NovelToon NovelToon
RanggaDinata

RanggaDinata

Status: tamat
Genre:Teen / Tamat / Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: patrickgansuwu

"Rangga, gue suka sama lo!"

Mencintai dalam diam tak selamanya efektif, terkadang kita harus sedikit memberi ruang bagi cinta itu untuk bersemi menjadi satu.



Rangga Dinata, sosok pemuda tampan idola sekolah & merupakan kapten tim basket di sekolahnya, berhasil memikat hati sosok wanita cantik yang pintar dan manis—Fira. Ya itulah namanya, Fira si imut yang selama ini memendam perasaannya kepada kapten basket tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20. Awal yang baru

Ezra terbangun lebih awal dari biasanya di hari terakhir camping sekolah. Matahari baru mengintip dari balik puncak pohon-pohon pinus, memberikan cahaya keemasan yang lembut di seluruh area perkemahan. Hawa sejuk pagi itu terasa segar, tapi juga memberikan sedikit sentuhan kesedihan dalam hati Ezra. Camping ini seharusnya menjadi salah satu momen terbaik, tapi dengan apa yang terjadi antara dia, Fira, dan Rangga, semuanya berubah.

Ezra menghela napas panjang, mencoba meredakan perasaan kosong yang kini menghantamnya. Ia tahu bahwa perasaan Fira untuknya tidak sebesar apa yang ia miliki untuknya. Keputusan Fira untuk kembali kepada Rangga adalah hal yang sudah ia duga sejak lama, tapi tetap saja, ketika kenyataan itu datang, hatinya sakit.

Namun, seperti janji yang ia buat pada dirinya sendiri—Ezra akan menerima apapun keputusan Fira tanpa menahannya. Dia menghormati perasaan Fira dan tidak ingin membuat gadis itu merasa bersalah. Itu adalah cara terbaik yang bisa ia lakukan untuk menunjukkan rasa sayangnya.

Sambil melangkah menuju sungai kecil yang mengalir di dekat perkemahan, Ezra teringat dengan obrolannya bersama Fira malam sebelumnya. Meskipun keputusan itu berat, Ezra merasa lega bahwa mereka berdua sudah bicara jujur. Mereka tetap bisa berteman meski keadaan berubah, dan itu adalah hal penting yang ingin Ezra pertahankan.

Di tengah lamunannya, terdengar suara langkah kaki yang mendekat dari belakang. “Pagi, Ez!” suara ceria yang sangat dikenalnya menghentikan langkahnya.

Ezra menoleh, dan di sana berdiri Dinda, teman sekelasnya yang selalu tampak penuh semangat. Gadis itu tampak segar meski baru bangun, dengan rambut panjang hitamnya yang diikat rapi dan senyum yang menawan di wajahnya. Dinda dikenal sebagai salah satu gadis paling ramah di sekolah, dan entah kenapa, hari ini kehadirannya membuat Ezra merasa sedikit lebih baik.

“Pagi, Din,” balas Ezra sambil tersenyum tipis, meski hatinya masih terasa berat.

Dinda, dengan gayanya yang ceria, langsung berjalan mendekati Ezra. “Kamu mau ke sungai lagi, ya? Aku lihat kemarin kamu sering ke sana,” katanya dengan nada yang penuh rasa ingin tahu.

Ezra mengangguk. “Iya, gue suka suasana di sana. Menenangkan.”

Dinda tertawa kecil. “Sama! Aku juga suka tempat-tempat kayak gitu. Mau ditemenin?”

Ezra terkejut sejenak, tidak menyangka Dinda akan menawarkan diri. Selama ini, mereka hanya sekadar teman kelas yang sering ngobrol ringan, tidak pernah terlalu dekat. Tapi sekarang, di tengah perasaannya yang kacau, Ezra merasa Dinda bisa memberikan sedikit keceriaan yang ia butuhkan.

“Boleh aja,” jawab Ezra akhirnya.

Mereka berjalan berdua menuju sungai, mengikuti jalan setapak yang berkelok di antara pepohonan. Suasana di antara mereka cukup nyaman, meskipun Ezra masih merasakan sedikit kebingungan dalam dirinya. Biasanya, ia akan asyik berbicara dengan Fira atau Rangga, tapi sekarang, dengan Dinda di sisinya, Ezra merasa ada sesuatu yang berbeda.

“Aku perhatiin, kamu akhir-akhir ini lebih sering diem, ya?” Dinda membuka obrolan sambil melirik Ezra.

Ezra tersenyum tipis, sedikit canggung. “Iya, mungkin lagi banyak yang dipikirin aja.”

“Pasti soal Fira, kan?” tebak Dinda tanpa basa-basi, membuat Ezra terkejut. Dinda memang terkenal blak-blakan, tapi Ezra tidak menyangka ia akan langsung menyinggung soal itu.

Ezra terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Iya, gue lagi berusaha ngejelasin semuanya di kepala gue. Bukan hal yang mudah.”

Dinda tidak terlihat terkejut, malah menanggapinya dengan tenang. “Aku ngerti, Ez. Fira dan Rangga emang punya cerita sendiri. Tapi kamu nggak perlu ngerasa gagal atau sedih terus. Mungkin ini waktunya kamu nyari cerita baru buat diri kamu sendiri.”

Ezra menatap Dinda, agak terkejut dengan kedewasaan cara berpikir gadis itu. Meski biasanya ia lebih banyak tertawa dan ceria, Dinda tampaknya punya pemahaman yang mendalam tentang kehidupan.

“Kamu bener,” Ezra akhirnya berkata sambil tersenyum tipis. “Gue cuma perlu waktu buat nerima semuanya.”

“Dan kamu nggak harus ngadepin semuanya sendiri,” tambah Dinda sambil menyenggol lengan Ezra dengan sikutnya. “Aku di sini, temen-temen yang lain juga. Kita nggak akan ninggalin kamu.”

Ucapan Dinda yang sederhana tapi tulus itu memberikan kenyamanan yang tak terduga bagi Ezra. Ia menyadari bahwa ia tidak sepenuhnya sendirian. Teman-teman yang selalu ada di sekelilingnya adalah dukungan yang sangat berharga.

•••

Sesampainya di tepi sungai, mereka duduk di atas batu besar yang ada di pinggir aliran air. Dinda melepas sepatunya dan mencelupkan kakinya ke dalam air dingin, sambil tertawa kecil karena kaget dengan suhu air yang begitu segar.

“Ah, dingin banget! Tapi enak,” ucapnya sambil terkikik.

Ezra hanya tersenyum melihat tingkah Dinda yang begitu lepas. Tawa ceria Dinda membuat suasana hatinya sedikit lebih ringan. Sejak mereka sampai di sini, percakapan ringan terus mengalir di antara mereka, membuat Ezra melupakan sejenak masalah yang selama ini menghantuinya.

Dinda menatap sungai yang mengalir tenang sambil berkata, “Kadang, yang kita butuhin cuma ketenangan kayak gini buat bisa mikir jernih, kan?”

Ezra menoleh dan mengangguk. “Iya, benar banget. Di sini kayak semua beban sedikit berkurang.”

Dinda menatap Ezra dengan senyum lembut, kali ini tanpa banyak kata-kata. Keheningan antara mereka terasa nyaman, dan Ezra merasa bahwa Dinda benar-benar memahami apa yang sedang ia rasakan, meski mereka tidak terlalu sering berbicara tentang hal-hal mendalam sebelumnya.

“Kamu tahu, Ez,” kata Dinda tiba-tiba. “Aku selalu kagum sama kamu. Kamu selalu tenang, bijaksana, dan peduli sama orang-orang di sekitarmu. Tapi aku juga tahu kalau kamu sering memendam perasaan sendiri.”

Ezra mengernyitkan dahi, sedikit terkejut dengan pengamatan Dinda. “Kamu pikir begitu?”

Dinda mengangguk. “Iya. Aku mungkin terlihat ceria dan suka bercanda, tapi aku bisa lihat gimana kamu sering menjaga perasaan orang lain dan nggak pernah terlalu memikirkan diri sendiri.”

Ezra terdiam, meresapi kata-kata Dinda. Ia tidak pernah menyadari bahwa ada orang yang memperhatikan hal-hal seperti itu tentang dirinya. Di balik sikap ceria dan blak-blakannya, ternyata Dinda memiliki kepekaan yang mendalam.

“Aku nggak tahu harus bilang apa,” kata Ezra akhirnya.

Dinda tertawa kecil, menutup mulutnya dengan tangan. “Nggak usah bilang apa-apa, Ez. Aku cuma mau kamu tahu kalau kamu nggak sendiri.”

Ezra tersenyum hangat pada Dinda. Kehadiran gadis ini benar-benar memberi warna baru dalam hidupnya yang selama ini terfokus pada Fira. Ia tidak menyangka bahwa di balik persahabatan sederhana mereka, ada hubungan yang lebih dalam yang belum ia sadari.

“Terima kasih, Din,” ucap Ezra tulus. “Gue nggak pernah berpikir gue akan nemuin dukungan kayak gini dari lo.”

Dinda tersenyum, matanya berkilauan di bawah sinar matahari yang semakin terang. “Ez, kita kan teman. Apapun yang terjadi, aku bakal selalu ada buat kamu.”

•••

Malam terakhir di perkemahan, seluruh siswa berkumpul untuk acara api unggun penutup. Api menyala besar, memancarkan kehangatan di tengah udara malam yang dingin. Semua siswa tampak bersemangat, tertawa dan berbincang-bincang dengan riang.

Ezra duduk di samping Dinda, yang duduk di sebelahnya sambil memakan marshmallow yang dipanggang di atas api. Seiring malam semakin larut, Ezra merasa bahwa perasaannya terhadap Dinda mulai berubah. Ada sesuatu yang berbeda. Ketika ia bersama Dinda, perasaan nyaman dan bahagia itu tumbuh dengan alami, tanpa tekanan atau kebingungan seperti yang ia rasakan saat bersama Fira.

Malam itu, sambil menatap api yang berkobar, Ezra menyadari sesuatu—mungkin Dinda adalah jawaban yang selama ini ia butuhkan. Bukan untuk menggantikan Fira, tapi untuk memulai babak baru dalam hidupnya. Mungkin, di tengah semua kebingungan yang telah ia alami, cinta yang baru ini bisa tumbuh dengan lebih baik, dengan seseorang yang bisa membuatnya tersenyum dengan cara yang berbeda.

1
Rea Ana
wes fir.... fir... semoga kau tak stress, hidup kau buat tarik ulur, pusing dibuat sendiri
Rea Ana
fira labil
Rea Ana
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!