Dicampakkan saat sedang mengandung, itu yang Zafira rasakan. Hatinya sakit, hancur, dan kecewa. Hanya karena ia diketahui kembali hamil anak perempuan, suaminya mencampakkannya. Keluarga suaminya pun mengusirnya beserta anak-anaknya.
Seperti belum puas menyakiti, suaminya menalakknya tepat setelah ia baru saja melahirkan tanpa sedikitpun keinginan untuk melihat keadaan bayi mungil itu. Belum hilang rasa sakit setelah melahirkan, tapi suami dan mertuanya justru menorehkan luka yang mungkin takkan pernah sembuh meski waktu terus bergulir.
"Baiklah aku bersedia bercerai. Tapi dengan syarat ... "
"Cih, dasar perempuan miskin. Kau ingin berapa, sebutkan saja!"
"Aku tidak menginginkan harta kalian satu sen pun. Aku hanya minta satu hal, kelak kalian tidak boleh mengusik anak-anakku karena anakku hanya milikku. Setelah kami resmi bercerai sejak itulah kalian kehilangan hak atas anak-anakku, bagaimana? Kalian setuju?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kutukan Bunda
Hari begitu cepat berlalu, tak terasa telah satu bulan berlalu dan hari ini adalah waktunya Zafira gajian. Namun, semakin cepat bergantinya waktu bukan hanya berdampak pada keluarnya gaji, tapi makin menonjolnya perut Zafira. Meskipun masih dapat Zafira tutupi dengan blazernya, tapi tetap saja perubahan bentuk badan di area yang krusial itu menimbulkan tanda tanya bagi yang menyadarinya, termasuk Alvian.
Semenjak mulai menyadari ada perasaan yang tak biasa yang perlahan tumbuh subur dalam hatinya, semenjak itu pula Alvian mencoba bersikap lebih ramah pada Zafira. Zafira yang hanya ingin fokus pada pekerjaannya tidak begitu mempedulikan perubahan sikap itu. Apalagi statusnya masih menggantung, jadi ia benar-benar tak menghiraukan bila ada seseorang yang memberikan perhatian lebih padanya.
"Ini kopinya, pak," ucap Zafira seraya meletakkan cangkir berisi kopi ke atas meja.
"Terima kasih, Ra. Oh ya, siang nanti nggak perlu repot-repot pesan makanan buat saya soalnya nanti akan ada ibu saya yang datang ke mari membawakan makan siang," tutur Alvian ramah.
"Baik, pak. Apa ada pesan lainnya atau Anda butuh yang lainnya?" tanya Zafira sebelum ia kembali ke meja kerjanya.
"Tidak, terima kasih. Nanti kalau ibu saya datang, persilahkan saja ia langsung masuk." Alvian berujar seraya memandang ke arah Zafira.
"Siap, pak. Kalau begitu, saya permisi dulu," ucapnya dengan tersenyum sopan sambil membungkukkan sedikit badannya.
Mata Alvian memicing saat Zafira sedikit membungkukkan badannya sebab ia dapat melihat gundukan Zafira yang ternyata lumayan besar. Alvian sampai beristighfar berulang kali dalam hati. Padahal bajunya tertutup tapi karena size-nya yang bertambah akibat meningkatnya hormon estrogen, membuat lekukan ukurannya jadi terlihat jelas. Tapi satu hal yang membuat Alvian kian kepikiran, yaitu perut Zafira yang makin terlihat menonjol. Ia sebenarnya sudah agak curiga, apalagi ia sering memergoki Zafira mengusap perutnya di setiap kesempatan.
"Apa dia sedang hamil? Tapi ... bukankah di KTP-nya dia masih lajang? Tidak mungkin kan dia hamil di luar nikah. Aku yakin, dia perempuan yang seperti itu. Walaupun aku baru mengenalnya, aku dapat melihat jelas kalau dia perempuan baik-baik. Tapi ... bagaimana bisa dia hamil sedangkan statusnya lajang? Apa mungkin dia telah mengalami kasus pemerkosaan? Astaga, semoga itu tidak benar," gumam Alvian seraya menatap ke arah pintu yang telah kembali ditutup rapat sekeluarnya Zafira.
...***...
Zafira merentangkan kedua tangannya yang terasa pegal setelah berkutat dengan berbagai macam berkas yang harus ia periksa ulang sebelum diantarkan kepada Alvian.
"Assalamu'alaikum," ucap seseorang membuat Zafira mendongakkan kepalanya kemudian segera berdiri saat melihat sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan segar di depan matanya.
"Wa'alaikum salam, Bu. Ibu, ibunya pak Alvian kah?" tanya Zafira membuat wanita paruh baya itu tersenyum lembut.
"Iya, putra saya ada?" tanyanya.
"Oh, ada, Bu. Mari, silahkan masuk!" Zafira pun bergegas beranjak menuju pintu dan membukanya lebar agar Bu Ayu bisa masuk.
"Terima kasih, nak," ucap Bu Ayu ramah.
Melihat kehadiran sang ibu, Alvian pun segera beranjak mendekati sang ibu.
"Bunda," ucapnya saat melihat kedatangan sang ibu.
"Sama-sama, Bu. Kalau begitu, saya permisi, pak, bu," ucap Zafira pada Alvian dan Bu Ayu.
"Tunggu!" Bu Ayu menghentikan langkah Zafira yang baru saja hendak beranjak.
"Iya, Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya Zafira sopan.
"Kamu sudah makan siang? Pasti belum kan." Bu Ayu mengabaikan pertanyaan Zafira dan malah balik bertanya.
"Be- ," Belum sempat Zafira menjawab pertanyaan Bu Ayu, tangannya justru sudah diitarik hingga ikut masuk ke dalam. Alvian hanya tersenyum tipis melihat tingkah sang ibu. Tanpa Alvian ketahui, entah karena ikatan batin atau apa, Bu Ayu dapat merasakan, perempuan inilah yang telah menarik perhatian sang putra. Sebab selama ini hanya ada beberapa perempuan saja yang pernah dekat dengan putranya, tapi tak ada satupun dari mereka yang menarik perhatiannya apalagi membuat jantung putranya itu berdegup dengan kencang.
Bu Ayu dapat melihat kalau perempuan cantik ini merupakan perempuan baik-baik. Ya, ia harap demikian sebab banyak di luar sana orang-orang yang tampak baik di luar tapi busuk di dalam. Pengalamannya di masa lalu membuatnya harus lebih berhati-hati. Karena itu, untuk sementara ia ingin melihat jelas sifat dan sikap perempuan yang mampu mencuri perhatian putranya itu sebelum sesuatu hal yang tak diinginkan terjadi.
Bu Ayu pun mengajak Zafira duduk di sofa yang ada di dalam ruangan itu. Namun Zafira kekeh menolak, apalagi ia membawa bekalnya sendiri dari rumah.
"Emmm ... maaf, Bu, saya makan di meja saya saja ya! Bagaimana kalau ada yang tiba-tiba cari pak Alvian? Lagipula saya membawa bekal makan siang saya sendiri kok, Bu. Kalau begitu saya permisi, ya, Bu, pak," ujarnya mencoba untuk segera keluar dari ruangan itu. Zafira dapat melihat sosok ibu dari atasannya itu merupakan wanita yang baik. Bila dibandingkan dengan Liliana, sungguh sangat berbeda. Dari sikap maupun perilaku dan tutur kata, Bu Ayu jelas lebih unggul dan memanusiakan. Tidak membeda-bedakan, buktinya padahal Bu Ayu belum mengenal dirinya, tapi ia sudah sangat baik dan mengajaknya makan siang bersama. Sangat berbanding terbalik dengan Liliana yang angkuh. Karena kekayaannya, ia menganggap orang yang derajatnya di bawah dirinya rendah. Bahkan ia yang sudah menjadi menantunya selama bertahun-tahun masih saja dianggap rendah dan diperlakukan layaknya asisten rumah tangga. Meskipun wajah mereka sama-sama cantik, tapi aura Bu Ayu lebih dominan dan bersahaja serta anggun. Mungkin itu karena sifatnya yang luar biasa baik.
"Kamu bawa bekal sendiri?" tanya Bu Ayu.
Zafira mengangguk, "iya, Bu. Kalau begitu saya ... "
"Ya udah, bawa bekal kamu ke sini biar kita makan sama-sama. Nggak usah mikirin tamu atau apalah itu, ini kan memang jamnya makan siang jadi seharusnya orang-orang itu yang menghormati kalian. Ayo, bawa bekal kamu ke sini! Bunda juga masak banyak ini, nggak akan habis kalo nggak dibantu habisin," tukasnya tanpa penolakan.
Zafira menoleh ke arah Alvian. Ia pikir Alvian akan menolak ide ibunya itu, tapi sebaliknya Alvian mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Namun melihat Zafira tak bergeming, akhirnya ia pun ikut menyuarakan pendapatnya.
"Udah, turutin saja bunda saya. Bunda saya ini galak lho, kalau kamu nggak nurut, bisa-bisa kamu dihukum masakkin saya makan siang setiap hari," ucapnya membuat Bu Ayu mau tak mau terkekeh. Tanpa bertanya, teka-teki terjawab sudah kalau perempuan itulah yang mampu menggetarkan hati sang putra. Lihat saja dari sikapnya, pura-pura acuh tak acuh, tapi matanya diam-diam melirik bahkan beberapa kali ia menangkap senyum tipis di bibir putra semata wayangnya itu.
"Apa katamu? Bunda galak? Mau jadi anak durhakim kamu, hm? Bilang aja kalo kamu mau dimasakin tiap hari, nggak usah pake bawa-bawa nama bunda segala. Bunda kutuk kalian berjodoh, baru tahu rasa kamu!" sentak Bu Ayu pura-pura kesal.
Awalnya Zafira meringis melihat Bu Ayu yang memang sepertinya marah besar pada putranya itu, tapi setelah mencerna kalimat terakhir dari ibu bosnya itu, mata Zafira justru terbelalak.
'Hah, kutukan macam apa itu? Memangnya ada kutukan nyuruh berjodoh? Ibunya bos ada-ada saja,' gumam Zafira dalam hati.
Berbanding terbalik dengan si bos yang justru tertunduk sambil mengulum senyum. Bukannya mengomel atas kata-kata sang ibu, dia justru mengaamiinkan ucapan ibunya itu dalam hati. Ternyata, tanpa ia beritahu pun ibunya telah menyadari kalau perempuan yang ada di hadapan mereka inilah yang berhasil menarik perhatiannya.
...ALVIAN ALTAKENDRA...
...ZAFIRA FEBRIANTI...
...RAY ADAMS...
...LUTHFI...
...REFANO DAN SASKIA...
...***...
Sebelumnya makasih banget yang udah dukung karya othor dengan bukan hanya membaca tapi rajin mengapresiasi dengan memberi like, komen, vote, kasi hadiah, nonton iklan, kasi rate bintang 5, dll. Makasih banyak semua. Dan maaf, othor gak sempat balas komennya satu-satu, tapi othor selalu sempatin baca kok. Sekali lagi makasih. Selamat bobok cantik semua. Othor mau ikutan tidur jg nih udah pukul 00.16 soalnya, baru sempat kelarin double up yang terlambat. 😄
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...
suka2 entelah thor..😛