Vivian, kelinci percobaan dari sebuah lembaga penelitian, kembali pada satu bulan sebelum terjadinya bencana akhir zaman.
selama 8 tahun berada di akhir zaman.
Vivian sudah puas melihat kebusukan sifat manusia yang terkadang lebih buas dari binatang buas itu sendiri.
setidaknya, binatang buas tidak akan memakan anak-anak mereka sendiri.
.
.
bagaimana kisah Vivian memulai perjalanan akhir zaman sambil membalaskan dendamnya?
.
jika suka yuk ikuti terus kisah ini.
terimakasih... 🙏🙏☺️😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Roditya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
memilih senjata
Hal pertama yang dilihat Vivian ketika memasuki apartemen Steven adalah ruangan yang bernuansa hangat.
Vivian tidak menyangka bahwa orang yang akan memperjualbelikan senjata panas akan memiliki kehidupan yang cukup hangat dalam kesehariannya. Ia selalu berpikir bahwa orang-orang dengan profesi tersebut memiliki kepribadian yang dingin seperti yang ada di novel-novel.
"Silakan duduk dulu, kalian ingin minum apa?"
"Aku ingin cola." Michael memesan minuman tanpa sungkan sama sekali.
"kamu nona?"
"Jus saja, kalau ada."
"Ok."
Steven lalu pergi ke dapur membuatkan minuman untuk Michael dan Vivian.
"Silahkan diminum. Bagaimana? apakah kalian ingin langsung melihat barangnya?." ucap Steven sambil meletakkan minuman yang dipegangnya ke atas meja.
"Kalau boleh, aku ingin segera melihat senjatanya." Vivian melihat Steven dengan penuh harap.
"Hahaha, gadis kecil, kamu sedikit terlalu bersemangat, kan?."
Mendengar ejekan Steven, membuat wajah Vivian merona merah karena malu.
"Maaf, di negaraku, tidak diperbolehkan untuk memiliki senjata, sehingga aku sedikit terlalu bersemangat untuk melihat senjata yang asli secara langsung." Vivian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Benar juga, kepemilikan senjata di negaramu terlalu ketat. Hanya militer dan pemimpin negara saja yang boleh memiliki senjata panas untuk perlindungan diri. Tapi itu karena negaramu cukup damai, tidak seperti di negara ini. Kasus kriminal yang menggunakan senjata hampir terjadi setiap harinya. Oleh karena itu, pemerintah melegalkan masyarakat untuk memiliki senjata api selama dia sudah mencukupi persyaratan."
.
Steven mengajak Vivian dan meninggalkan Michael di ruang tamu untuk memasuki salah satu ruangan yang ada di apartemen tersebut. Kemudian pria itu menggeser sebuah pot bunga keramik di bawah lukisan pemandangan. Seketika, dinding di ruangan itu bergerak, munculah sebuah pintu rahasia.
Pemandangan di balik pintu itu membuat Vivian takjub. Berbagai senjata disusun dengan sangat indah di dinding sebelah kiri ruangan dengan cara digantung. Sedangkan di lantai terdapat tumpukan kotak yang entah berisi apa. karena semua kotak itu tertutup.
"Lihatlah, senjata jenis apa yang kamu inginkan. Aku memiliki lebih dari 20 model senjata api. Mulai dari tipe lama maupun tipe terbaru." Steven lalu membuka sebuah kotak kayu dengan warna yang berbeda di antara tumpukan lainnya.
"Lihat. Aku bahkan memiliki benda ini."
Vivian dibuat tercengang dengan barang yang ada di dalam kotak. Ia menarik nafas untuk mengurangi rasa bahagia yang membuncah.
"I.. Ini adalah granat kan?" Vivian berjalan mendekat ke arah kotak. "Luar biasa. Aku baru melihat granat dari dekat dan sebanyak ini."
Perkataan itu tidak bohong. Karena, bahkan pada akhir zaman Vivian memang tidak pernah menyentuh granat. Benda-benda semacam ini kebanyakan dikuasai oleh militer dan beberapa dimiliki oleh kelompok tentara bayaran yang sangat berkuasa.
"Jadi, apakah kamu pernah melihat orang menggunakan benda ini dari jauh?."
Steven sedikit penasaran karena Vivian mengetahui benda seperti itu. Karena menurut pandangannya, Vivian tampak seperti gadis yang belum pernah melihat dunia. Apa penilaiannya kali ini salah?
"Ya. Aku pernah melihat orang menggunakan benda ini untuk membunuh banyak musuh. Benda ini sangat berguna di pertempuran. Apalagi, jika musuh yang kita hadapi lebih banyak daripada anggota kelompok yang kita miliki."
Vivian menjelaskan dengan sangat bersemangat. Ia belum menyadari bahwa pria di sampingnya melihat Vivian dengan tatapan aneh.
Seperti
Melihat barang langka.
Ada sedikit apresiasi dalam tatapan pria itu.
Karena Steven mengira bahwa Vivian juga terlibat dalam dunia bawah tanah.
"Aku baru melihat wanita seperti mu. Kukira, bahwa kamu adalah gadis yang dipelihara di rumah kaca. Ternyata kamu juga merupakan pembunuh berdarah dingin."
"Tidak bisa dianggap berdarah dingin. Setidaknya, aku tidak akan pernah membunuh rekan seperjuangan ku." Vivian lalu mengenang semua rekan perjuangannya pada akhir zaman. Ia bertekad bahwa kali ini dia akan menemukan mereka terlebih dahulu. Serta tidak akan membiarkan mereka menderita seperti terakhir kali.
"Aku sudah memilih senjata yang aku inginkan. Selain itu, aku ingin 10.000 peluru untuk setiap jenis senjata yang aku pilih. Dan,,, 10 buah granat."
"Kamu tidak menginginkan satu kotak penuh?."
"Tidak, 10 sudah cukup untuk saat ini. Lagipula, aku tidak memiliki begitu banyak uang untuk membayar satu kotak penuh."
Mendengar jawaban jujur Vivian, Steven tertawa sangat keras.
"Hahaha... Aku menyukai sifat jujurmu itu."
"Terimakasih atas pujiannya."
.
.
Setelah menerima senjata yang dibelinya, Vivian memutuskan untuk segera pulang ke negara asalnya. Dia tidak ingin terlalu lama pergi ke luar negeri. Masih banyak hal yang belum sempat dia lakukan untuk mempersiapkan datangnya akhir dunia.
Vivian kembali ke gudang untuk mengambil barang yang datang ketika ia berada di luar negeri.
Setelah membayar pegawai sementara, Vivian menyuruh orang tersebut untuk meninggalkan gudang serta memperingatkan pegawai tersebut untuk menyimpan banyak persediaan makanan setidaknya selama satu bulan.
"Sepertinya harus memperingatkan lebih banyak orang agar lebih banyak manusia yang selamat di hari awal terjadinya bencana akhir zaman."
Vivian kemudian mengeluarkan ponselnya dan menulis artikel tentang hal apa saja yang perlu dipersiapkan ketika seseorang menghadapi bencana akhir dunia.
Setelah artikel tersebut sukses terkirim, Vivian kemudian memasuki ruang dan melatih kemampuan supranaturalnya di sana. Sesekali, dia juga akan berlatih bersama blacky.
Tidak lupa Vivian juga terus melakukan penanaman sayuran dan biji-bijian seperti beras dan jagung di dalam ruang.
Untungnya ruang memiliki percepatan waktu di mana satu hari di luar sama dengan satu minggu di dalam ruang. Namun, untuk bangunan dua lantai sendiri tidak terpengaruh oleh percepatan waktu yang ada di dalam ruang.
dalam melakukan penanaman Vivian juga tidak perlu turun tangan secara langsung. iya hanya perlu menggunakan pikirannya untuk mengendalikan seluruh penanaman dan mengurus peternakan.
"Blacky. Sudah berapa kali aku katakan untuk tidak memakan ikan yang ada di dalam kolam tanpa meminta izin terlebih dahulu. Bagaimana ikan-ikan itu akan bertambah besar jika setiap hari kamu selalu mengambilnya." Vivian yang marah mengejar blacky sambil melemparkan kerucut es ke arah kucing hitam tersebut.
"Ow, auw, auw. Babu, berhentilah menyerang ku dengan kekuatan itu meong. kamu tahu meong bahwa aku membenci air dan kamu malah memberiku es meong." Blacky berusaha menghindari serangan yang dilancarkan oleh Vivian.
"Berhentilah. Jika tidak, akan aku jadikan kamu sebagai makanan penutup hari ini." Vivian bertambah marah ketika binatang peliharaannya itu memanggil dirinya sebagai babu.
"Meong aku salah. Aku salah. Maafkan aku meong, aku tidak akan mengulangi hal seperti ini lagi meong aku janji."
Vivian akhirnya berhenti menyerang blacky setelah mendengar jaminan yang dia inginkan. Lagipula, dia juga sudah mulai lelah untuk mengejar binatang kesayangannya itu karena memang si blacky memiliki kemampuan kecepatan.
kenapa lemot mikirnya?
Cepat minumkan ke Peter
Nanti repot bawa pulangnya Nek
aku juga pengen hehe...
pengen juga punya ruang hehe
author juga terimakasih atas dukungannya 😊