Kinan hanyalah gadis biasa, dirinya mengadu nasib pergi ke kota bersama temannya setelah mendapatkan informasi kalau ada yang membutuhkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, demi kebutuhan dan juga ingin mengurangi beban keluarga Kinan akhirnya pergi ke kota jakarta, Di sana Kinan harus berhadapan dengan Daniel pria tampan yang bahkan tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Mampukah Kinan bertahan di jakarta atau memilih pulang dan melanjutkan sekolah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rekaman Cctv
Kinan duduk di sofa dengan tas miliknya berada di lantai. Di dekatnya ada bunda Tata yang baru saja mengeluarkan Amplop coklat memberikannya kepada Kinan.
"Bunda tambahin karena kamu kerjanya rajin." ucap Bunda Tata. Menatap Kinan sedih. Waktu begitu cepat di atas bunda Tata tapi bagi Kinan seperti setahun saja.
Malu-malu Kinan mengambil amplop coklat yang sudah di pastikan itu upahnya bekerja. "Terimakasih Bun, Kinan terima uangnya."
"Yakin kamu mau pulang?" tanya Bunda Tata yang kesekian kalinya. Tiga hari sebelum kepulangan Kinan, bunda Tata terus membujuk Kinan untuk tetap bekerja, kerja Kinan sangat bagus bunda Tata menyukai itu.
Kinan mengangguk pelan." Kinan harus melanjutkan Sekolah Bun,"
Bunda Tata mengangguk dan menghela napas rasa-rasanya percuma kalau harus membujuk Kinan lagi.
"Ya udah hati-hati di jalan ya,"
Kinan bangkit dari duduknya, Menyalami Bunda Tata untuk berpamitan.
"Kinan permisi Bun, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Sinta mengantarkan Kinan sampai depan gerbang, sedangkan Bunda Tata kembali ke kamar karena harus siap-siap untuk bekerja.
Pukul tujuh pagi Kinan meninggalkan kediaman bunda Tata di antar supir yang waktu itu menjemputnya. Sinta sendiri tidak bisa ikut karena anak-anak membutuhkan dirinya.
"Beli hp baru Nan, nie nomor aku. Kalau udah beli hubungi aku ya." Sinta memberikan kertas yang mana ada nomor telepon di sana.
Kinan mengangguk dan mulai masuk ke dalam mobil. "Terimakasih ya Sin,"
"Hati-hati ya," Jujur Sinta merasa sedih karena Kinan harus pulang tapi dirinya bisa apa, memang sesuai kesepakatan Kinan hanya bekerja dua Minggu saja..
"Assalamualaikum." Kinan pamit setelah mesin mobil hidupkan..
"Waalaikumsalam." Sinta melambaikan tangan dan tanpa sadar matanya berkaca-kaca melihat Kinan pergi dan semakin menjauh.
"Sepi rasanya." Gumam Sinta sembari melangkah masuk kedalam rumah.
.
Tiga Minggu berlalu, Kinan melakukan aktivitas seperti biasa. Bersekolah dan mengurus adik-adiknya, Sedangkan kedua orangtuanya pergi ke ladang.
Kinan bahagia karena bisa kembali berkumpul dengan keluarganya. Terasa nyaman sekarang tidak ada lagi air mata apalagi tekanan, Bekerja terasa berat, pagi-pagi harus berlomba dengan waktu. Tidak ada kata santai semua harus selesai sebelum majikan bangun, tapi di rumahnya Kinan bisa bermalas-malasan. Seperti saat ini, dirinya berbaring di kasur. Kamarnya tidak terlalu luas tapi terlihat nyaman, Di perantauan Kinan sangat merindukan kamarnya. Dirinya bisa tidur dengan leluasa karena di rumah bunda Tata Kinan harus berbagi dengan Sinta.
Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi. Adik-adiknya sudah sarapan dan pergi bersama teman-temannya. Rumah sederhananya juga nampak rapih dan bersih. Kinan memang suka bersih-bersih, perempuan harus bisa menjaga kebersihan itu yang selalu Bu Anis terapkan kepada Kinan.
Di luar cuaca lumayan cerah, angin masih datang menyapa, sayup-sayup terdengar suara tetangga yang tengah bergosip mengingat di samping rumahnya ada warung. Biasanya Kinan ikut bergabung karena hanya di hari Minggu dirinya bisa bersantai. Selebihnya sibuk sekolah. Tapi entah kenapa hari ini rasanya malas. Kinan hanya menatap asal langit-langit kamar alih-alih memainkan ponsel.
"Kapan atuh kebeli hp kaya orang-orang yah?" Kinan bergumam dengan raut wajah sedih. Uang yang dirinya terima kala itu ia berikan kepada pak Danu mengingat sang ayah pasti membutuhkan modal untuk keperluan bertani. Selama ini ayahnya selalu berhutang untuk membeli pupuk dan lainnya. Setidaknya uang itu bisa sedikit meringankan beban sang ayah.
Beli hp nya nanti saja. kalau aku kerja lagi.
Tiba-tiba Kinan mengingat kertas yang di berikan Daniel. Ia segera bangkit dan mencari dompet miliknya. Di antara lembaran uang ribuan, Kinan menarik kertas itu. Otaknya kembali mengingat kejadian di malam itu. Bibirnya mengulum seolah merasakan bagaimana bibir Daniel mell umatnya.
"Astaghfirullah. " Kinan segera memasukkan kertas itu kedalam dompet dan meletakkannya kembali.
"Kinan, Lupakan itu lupakan," Kepalanya menggeleng hebat berusaha membuang bayang-bayang wajah Daniel. "Jangan di ingat, jangan di ingat." Terus kinan menggoyangkan kepalanya sampai ia merasakan pusing di susul rasa mual..
Ueee....ueee
Mendapati itu Kinan segera menutup mulutnya dan meluncur ke kamar mandi menumpahkan isi perutnya.
Akhir-akhir ini aku merasa lelah dan sedikit mual. Apa masuk angin ya.
.
Jakarta...
Sinta baru saja keluar kamar anak-anak setelah menidurkan Tamara. Sedangkan Dea tengah bersantai bersama sang bunda. Buru-buru Sinta menuruni tangga karena suara bunda Tata memangilnya.
"Sinta datang Bun," Balasnya sambil terus berjalan menuruni tangga.
Kebetulan ini hari Minggu jadi semua orang ada di rumah. pak Arman sendiri ada di kamar karena ada urusan pekerjaan yang harus di selesaikan.
"Sinta sini?" Titah bunda Tata ketika Sinta mulai terlihat.
"Kenapa Bun?" tanya Sinta. Berdiri di depan bunda Tata dan Dea yang sibuk menonton televisi.
"Minta pak Yanto untuk ambil memori Cctv, udah lama ga di cek, kata Dea kalau malam suka ada suara aneh?" Bunda Tata melirik si sulung yang mana mengangguk membenarkan.
Sinta ikut melirik Dea. "Emang ya kak, denger suara aneh?"
"Iya mbak, Sinta denger! Suaranya kaya langkah kaki gitu."
Sinta dan bunda Tata saling tatap. Karena sebelumnya tidak pernah ada kejadian seperti itu di rumah.
"Mending panggil pak Yanto aja sin, biar di liat"
Titah bunda Tata di jawab anggukan kepala dan Sinta mulai ke depan rumah di mana pak Yanto si supir berada.
Pak Yanto segera melaksanakan perintah bunda Tata. Memanjat Cctv yang ada di lantai atas lalu segera menemui sang majikan.
"Silahkan Bun," pak Yanto memberikan benda kecil kepada bunda Tata.
"Terimakasih pak," lalu bunda Tata segera menyalakan laptop. Kebetulan Pak Arman datang dan ikut bergabung.
"Kenapa Bun?" tanya pak Arman. duduk di samping sang istri.
"Lagi cek Cctv." sahutnya. Tangan dan mata bunda sibuk dengan laptop.
Sinta memperhatikan dari dapur saja. Menunggu bunda Tata memangilnya. Bersama mbak Nii dan Mbak Cicah Sinta bersantai sambil menikmati pisang goreng yang masih hangat.
"Emang ada apa Cctv di liat Sin?" tanya Mbak Cicah.
"Kata Kakak ada suara langkah kaki."
"Serem juga kalau iya." Mbak Nii menimpali.
"Tapi mungkin itu suara kaki bapak bisa jadi kan." Sinta berusaha berfikir positif tapi jujur darinya sedikit ketakutan.
Bagaimana kalau itu hantu? pikir Sinta.
Bunda terus menatap laptop bersama pak Arman. Mencari di tumpukan Video. sesekali tertawa karena ada video Sinta dan anak-anak yang terjatuh. Ada juga video mbak Nii dan Mbak Cicah yang mengeluh melihat banyaknya pekerjaan. Bahkan video bunda Tata dan pak Arman pun ada. Sampai video Kinan yang sibuk berbenah pun ada.
"Anak itu." Ucap bunda Tata pelan. Kepergian Kinan membuat mbak Nii dan Mbak Cicah sedikit keteteran karena rumah begitu basar tapi sedikit orang yang membersihkan.
Tiga Minggu lamanya setelah kinan pergi Sinta belum juga menemukan orang untuk menggantikan Kinan. Mbak Nii dan Mbak Cicah juga di minta bunda untuk mencari orang baru tapi nihil.
Satu persatu rekaman di buka. Sampai kening bunda Tata mengkerut manakala satu rekaman yang tengah berjalan.
"Astaghfirullah." Teriak bunda Tata. Sontak mengagetkan pak Arman dan orang-orang di dapur.
"Kenapa Bun?" Pak Arman langsung menatap layar laptop. Ia terkejut dan mematung.
"Apa-apaan ini? Itu Daniel yang tarik Kinan!"
Sinta melirik Mbak Cicah dan Mbak Nii ketika nama Kinan di sebut.
"Kinan? Kenapa Kinan?" Sinta bertanya sendiri. Langsung menghampiri Bunda Tata di ruang keluarga.
"Bunda, Kinan kenapa? Masa itu Kinan Bun?" Sinta berpikir itu Kinan tanpa melihat dulu rekaman yang masih di saksikan Bunda Tata dan pak Arman.
"Astaghfirullah, Daniel!"
Sinta semakin kebingungan. Tadi Kinan yang di sebut sekarang Daniel.
"Bunda maaf, ada apa sebenarnya?" Tanya Sinta lagi.
.
Bandung...
Bu Tari tengah bersantai menghabiskan waktu senggangnya seorang diri. Rumah terasa sepi pasalnya di rumah besar itu hanya ada satu anak, ya itu Daniel. Sebenarnya Daniel mempunyai Kakak tapi ketika usianya masih bayi Kakaknya itu meninggal karena sakit. Setelah kejadian itu Bu Tari terus bersedih akhirnya Allah memberikan satu lagi kesempatan kepada Bu Tari untuk menjadi seorang ibu. akan tetapi setelah Daniel lahir rahimnya bermasalah yang mana rahimnya harus di angkat demi keselamatan.
Tap...tap...tap...
Mata Bu Tari melirik kearah suara langkah. Daniel ternyata tengah menuruni tangga.
"Mau ke mana Kak? Udah tampan begitu?" Tanya Bu Tari seraya merubah duduknya.
Daniel duduk di samping Bu Tari sembari memasang jam di tangan.
"Tadi Tante telepon katanya kita harus ke Jakarta sekarang Bun."
Bu Tari nampak heran. "Ada apa? Tante kamu ga telepon bunda tuh."
Daniel mengangkat bahunya sebagai jawaban dirinya pun tidak tau.
Bu Tari menyambar ponselnya dan sibuk mengobrol dengan bunda Tata.
"Kan bener Bun?" tanya Daniel ketika sambungan telpon sang bunda berakhir.
"Tante kamu cuma bilang ke sini sekarang, ada hal penting. Maksudnya bunda hal penting apa sampai kita harus ke Jakarta sekarang?"
"Dari pada kita bertanya-tanya. Mending bunda siap-siap nanti keburu malam. Siapa tau ada hal penting yang Tante ga bisa bilang di telepon Bun."
Perkataan Daniel ada benarnya. Bu Tari langsung bangkit dan siap-siap kebetulan pak Teo ada di kamar jadi mereka bersiap-siap bersama.
Di ruang tv, Daniel menunggu dengan memainkan ponselnya.
"Kira-kira ada apa ya? Engga mungkin Sarah ngomong macem-macem ke Tante."