Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
empat belas
Tama di larikan ke rumah sakit saat laki-laki itu tiba-tiba saja muntah darah dan jatuh pingsan. Tubuhnya di angkat dan di bawa ke rumah sakit terdekat oleh beberapa orang di cafe yang membantu melerai pukulan Arjun pada Tama.
Alana sudah pulang kerumahnya setelah meminta laki-laki yang membantu mengangkat Tama menghubungi orangtua Tama untuk datang ke rumah sakit, apa yang telah terjadi hari ini. Alana serahkan semuanya pada Tama yang menjadi biang masalah yang di buatnya sendiri.
Di rumah sakit itu hanya ada Tama seorang diri. Arjun, laki-laki itu sebenarnya ingin sekali mengikuti Tama, tapi di tahan Kinan. Perempuan itu takut, Arjun berbuat yang tidak-tidak lagi pada Tama. Sudah cukup wajah Tama hancur babak belur dibuat Arjun tanpa ampun.
Beberapa saat kemudian kedua orangtua Tama datang dan bertepatan pintu rawat Tama terbuka dan muncullah seorang dokter laki-laki.
"Anak saya bagaimana dok keadaannya? " ibu Tama bertanya dengan deru nafas ngos-ngosan sehabis lari.
"Ibu tenang. Anak ibu tidak apa-apa, luka diwajahnya sudah saya obati. " jelas dokter tersebut.
"Luka? Anak saya luka kenapa ya dokter? Tadi ada yang nelpon saya katanya anak saya masuk rumah sakit, tapi tidak memberitahukan dengan jelas bagaimana. "
Dokter menatap bergantian orangtua pasien, kemudian menghembuskan nafasnya. "Saya juga kurang tau bagaimana kronologinya, bu. Anak ibu dibawa beberapa orang dengan luka di sekujur mukanya seperti habis pukuli. "
Kedua orangtua Tama kaget, ibu menatap khawatir pada suaminya yang senantiasa mengelus punggungnya untuk memenangkan.
"Untuk informasi pastinya. Ibu dan bapak bisa masuk untuk menanyai bagaimana kronologinya dan bisa ditindak lanjuti bila ini pengeroyokan dilakukan oleh preman atau anak jalanan, pasien juga sudah bangun karena tadi sempat pingsan saat dibawa kesini. "
Setelah mengucapkan terima kasih. Orangtua Tama segera masuk ke dalam ruang inap Tama, di dalam ada Tama yang tengah memejamkan matanya, pusing dan juga sakit di sekujur wajah dirasakannya.
"Yaampun, Tama! "
Tama sontak membuka matanya saat mendengar suara yang sangat di kenalinya, di pintu ruangan inapnya, ada kedua orangtuanya di sana, berdiri terpaku menatap keadaannya yang mengenaskan.
"Ayah? Bunda? " lirihnya, berusaha bangun dari berbaringnya untuk duduk bersandar di brankar.
"Kamu sebenarnya kenapa, Tama? Kok bisa muka kamu babak belur begini? Kasih tau ayah sama bunda siapa yang udah pukulin kamu kayak gini, biar ayah cari orangnya dan bawa ke polisi. " tanya bundaTama- Siska. Beruntun, yang malah membuat Tama pusing sendiri mendengarnya.
Bagaimana harus dia jelaskan pada kedua orangtuanya? Kondisinya begini bukan dipukul oleh preman atau siapapun seperti yang Siska pikirkan, Tama dipukuli hingga babak belur begini karena sudah menghamili Aruna dan lari dari tanggung jawabnya. Laki-laki yang mengaku sebagai kakak Aruna itu pantas marah besar padanya.
"Ayah, bunda. " Tama gak jawab pertanyaan Siska, dia panggil kedua orangtuanya dengan takut.
"Iya kenapa, nak? Coba kamu jujur saya bunda dan ayah, siapa yang udah lakuin ini sama kamu. " Siska mendekati Tama, di elusnya rambut Tama dengan lembut.
"Tama pantas dapat semua ini, bunda. Tama udah buat kesalahan sampai Tama dapat luka seperti ini. " katanya sambil menatap ayahnya- Jaedan.
"Kesalahan apa yang sudah kamu buat Tama, sampai harus mendapatkan luka seperti ini. " tanya Jaedan, suaranya begitu dingin. Perasaannya langsung tidak enak saat Tama menatapnya tadi, pasti anaknya itu sudah melakukan hal fatal hingga mendapatkan luka berat sekarang ini dilihatnya.
"Sekarang jujur sama ayah dan bunda, Tama. " tekan Jaedan.
Tama terdiam sejenak, mengumpulkan tenaga dan keberanian penuh untuk menjelaskan kepada kedua orangtuanya. Tama mau berbohong juga bukan waktunya lagi sekarang, Arjun sudah tau siapa pelaku yang sudah memperkosa Aruna, laki-laki itu akan terus mencari keberadaannya dan meminta pertanggung jawaban darinya, apalagi Aruna tengah hamil anaknya.
"Tama udah ngehamilin anak orang, maaf. " ungkap Tama, akhirnya.
Suasana hening seketika, Tama menundukkan kepalanya tidak berani untuk menatap kedua orangtuanya.
"Ngehamilin? Maksudnya kamu udah hamilin Alana? " tanya Siska, otaknya masih memproses semua yang baru saja dikatakan Tama.
"B-bukan Alana, bun. Tama udah memperk*sa perempuan lain sampai hamil. "
'Plakk'
"Ayah! "
"Bi*dab! " Jaedan menampar wajah memar Tama, membuat Siska dengan cepat memeluk kuat kepala anaknya. "Anak si*lan kamu, Tama. Dimana otak kamu sampai memperkosa anak orang, hah?! "
"Tama m*buk, yah. Saat itu, minuman Tama ada yang campurin sama obat perangs*ng." kilah Tama, menoleh kan kepalanya untuk menatap ayahnya yang wajahnya mengeras dengan emosi yang ingin meledak.
"M*buk! Kamu udah berapa kali ayah larang untuk berhenti minum-minuman si*lan itu lagi, Tama! Dan begini kan jadinya sekarang. "
"Tanggung jawab, kamu nikahin perempuan yang sudah kamu hamilin itu. " final Jaedan tidak menerima bantahan.
"Yah, gak bisa gitu. Tama udah punya pa–
–Terus kenapa? Putusin! Berani berbuat ya berani bertanggung jawab juga. " ucap Jaedan tak ingin di bantah, "Apapun alasan kamu, kamu tetap nikahin perempuan yang sudah kamu hamilin itu, ayah gak mau tau. "
Jaedan keluar dari ruang inap Tama, dia ingin mendinginkan sebentar kepalanya yang terasa panas atas kebenaran yang telah di ketahuinya ini. Sementara Siska, wanita itu juga sama bingungnya, shock dan kecewa pasti dia rasakan. Tapi mau bagaimana lagi, benar apa yang dikatakan suaminya, Tama harus tanggung jawab.
Sedih juga sangat di rasakannya kini, anak semata wayang yang berusaha di didiknya dengan amat baik ternyata melakukan kesalahan yang begitu besar. Apalagi sang anak berniat tidak mau mempertanggung jawabkan perbuatannya. Sebagai sesama perempuan, Siska juga tau bagaimana sakitnya ditolak oleh laki-laki yang sudah membuatnya hamil.
"Turutin apa kata ayahmu, nak. Bicara baik-baik terlebih dahulu dengan Alana, hubungan kalian harus di putuskan segera. " Siska ikut menyusul kemana suaminya pergi, meninggalkan Tama yang tengah frustasi.
Laki-laki itu mengacak rambutnya dengan kesal. Nafasnya memburu, dia tidak mungkin memutuskan hubungannya dengan Alana yang sudah terjalin setahun lebih ini.
"Argghhh, Si*lan!! "
•
•
•