NovelToon NovelToon
Nadif - Casanova Time Traveler

Nadif - Casanova Time Traveler

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Time Travel / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Fernicos

Nadif, seorang pria tampan berusia 30 tahun yang hidupnya miskin dan hancur akibat keputusan-keputusan buruk di masa lalu, tiba-tiba ia terbangun di Stasiun Tugu Yogyakarta pada tahun 2012- tahun di mana hidupnya seharusnya dimulai sebagai mahasiswa baru di universitas swasta ternama di kota Yogyakarta. Diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan masa lalunya, Nadif bertekad untuk membangun kembali hidupnya dari awal dan mengejar masa depan yang lebih baik.

Karya Asli. Hanya di Novel Toon, jika muncul di platform lain berarti plagiat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernicos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nadif - Bab 8: Bad News

Malam itu, Nadif sedang merevisi catatan kuliahnya ketika ponselnya bergetar. Nama

"Ayah" muncul di layar. Dengan sedikit khawatir, Nadif menjawab telepon itu.

“Halo, Yah?”

Suara Ayahnya terdengar berat di ujung telepon.

“Nadif, kamu lagi sibuk?”

“Enggak, Yah. Ada apa?”

“Ayah... Ayah harus kasih tahu sesuatu yang mungkin berat buat kamu dengar.”

Nadif merasa jantungnya berdebar.

“Ada apa, Yah? Bilang aja.”

“Usaha Ayah... Bangkrut, Nak. Kami harus jual banyak aset untuk nutupin hutang ke bank dan rentenir.”

Nadif terdiam, mencoba mencerna berita itu.

“Bangkrut?” ucapnya pelan, hampir tidak percaya.

“Iya, Nak. Dua mobil di rumah udah dijual, tapi masih belum cukup. Kami... juga harus jual motor CBR hitam kamu di Purwokerto. Maafkan Ayah, Nadif. Kami terpaksa.”

Nadif menelan ludah, mencoba tetap tenang. Motor CBR hitam itu bukan hanya sekedar kendaraan baginya, tapi juga simbol kebebasan dan masa-masa indahnya saat SMA.

“Itu motor kesayangan aku, Yah...”

“Ayah tau, Nak. Tapi kita gak punya pilihan lain. Hutang-hutang itu... Debt collector terus datang setiap hari. Ibu kamu juga sudah nggak kuat lagi.”

Terdengar suara isakan pelan dari ibunya di latar belakang. Nadif menarik napas dalam-dalam.

“Ibu, nggak usah nangis. Kita pasti bisa hadapi ini.”

Ibunya menangis lebih keras di telepon.

“Kamu nggak tau, Nadif, betapa beratnya setiap hari lihat mereka datang, meneror kita. Kami terpaksa jual apapun yang bisa dijual.”

Nadif merasa dadanya sesak. Di kehidupan sebelumnya, dia juga pernah melalui ini, tapi sekarang, dia lebih siap. Meski hatinya berat, dia mencoba memberikan dukungan kepada orang tuanya.

“Ayah, Ibu... Aku ngerti. Jual aja motor itu kalau memang harus. Yang penting kalian aman. Aku di sini masih bisa bertahan. Aku tetap fokus di kuliah dan musik, tapi kalau kalian butuh bantuan, aku akan cari cara.”

Ayahnya terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata,

“Kamu anak yang kuat, Nadif. Ayah bangga sama kamu. Tapi tolong, jangan lupa jaga diri kamu di Jogja.”

“Iya, Yah. Aku pasti jaga diri. Kita akan lewati ini bareng-bareng.”

Setelah telepon berakhir, Nadif duduk termenung di kamarnya. Kenangan akan motor itu berputar di benaknya. Namun, dia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk meratapi nasib. Kehidupan telah memberinya kesempatan kedua, dan dia tidak akan menyia-nyiakannya.

Selama dua mingguan setelah kabar buruk ini, setiap harinya sehabis pulang kuliah, Nadif  turun ke jalanan Malioboro dan mengamen.

Dia butuh uang untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, setidaknya sampai ada kabar dari Mas Bayu tentang single yang sedang diproses.

Di jalanan, Nadif mengeluarkan gitarnya dan mulai bernyanyi. Beberapa orang melewatinya dengan tatapan jijik, seolah dia bukan siapa-siapa. Namun, dia terus bernyanyi, menumpahkan perasaannya dalam setiap nada.

Saat itulah, beberapa teman kampusnya lewat dan mengenalinya. Mereka berhenti, menatapnya dengan terkejut.

“Eh, itu Nadif, kan?” suara Jessy, seorang cewek cantik dan populer di kampus yang juga merupakan teman dekat Vonzy, terdengar jelas.

Nadif tidak bisa menghindari tatapannya.

“Ya ampun, lo seriusan, Nadif? Ngamen di jalanan?” Jessy mencemooh dengan suara sinis.

Nadif berhenti bermain gitar dan menatap mereka dengan tenang, meski hatinya sakit mendengar komentar Jessy.

“Gue cuma cari duit buat bertahan, Jessy. Gak ada salahnya, kan?”

Jessy tertawa kecil, disusul oleh teman-temannya.

“Lo tahu kan, ngapain lo susah-susah ngamen? Bener-bener jatuh banget, ya? Gue kira lo bakal sukses, tapi ternyata malah kayak gini.”

Nadif menahan napas, menolak untuk tersulut emosi.

“Gue masih berusaha. Ini bukan akhir dari segalanya.”

“Ya, ya, tapi jelas lo gak punya masa depan cerah. Vonzy udah pintar ninggalin lo pas dia denger kabar lo udah jatuh miskin. Dia sekarang lebih sering bareng Kevin, tau nggak? Cowok yang lebih bisa diandalkan,” ujar Jessy sambil melirik teman-temannya, merasa puas dengan dirinya sendiri.

Nadif kaget mendengar kabar itu dan merasakan pukulan di hatinya, tapi dia berusaha untuk tidak menunjukkan kekecewaannya.

“Kalau Vonzy bahagia, itu yang penting.”

Jessy mengangkat alis, tampak bingung dengan respon tenang Nadif.

“Gue nggak ngerti, lo tuh kenapa nggak marah? Atau sedih kek? Lo tuh kasian banget, Nadif. Kebanyakan cowok udah malu kalau ketemu gue kayak gini.”

Nadif tersenyum tipis. “Mungkin karena gue udah pernah ngerasain yang lebih buruk dari ini. Hidup itu nggak selalu tentang menang atau kalah. Kadang, lo cuma harus bertahan.”

Jessy memutar bola matanya. “Whatever, Nadif. Gue cuma berharap lo nggak bakal tetep jadi pengamen selamanya.”

"Setiap orang punya kesempatan jatuh dan naik Jessy, roda kehidupan selalu berputar."

"Dah ah bye miskin! Yuk cabut nanti kita dikira berteman dengan orang miskin." Ajak Jessy pada teman-temannya yang lain.

Setelah Jessy dan teman-temannya pergi, Nadif kembali memetik gitarnya, mencoba untuk mengabaikan rasa sakit di hatinya. Dia tahu bahwa perjalanannya tidak akan mudah, tetapi dia juga tahu bahwa dia harus terus maju, apapun yang terjadi.

Sore itu, Nadif bermain gitar dengan lebih tenang, menarik beberapa orang untuk mendengarkan. Meski mereka tak tahu apa yang sedang ia hadapi, Nadif merasa sedikit lebih kuat. Dia akan tetap bertahan, apa pun yang terjadi.

Nadif melanjutkan mengamen di Malioboro dengan sepenuh hati. Suara merdunya menggema di sepanjang jalan, mengalun lembut di antara keramaian. Setiap petikan gitarnya dipadukan dengan vokal yang menyentuh hati, menciptakan harmoni yang sulit diabaikan.

Meskipun ada beberapa orang yang melewatinya dengan pandangan meremehkan, merasa jijik karena Nadif hanya seorang pengamen, lebih banyak lagi yang terpesona oleh kemampuannya. Suara dan irama dari gitar Nadif begitu sopan masuk ke telinga, mengundang simpati dari mereka yang mendengarnya.

Seorang ibu yang berjalan bersama anaknya berhenti sejenak, mendengarkan lagu yang Nadif mainkan.

“Mas, suaranya bagus banget,” ujar ibu itu sambil meletakkan uang ke dalam kotak gitar Nadif. Senyum tipis muncul di wajah Nadif, merasa dihargai.

Beberapa turis juga berhenti, memberikan apresiasi mereka dengan lebih dari sekadar uang receh.

“You have a beautiful voice,” puji seorang turis asing sambil menyerahkan selembar uang.

Nadif terus bernyanyi, menenggelamkan dirinya dalam musik. Setiap lagu ia bawakan dengan sepenuh jiwa, seolah-olah ia ingin memberitahukan dunia bahwa walaupun ia sedang jatuh, ia masih memiliki sesuatu yang berharga untuk dibagikan.

Ketika malam semakin larut, dan jalanan Malioboro mulai sepi, Nadif mengakhiri penampilannya. Ia mengumpulkan uang yang telah diberikan oleh orang-orang yang menghargai bakatnya, kemudian menyimpan gitarnya kembali ke dalam tas.

Sesampainya di kontrakan, tubuhnya terasa lelah, namun ada sedikit rasa lega. Nadif tahu bahwa hidupnya sedang berada di titik yang sulit, tapi ia tetap berusaha untuk tidak menyerah.

Setelah mandi dan makan malam seadanya, Nadif merebahkan diri di kasur. Besok, ia akan kembali ke kampus seperti biasa, menjalani perkuliahan dan kemudian pulangnya pergi mengamen lagi untuk menyambung hidup.

Di atas kasur sempitnya, Nadif merenung dengan lampu kamar yang redup. Tubuhnya terasa lelah, namun pikirannya tidak bisa berhenti bergerak. Ia menatap langit-langit kamar, mencoba menenangkan pikirannya sebelum tidur.

"Di kehidupan sebelumnya gue lebih parah daripada ini," batinnya.

"Gue pernah mengalami kondisi yang jauh lebih buruk, kehilangan lebih banyak hal. Tapi gue bisa bangkit dari semua itu."

Nadif menarik napas dalam-dalam dan membalikkan tubuhnya.

“Ayo, Nadif, lo harus bisa bertahan dan bangkit. Ini cuma fase sementara. Lo udah ngelewati lebih dari ini. Semua yang lo lakuin, semua usaha yang lo kerjain, itu bakal ada hasilnya. Lo harus percaya sama diri sendiri.”

Dia meresapi kembali setiap momen ketika dia menyanyi di Malioboro, suara dan gitarnya yang memberikan sedikit kebahagiaan di tengah kesulitan.

“Gue punya bakat dan punya pengetahuan tentang masa depan sampai ke tahun 2024. Ini cuma soal waktu sampai semuanya membaik, di kehidupan yang sekarang, gue ga boleh jadi orang yang gagal lagi.”

Dengan perasaan yang campur aduk antara kelelahan dan harapan, Nadif menutup mata.

Dia tahu bahwa tantangan yang dia hadapi adalah bagian dari perjalanan yang lebih besar

Sebelum tertidur, pikirannya masih terfokus pada satu hal—kabar dari Mas Bayu.

Harapannya untuk masa depan terletak pada musik, dan dia percaya bahwa jika dia terus berjuang, hari baik itu akan datang. Dengan pikiran itu, Nadif akhirnya tertidur. Saat dia tertidur, dia memelihara keyakinan bahwa dia akan berhasil melewati semua rintangan ini. Dengan tekad yang baru ditemukan, dia siap menghadapi hari esok dan melanjutkan perjuangannya.

1
Azis
Ceritanya relate banget, si author jadi kaya cenayang yg bisa tau ini itu
Kita sebagai pembaca seolah dibawa oleh penulis buat ngerasain apa yg Nadif alamin. Keren bangettt 🌟🌟🌟🌟🌟
Fernicos: makasih mas aziz 🥰
total 1 replies
... Silent Readers
Luar biasa
Anna🌻
aku mampir thor, Ceritanya menarik
semangat berkarya ya thor🙏🏽
Fernicos: Hai kak Anna salam kenal, makasih dah mampir yaa
total 1 replies
Aurora79
"Dif....Nadif!" jiwa dari MASA DEPAN, tapi kenapa NAIF banget sich?! Katanya mau memperbaiki diri???? Koq malah mendekat ke.perempuan2 yang HAUS HARTA?!

#Gemes aku bacanya klw MC-nya Naif kaya gini.

Harusnya MC lebih Cool dan benar2 fokus memperbaiki diri, bahagiain keluarga, memantapkan karirnya. Jangan diajak2 RUSAK, malah mau...🙄
Aurora79: oke..👍
Fernicos: Hehe udah nikmatin aja ya alur ceritanya, bakal makin seru kok. Ini cerita udah sampe bab 80 loh, tapi sengaja aku update sehari satu aja /Smile/
total 4 replies
Fa🍁
gak tau ya kesini gak suka tuh sama Jessy. kalau ada aku empat mata nih maki maki ni orangnya biar mikir !! seru Cerita nya tapi lelah aku.
Fa🍁
ya jelas dong dia suka cinta ama Vonzy gimana sih pikiran lu, gak mungkin si Nadif mau mencuri? kalu gak mencuri perhatian nya neng
Fa🍁
jelas terganggu lah Nadif, helo gak mungkin gak akan terganggu tau tau dia hamil aja kan lucu
Fa🍁
bacot lu Jessy kalau gue jadi Nadif tinggalin dia salah sendiri, bjir bgt ada cewek kek gitu dasar
Fa🍁
hahaha kok gini sih? lu gak mesti ngerasa bersalah kalau si Jessy yg bilang dia menyesal, lu nyeselin apa Dif heran gue. tapi sekarang gue paham.
Fernicos: Nyeselin ilang perjaka wkwkw
total 1 replies
Fa🍁
cinta gak mikir 2 kali, sama kayak udah kerasukan setan mana sadar
Fa🍁
ciaaaa nyalahin diri sendiri, ngaku ya neng
Fa🍁
waw aku terkejut mamah
Fa🍁
hahaha
Fa🍁
tuh kan si Alex nih kayak gini, bikin minta dipukul tau gak sih Elx
Fa🍁
terus semangat Dif bukan km yg salah kok,
Fa🍁
aku baru tau kalau cowok bisa gini, sekarang paham kenapa banyak odgj cowok,
Fa🍁
namanya kek nama anabul aku Vino Vony
Fa🍁
punten, tolong doang pake otak neng mikir nya, udah di jelasin gak suka masih aja kek gitu heran cinta Lo mati ya neng!! kebawa emosi wkwk
Fa🍁
jadi ini toh, hmm
Fa🍁
Dasar lu cewek!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!