Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panik
Dengan perasaan panik, Amar meminta Mahira untuk duduk terlebih dahulu di mobilnya, kemudian meletakkan Emir di pangkuannya, setelah itu Amar bergegas masuk dan memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
"Kak Amar... berhati-hatilah," ucap Mahira yang badannya terhuyung karena kecepatan mobil yang Amar kendarai.
"Emir sakit kamu bilang aku harus berhati-hati!? lihat dia terus menangis!"
"Emir hanya panas, jadi wajar dia rewel."
"Mahira! Anakku sakit kamu bilang wajar!?" Amar terus marah-marah karena rasa khawatirnya. Hingga saat mereka sampai di rumah klik spesialis anak, dengan cepat Amar turun dan merebut Emir dari pangkuan Mahira, setelah itu tanpa mempedulikan Mahira, Amar berlari dengan berteriak-teriak memanggil Dokter. Sementara Mahira hanya bisa mengikuti Amar dari belakang tanpa bisa memberi pengertian pada Amar jika bayinya hanya panas biasa.
"Dokter-dokter... cepat selamatkan bayiku!" tegas Amar begitu melihat Dokter yang kebetulan melintas di depannya.
"Tenang Tuan, silahkan isi formulir terlebih dahulu untuk melakukan pendaftaran."
"Bayiku sudah menangis kesakitan seperti ini Anda masih memintaku untuk melakukan formalitas itu!?" teriak Amar memaksa Dokter untuk langsung memeriksa kondisi baby Emir.
"Tenanglah Tuan..." ucap Dokter mencoba menenangkan.
"E-Dokter, tolong periksa saja Anak kami, Aku yang akan melakukan pendaftaran."
Mendengar apa yang Mahira katakan, akhirnya Dokter mempersilahkan Amar masuk ke ruangannya.
"Silahkan baringkan di sini," ucap Dokter memberi instruksi.
Amar menuruti perintah Dokter lalu memperhatikan Dokter yang mulai memeriksa tubuh baby Emir.
"Bagaimana keadaannya Anakku Dokter?"
"Demam pada bayi di malam hari merupakan hal yang umum terjadi dan itu hal yang wajar. Demam merupakan respons alami tubuh untuk melawan infeksi seperti flu, pilek, atau infeksi telinga dan lain sebagainya." jelas Dokter.
"Apa Dokter yakin, tolong di periksa lagi Dok."
"Tuan Amar tenang saja, Anak Anda hanya perlu di kompres dengan air hangat, pakaikan baju yang tipis dan perbanyak minum ASI."
Mendengar itu Amar terdiam menoleh ke arah Mahira yang baru masuk ke ruangan. Ada perasaan menggelitik dalam hatinya saat mendengar kata itu. Karena bagaimanapun Amar adalah pria dewasa yang normal sehingga ada terbersit bayangan itu di pikirannya.
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan sesuai keinginannya akhirnya Amar bernafas lega dan mau membawa baby Emir pulang.
Dengan berjalan beriringan, Amar melihat baby Emir yang kini tertidur dalam gendongan Mahira. Sepanjang langkahnya, Amar mengingat bagaimana Ia memarahi Mahira saat diperjalanan menuju klinik, membuat hatinya resah dan merasa bersalah.
Setelah masuk mobil, Amar tidak langsung menjalankan mobilnya seperti saat Ia ingin memeriksakan baby Amar, tapi Amar menatap Mahira yang tengah kesulitan memasang sabuk pengamannya.
Tanpa berkata-kata, Amar langsung membantu Mahira untuk memasangkan sabuk pengamannya. Kemudian kembali ke kursi kemudi dengan canggung.
"E-aku minta," ucap Amar membuka percakapan.
"Tidak papa, terimakasih," ucap Mahira.
"Bukan itu, Aku minta maaf karena sudah marah-marah kepadamu."
"Oh, tidak papa, kamu begitu mengkhawatirkan Emir jadi wajar kalau kamu marah."
"Ya, Aku sangat mengkhawatirkannya, sangat-sangat mengkhawatirkannya. Seluruh keluarga ku telah pergi meninggalkan ku, bahkan Amir hanya sakit satu minggu tapi bisa meninggal dunia. Jadi aku tidak ingin satu-satunya peninggalan Adik ku juga pergi meninggalkan ku."
Mendengar apa yang Amar katakan, entah kenapa Mahira merasa sedih. Bagaimana tidak, sebelum meninggal, Amir bukan hanya mewariskan bayinya untuk Amar, tapi istrinya juga.
"Kak Amar hanya menganggap baby Emir satu-satunya peninggalan Mas Amir, tidak dengan ku." batin Mahira menatap Amar yang yang masih menatap lurus ke depan dengan kesedihannya mengingat kembali seluruh keluarga yang telah meninggalkan dirinya untuk selamanya.
Bersambung...
📌 Dimohon untuk tidak tabung bab yah, tiap di up baca satu persatu biar Authornya semangat, tetap konsisten Update 3x sehari ☺️🙏
Ditunggu karya selanjutnya
sehat wal'afiat selalu ya mbak Noor.
pasti direkam pula buat bukti
terkejut aku Thor.
semoga firman tidak lupa merekam nya.
lanjut Thor,, double up lagi.