisi Nenek?” tanya Audrey dengan hati-hati.
Nenek Gina menghela nafas pelan sebelum memulai ceritanya. “Dokter mengatakan bahwa kondisiku semakin memburuk, Nak. Mereka menyuruhku untuk istirahat dan menjalani perawatan yang lebih intensif di sini,” kata Gina dengan wajah sedih.
Audrey memegang tangan neneknya dengan lembut. “Jangan khawatir, Nek. Ada Audrey yang akan selalu datang menjenguk nenek dan selalu ada untuk nenek. Jadi, nenek tetap semangat, ya!” hibur Audrey.
Nenek Gina tersenyum lebar. “Terima kasih, Nak. Nenek sangat beruntung memiliki kalian berdua di sini,” kata Gina dengan suara lemah.
Audrey memeluk neneknya dengan penuh kasih sayang. “Audrey juga sangat beruntung memiliki nenek. Audrey akan selalu mendukung dan merawat nenek dengan semampu yang Audrey bisa,” ucap Audrey sambil mengusap punggung Gina.
Setelah mereka saling berpelukan, Audrey pun meminta ijin untuk berpamitan kepada neneknya. Walaupun Audrey masih ingin berlama-lama, namun dia tahu, dia harus kembali karena hari ini, Audrey sudah boleh pulang.
“Nek, kami harus pergi sekarang. Tapi nenek jangan sedih, ya, kami akan kembali lagi besok untuk menjenguk nenek,” ucap Audrey sambil mencium pipi nenek Gina.
Nenek Gina mengangguk dan melepaskan Audrey dari pelukannya. “Iya,” jawab Gina. Wanita paruh baya itu meraih tangan Audrey dan Ahser lalu meletakkan tangan Asher di atas punggung tangan Audrey.
“Nak, nenek titip Audrey, ya. Nenek tahu permasalahan kalian. Nenek hanya minta, tolong jangan sakiti Audrey. Dia, memiliki hati yang rapuh. Jika Audrey membuat kesalahan, nenek minta, tegurlah dia tapi jangan main tangan. Nenek tidak ingin melihat cucuku terluka,” kata Nenek Gina dengan serius.
Asher tertegun mendengar permintaan Gina. Jika dia tidak berjanji untuk tidak menyakiti Audrey, itu artinya dirinya adalah pria pecundang. Sedang perasaannya kepada Audrey, masih dipertanyakan. Hal itu membuat Asher membeku tanpa satu pun kata yang terucap di bibirnya.
Audrey yang merasakan ketegangan di udara, melepas sentuhan tangan Asher dan menggenggam tangan nenek Gina dengan penuh kasih sayang. “Nek, jangan khawatir. Asher dan Audrey akan selalu saling menjaga dan saling mendukung satu sama lain. Kami berjanji untuk tidak melukai satu sama lain,” ucap Audrey dengan tegas.
Nenek Gina tersenyum lega mendengar janji Audrey. “Nenek mengerti bahwa pernikahan kalian tidak dilandasi oleh rasa cinta.” Gina menatap wajah Audrey dan Asher secara bergantian.
“Nak, kalian harus tahu, cinta tidak selalu muncul secara instan dalam suatu hubungan, tapi ketulusan dan komitmen bisa mengubahnya. Harap jangan pernah lupa, kalian terlahir ke dunia dari hasil cinta yang tulus dan suci dari orang tua kalian. Jadi, jangan sia-siakan keberadaan pasangan kalian. Jaga hubungan kalian dengan baik dan saling menghargai satu sama lain,” sambung Gina dengan tegas.
Asher membungkuk. “Aku akan usahakan. Terima kasih, nek,” ucap Asher dengan suara dingin.
Audrey tersenyum ke arah Gina. “Kalau begitu, nenek, Audrey dan Asher pamit, ya. Nenek yang semangat. Jika ada waktu, nanti Audrey kemari lagi.” Pamit Audrey.
Nenek Gina mengangguk lembut. “ Terima kasih, nak. Semoga kamu dan Ahser selalu bahagia. Jangan lupakan janji yang baru saja kamu buat,” ucapnya dengan tulus.
Audrey dan Ahser mengangguk kepada nenek Gina sebelum berjalan keluar.
Sesampainya di dalam mobil dan mobil melaju, Asher tampak berdiam diri memikirkan perkataan Gina.
Jika dirinya terlahir dari cinta suci orang tua, lantas mengapa ayahnya tidak mengakui dan membuang dirinya dan ibunya? Apakah itu yang disebut dengan cinta suci? Tapi, jika dirinya berlaku kasar dan semena-mena kepada pasangan, itu berarti dirinya pun sama seperti sosok ayahnya? Pikir Asher.
“Asher, apakah kamu tidak apa-apa?” Tegur Audrey sambil menepuk pundak Asher.
Asher tersentak dan menoleh. “Aku ingin katakan sesuatu,” ucap Asher.
“Apa?” tanya Audrey penasaran.
“Sesampainya di kediaman, kamu harus istirahat total. Kamu baru saja sembuh dari sakit. Kamu tidak diijinkan keluar dari kediaman tanpa izin dariku. Dan tidak boleh melakukan apapun!” ujar Asher dengan tegas.
Mulut Audrey terbuka. Apakah ini adalah efek dari nasehat yang diberikan oleh neneknya? Kenapa cepat sekali pria ini berubah?
“Kamu dengar tidak?” suara Asher sedikit meninggi.
Audrey mengangguk dengan cepat. “I-iya. .. Aku dengar.”
“Bagus. Jadi mulai dari sekarang, aku tidak akan mengizinkanmu keluar tanpa pengawasanku, paham!”
Audrey mengangguk lagi dengan sedikit ketakutan dan kebingungan. Dia tidak mengerti apa yang membuat Asher menjadi begitu tegas. Apakah ini bentuk perlindungan ataukah ada sesuatu yang membuatnya khawatir?
Salam kenal
Jangan lupa mampir ya 💜