"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setelah Operasi
Dua hari berlalu. Nadia telah selesai melakukan operasinya yang kedua. Semuanya berjalan lancar sesuai dengan rencana. Nadia juga pulih dengan cepat meski dia masih harus berdiam di rumah sakit hingga benar-benar pulih.
Cklek!
Nadia menoleh ke arah pintu ketika seseorang dari luar membukanya.
"Hai!" sapa sosok itu tersenyum manis ke arah Nadia. Di tangan kanannya ada sebuah paper bag berwarna coklat dengan ukuran sedang. Bisa Nadia tebak itu pasti makanan.
"Gimana keadaan kamu?" tanya sosok yang ternyata Sean, suami Nadia yang tampan dan perhatian. Pria itu memang cukup perhatian sejak Nadia selesai operasi. Bahkan orang pertama yang Nadia lihat ketika dia sadar adalah Sean. Nadia jadi teringat ketika dulu di operasi pertamanya tidak seorang pun ada di sana menunggunya karena dia sendiri tidak memberitahu siapapun.
Sungguh Nadia benar-benar merasa kesepian seakan tidak punya keluarga.
"Sudah lebih baik," jawab Nadia bergerak pelan-pelan. Dia ingin bersandar sebab tidur juga membuat punggungnya terasa sakit.
"Udah kamu jangan terlalu banyak bergerak dulu," kata Sean memegang bahu Nadia mencegah wanita itu bergerak lebih banyak. "Kamu mau apa? Biar aku aja yang ambilin," katanya lagi menatap Nadia begitu dalam.
"Aku mau duduk dulu sebentar soalnya punggungku sakit," kata Nadia.
Sean pun dengan sigap membantu Nadia untuk duduk sembari bersandar di kepala tempat tidur tersebut.
"Kamu bawa apa?" tanya Nadia kemudian. Dia penasaran dengan apa yang dibawa oleh Sean. Pria itu menoleh ke arah paper bag yang dia letakkan di atas meja.
"Itu sup. Kamu mau?" Sean menjawab kemudian bertanya. Nadia mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Tunggu sebentar ya. Aku siapin dulu."
"Oke!"
Nadia hanya bisa tersenyum manis melihat suaminya begitu telaten menyiapkan makanan untuknya. Tak hanya itu, Sean juga menyuapi Nadia meski wanita itu sudah menolak. Namun tidak akan mudah menang dari Sean yang keras kepala. Pada akhirnya Nadia hanya bisa pasrah mengikuti apa yang ingin Sean lakukan.
"Oh iya, aku lagi ada proyek film baru. Gak apa-apa kan kalo aku bawa laptopku ke sini malam ini?" tanya Sean sembari membereskan bekas makanan Nadia.
Tak hanya memberikan perhatian yang menurut Nadia sangat berlebihan, Sean juga bahkan tidak ingin meninggalkan Nadia dalam kurung waktu yang lama.
"Aku gak apa-apa kok. Kamu gak perlu sampai---"
"Aku tanya boleh apa enggak aku bawa laptopku ke sini?" potong Sean dengan cepat membuat Nadia seketika bungkam. Apalagi saat melihat tatapan mata Sean yang terlihat tidak suka dengan kata-katanya tadi.
Nadia tersenyum tipis. "Iya, boleh," ujarnya menerbitkan kembali senyum Sean.
"Ya udah sekarang kamu istirahat ya," kata Sean mengusap lembut kepala Nadia lalu mencium kening wanita itu cukup lama.
Kaget? Tentu saja? Nadia tidak pernah menyangka jika Sean akan menciumnya, lagi. Selama ini mereka hanya sebatas saling memeluk saja namun sepertinya Sean ingin skinship mereka lebih intens lagi hingga pria itu berani menciumnya.
"Aku akan segera kembali," ujar Sean dengan suara beratnya menatap dalam Nadia dalam jarak yang begitu dekat.
"O-oke!" Payah! Nadia sampai tergagap di sana. Wanita itu segera mengalihkan pandangannya. Malu sekaligus gugup. Lagian Sean menyerangnya tiba-tiba, Nadia kan jadi tidak bisa bersiap.
Wanita dalam balutan baju rumah sakit itu bisa menghela napas lega ketika Sean lenyap di balik pintu. Napasnya sampai tersengal-sengal seakan dia baru saja melakukan lari maraton. Astaga! Jika terus seperti ini, Sean benar-benar akan merobohkan pertahanan Nadia. Lebih baik sekarang Nadia segera istirahat sebab jika sampai Sean kembali dan wanita itu belum memejamkan mata, dia pasti akan marah lagi.
Jam menunjukkan pukul tujuh malam saat Nadia kembali terbangun dalam keadaan tersentak. Dia mengalami mimpi buruk sampai membuatnya menangis di sana.
"Hei! Kamu kenapa?" Sean yang kebetulan duduk di sampingnya langsung menoleh ketika mendengar suara napas Nadia yang memburu. Wanita itu tidak menjawab. Dia hanya menatap Sean dengan matanya yang berkaca-kaca. Ada sorot ketakutan di sana. Terlebih ketika tangan Nadia yang masih tertancap infus meraih lengan baju Sean kemudian memegangnya dengan erat sampai membuatnya kusut.
Sean meraih tangan Nadia kemudian perlahan dia juga ikut membaringkan tubuhnya di samping wanita itu. Karena Nadia berada di ruang rawat VIP, ranjang yang dia tempati memang cukup luas hingga bisa menampung tubuh besar Sean.
Sebelah tangan Sean dia arahkan ke bawah leher Nadia lalu sebelah lagi menarik pelan pinggang wanita itu agar lebih dekat ke arah tubuhnya.
"Tenang ya. Aku ada di sini kok," ujar Sean mencoba menenangkan wanita itu.
Meski tak berkata seperti itu, Nadia sudah sangat tenang dengan hanya pelukan serta aroma tubuh Sean yang terasa begitu menggelitik indra penciumannya. Bahkan Nadia tidak sadar ketika tangannya juga ikut memeluk tubuh kekar itu. Seakan itu adalah pelindung yang paling kokoh yang dia miliki saat ini.
Cukup lama mereka dalam posisi itu hingga tangan Sean yang semula di pinggang kini naik ke rahang Nadia, mengarahkan wajah yang terlihat begitu sayu itu untuk menatapnya. Mata mereka saling menatap di sana.
"Udah lebih tenang?" tanya Sean lembut. Ada nada khawatir terselip di sana.
"Udah," jawab Nadia tersenyum tipis diikuti oleh Sean. Dan yang terjadi selanjutnya tak pernah Nadia pikir sebelumnya jika Sean akan melakukannya, di saat ini.
Ya, pria yang berstatus sebagai suaminya itu menciumnya. Tidak. Bukan dikening lagi seperti tadi siang namun kali ini di bibir.
Ya Tuhan! Sean, tindakanmu itu sudah terlalu jauh. Bahkan pria itu telah beehasil merobohkan semua dinding pertahan Nadia. Sekarang kamu harus bertanggung jawab karena mungkin setelah ini Nadia tidak akan bisa melepaskanmu sesuai dengan kontrak perjanjian pernikahan kalian.
***