Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus Universitas Citra, Vano, seorang mahasiswa hukum yang cerdas dan karismatik, ditemukan tewas di ruang sidang saat persidangan penting berlangsung. Kematian misteriusnya mengguncang seluruh fakultas, terutama bagi sahabatnya, Clara, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang diam-diam menyimpan perasaan pada Vano.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadhisa A Ghaista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hilang
Andra dan Naya kini dihadapkan pada petunjuk baru yang membawa mereka ke arah yang semakin rumit. Setelah percakapan intens dengan Renata, satu nama mulai mengusik pikiran Andra—Rai, seorang mahasiswa seni lukis yang dikenal aktif di UKM Katolik kampus. Rai adalah sosok yang tenang dan pendiam, tetapi ada kabar bahwa beberapa minggu sebelum kematiannya, Vano pernah terlibat cekcok dengan Rai, yang terakhir kali terlihat di kampus tepat tiga hari sebelum Vano ditemukan tewas.
Di ruang kelas yang sepi, Andra dan Naya mulai merangkai potongan-potongan petunjuk yang mereka punya.
“Naya, sepertinya Vano tidak hanya mendalami kasus lama di fakultas hukum. Kalau salib di flashdisk itu benar-benar rosario, maka ada kemungkinan kasus ini melibatkan lebih dari sekadar hukum,” kata Andra dengan nada rendah.
Naya mengangguk. “Tapi apa kaitannya dengan Rai? Kenapa dia mendadak menghilang setelah cekcok dengan Vano?”
Andra menggigit bibirnya, merenung sejenak. “Kalau kita ingat, Vano punya kebiasaan menantang siapa saja yang ia rasa mencurigakan. Bisa jadi ada hal yang membuatnya mendesak Rai. Apalagi Rai aktif di UKM Katolik, jadi mungkin Vano menemuinya untuk mengonfirmasi sesuatu tentang rosario itu.”
Naya terdiam, mencoba mencerna kata-kata Andra. “Berarti bisa saja Rai menyimpan informasi penting atau… bahkan berhubungan dengan bukti di flashdisk itu?”
Andra menghela napas. “Kita harus cari tahu di mana Rai sekarang. Dia bisa jadi saksi kunci, atau bahkan…” Andra menggantungkan kata-katanya, tak ingin mengucapkan kemungkinan terburuk yang berputar di kepalanya.
---
Sore itu, Andra dan Naya menyusuri jalan menuju asrama mahasiswa seni di ujung kampus, tempat di mana Rai biasanya tinggal. Namun, mereka terkejut saat bertemu dengan beberapa mahasiswa yang mengatakan bahwa Rai sudah tak terlihat di kampus sejak kematian Vano. Beberapa mengatakan bahwa Rai terlihat tergesa-gesa saat terakhir kali dilihat, seolah sedang menghindari sesuatu.
Di depan pintu asrama yang kosong, Naya mengamati suasana yang sunyi. “Andra, aku merasa ada yang aneh. Sepertinya Rai tahu sesuatu yang kita semua tidak tahu, tapi kenapa dia malah menghilang?”
Andra menatap pintu asrama, seakan bisa menembus apa yang tersembunyi di baliknya. “Kalau benar Rai tahu sesuatu yang penting, dia mungkin ketakutan… atau mungkin dia berada dalam bahaya.”
Tak lama, seorang penjaga asrama lewat, dan Andra berinisiatif bertanya, “Pak, apakah Anda tahu apa yang terjadi pada Rai, anak seni lukis? Kenapa dia tidak kelihatan di kampus?”
Penjaga itu tampak ragu sejenak sebelum menjawab, “Saya dengar kabar dari keluarganya, katanya Rai sedang ada urusan mendesak di luar kota. Dia meninggalkan pesan singkat, tetapi tidak memberikan detail. Anehnya, semua barang-barangnya masih tertinggal di kamarnya. Biasanya, anak-anak yang pergi lama akan membawa sebagian barang penting, kan?”
Andra dan Naya saling pandang. Informasi ini menambah kecurigaan mereka. Tanpa menunggu lama, mereka meminta izin untuk mengintip kamar Rai, berharap menemukan petunjuk yang bisa menghubungkannya dengan kasus Vano.
---
Di dalam kamar Rai yang rapi, Andra dan Naya mengamati setiap sudut. Di atas meja, terdapat beberapa kanvas dengan sketsa wajah yang belum selesai, seolah-olah ia meninggalkannya dengan tergesa-gesa. Namun, yang menarik perhatian mereka adalah sebuah buku catatan kecil di pojok meja, dengan tulisan tangan yang tebal dan penuh emosi.
Andra membuka buku itu, menemukan halaman yang berisi coretan yang tampak seperti luapan kemarahan. Salah satu halaman mencantumkan nama Vano dalam tulisan besar dan kasar, diikuti dengan kalimat-kalimat yang mencurigakan:
“Vano… kau selalu ingin tahu yang bukan urusanmu.”
Di halaman lain, Andra menemukan catatan kecil yang menggambarkan simbol salib yang mirip dengan rosario. Di bawahnya, terdapat kalimat yang tertulis dalam huruf kecil: “Jangan biarkan siapapun tahu. Ini rahasiaku juga.”
Naya tertegun, menatap Andra dengan tatapan penuh arti. “Andra, ini tidak hanya tentang cekcok. Mungkin Rai memiliki rahasia yang terkait dengan simbol itu, sesuatu yang Vano temukan.”
Andra mengangguk, merasa napasnya semakin berat. “Entah bagaimana, Vano berhasil mengungkap sesuatu yang besar. Kalau Rai tidak segera ditemukan, kita mungkin takkan pernah tahu kebenarannya.”