Sebuah insiden membawa Dinda Fahira Zahra dan Alvaro Davian bertemu. Insiden itu membawa Dinda yang yatim piatu dan baru wisuda itu mendapat pekerjaan di kantor Alvaro Davian.
Alvaro seorang pria dewasa tiba-tiba jatuh hati kepada Dinda. Dan Dinda yang merasa nyaman atas perhatian pria itu memilih setuju menjadi simpanannya.
Tapi bagaimana jadinya, jika ternyata Alvaro adalah Ayah dari sahabat Dinda sendiri?
Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf jika ada yang tak sesuai norma. 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Delapan
Melihat Dinda yang ragu untuk mengangkat telponnya, Alvaro lalu menganggukan kepalanya. Seolah meminta gadis itu menerima saja. Akhirnya tombol hijau ditekan.
"Kenapa sih lama banget angkatnya. Masih tidur?" tanya Vina.
"Iya, kamu ganggu tidurku aja. Sudah menghilang seminggu, bukannya merasa bersalah malah mengganggu," ucap Dinda pura-pura marah.
"Aku sibuk pembukaan butik, justru kamu yang tak ada menolong. Kemana seminggu ini?" tanya Vina.
"Kamu lupa jika sekarang aku bukan pengangguran lagi?" Dinda balik bertanya.
"Iya, deh yang sudah bekerja!" seru Vina.
Dinda lalu merintih merasakan sakit. Memegang perutnya. Alvaro langsung mengusap perut gadis itu secara reflek membuat Dinda jadi terkejut. Namun, dia menahan suaranya karena takut Vina tahu kalau ada orang bersama dirinya.
"Kamu kenapa? Sakit ...?" tanya Vina kuatir.
"Biasa, sakit datang bulan. Udah dulu ya. Aku mau buat rebusan jahe dulu," jawab Dinda.
Dinda langsung memutuskan sambungan telepon takut Vina lebih banyak bertanya lagi. Dia takut sahabatnya datang jika mendengar dia terus merintih sakit.
"Aku beri minyak kayu putih biar agak nyaman. Apa kamu ada minyak kayu putihnya? Kalau nggak aku minta belikan pak satpam," ucap Alvaro.
"Ada di dalam tas, Om," jawab Dinda dengan suara pelan karena menahan sakit.
Alvaro berdiri dan mengambil tas Dinda. Membuka dan mencari minyak kayu putih itu. Dalam hatinya berkata, masih ada zaman sekarang seorang gadis yang membawa minyak kayu putih di dalam tasnya.
Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Alvaro kembali mendekati Dinda. Duduk ditepi ranjang.
"Maaf, aku harus menaikan bajumu," ucap Alvaro.
"Om, maaf karena merepotkan," ucap Dinda dengan suara sedikit serak. Terharu karena baru kali ada yang begitu perhatian padanya. Selain Vina tak ada orang yang dekat dengan gadis itu, dia memang sedikit tertutup. Dia merasa sedikit rendah diri, karena berasal dari panti asuhan.
"Aku tak merasa direpotkan. Kamu tenang saja. Aku tak akan melakukan hal diluar batas," jawab Alvaro.
Alvaro menaikan baju gadis itu, lalu membalurkan minyak kayu putih ke seluruh tubuh Dinda. Dia lalu mengelus punggungnya hingga gadis itu tertidur. Mendengar suara napas yang teratur pertanda dia telah tertidur pulas, pria itu kembali menurunkan baju Dinda dan menyelimutinya.
Alvaro mengecup dahi gadis itu sebelum meninggalkan kamar. Dia keluar dari kamar itu. Jam telah menunjukan pukul sebelas dan sebentar lagi jam makan siang. Pria itu lalu memesan makanan untuk makan siang mereka.
Setelah memesan makanan, Alvaro membuka laptop. Dia mengerjakan pekerjaan kantor yang bisa dia kerjakan dari rumah.
Dinda terbangun dan merasakan tubuhnya lebih segar. Dia lalu mandi dan setelah itu keluar kamar. Dilihatnya Alvaro yang sedang sibuk di depan laptop. Gadis itu langsung kebelakang. Makin terkejut melihat di atas meja telah tersedia makanan dengan berbagai menu.
Setelah membuat teh hangat, Dinda menuju ruang keluarga di mana Alvaro sedang bekerja. Dia duduk di samping pria itu.
Melihat kehadiran gadis itu, Alvaro tersenyum. Dan menutup laptopnya setelah menyimpan apa yang dia kerjakan tadi.
"Kenapa Om tutup?" tanya Dinda melihat Alvaro menutup laptopnya.
"Aku sudah selesai mengerjakannya. Bagaimana perutnya, udah agak mendingan?" tanya Alvaro.
"Sudah, Om. Paling nanti akan terasa nyeri sedikit hingga satu Minggu sampai selesai datang bulannya. Maaf karena aku jadi merepotkan Om dan membuat Om harus libur kerja. Seharusnya Om tadi tetap saja pergi ke kantor," ucap Dinda.
"Sudah aku katakan, tak ada yang merasa direpotkan. Lagi pula aku bisa mengerjakan semua dari sini. Apa kamu lapar?" tanya Alvaro.
"Sedikit. Om lapar juga? Mau makan siang sekarang?" tanya Dinda.
Alvaro menjawab dengan menganggukan kepalanya. Dinda lalu memutuskan untuk makan siang bersama. Setelah makan pria itu membantu mencuci piring dan membersihkan dapur.
**
Satu bulan berlalu, hubungan antara Alvaro dan Dinda semakin dekat karena mereka yang tinggal satu atap dan selalu pergi kerja bareng.
Vina dan Dinda hanya pernah bertemu satu kali. Semua karena sahabatnya itu sangat sibuk menjelang pembukaan butiknya.
Pagi ini seperti biasanya, Dinda menyiapkan sarapan pagi untuk Alvaro. Kali ini dia membuat bubur sumsum. Yang membuat gadis itu senang, pria itu tak pemilih makanan walau dia orang mampu. Apa pun yang di masak, selalu di makan dengan lahap. Hubungan mereka sebenarnya menjadi perbincangan di kantor, tapi seperti kata Alvaro, gadis itu tak pedulikan.
Selagi kita hidup pasti akan jadi bahan omongan, baik itu hal yang baik maupun hal buruk dalam hidup ini. Jadi jangan terlalu di ambil hati.
Seperti ucapan Ali bin Abi Thalib, "Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu."
Alvaro keluar dari kamar setelah mandi. Hari ini mereka libur karena akhir pekan. Pria itu langsung menuju dapur. Melihat Dinda sedang masak dia langsung ke dapur.
"Masak apa?" tanya Alvaro.
"Aku buat sarapan bubur sumsum aja, apa Om suka?" tanya Dinda.
"Apa pun yang kamu masak, aku selalu suka. Dan aku rasa selalu enak," jawab Alvaro.
Alvaro tidak berbohong. Memang apa pun yang di masak wanita itu terasa pas di lidahnya. Dia yang tak pernah di masakan makanan sama istrinya dari awal pernikahan merasa suatu hal yang berbeda. Dia merasa lebih diperhatikan sehingga rasa cinta dan suka pada gadis itu makin tumbuh setiap harinya.
Setelah makan siang, mereka berencana ke mal. Alvaro selalu membawa Dinda ke pusat perbelanjaan yang berada di pinggir kota, hal itu untuk menghindari bertemunya anak atau istrinya..Untuk saat ini kehadiran Dinda masih ingin di rahasiakan dulu.
Mereka saat ini sedang duduk berdua di depan televisi setelah sarapan. Nanti siang baru ke mal.
"Dinda, aku ingin bicara," ucap Alvaro.
"Silakan, Om. Apa ada hal penting?" tanya Dinda melihat raut wajah serius dari pria itu.
"Dinda, dua bulan sudah aku dan kamu saling kenal. Walau masih terbilang singkat, tapi aku merasa sudah sangat dekat. Mungkin apa yanb aku katakan saat ini terlalu cepat, tapi aku merasa sudah mantap," ucap Alvaro.
Dahi Dinda berkerut mendengar ucapan pria itu. Masih belum paham arah omongannya.
"Aku ingin mengatakan, jika aku ingin kita melanjutkan hubungan ini ke tahap yang lebih serius. Apakah kamu bersedia menjadi pendamping hidupku?" tanya Alvaro.
Terimakasih Thor,semoga saya bisa lanjut mengikuti novel ini.
selesaikan dulu sama yg Ono baru pepetin yg ini