NovelToon NovelToon
Feathers

Feathers

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Cinta Beda Dunia / Iblis / Dunia Lain
Popularitas:516
Nilai: 5
Nama Author: Mochapeppermint

Mereka bilang aku adalah benih malaikat. Asalkan benih di dalam tubuhku masih utuh, aku akan menjadi malaikat pelindung suatu hari nanti, setelah aku mati. Tapi yang tidak aku tahu adalah bahaya mengancam dari sisi manapun. Baik dunia bawah dan dunia atas sama-sama ingin membunuhku. Mempertahankan benih itu semakin lama membuatku mempertanyakan hati nuraniku.

Bisakah aku tetap mempertahankan benih itu? Atau aku akan membiarkan dia mengkontaminasiku, asal aku bisa menyentuhnya?

Peringatan Penting: Novel ini bisa disebut novel romansa gelap. Harap bijak dalam membaca.
Seluruh cerita di dalam novel ini hanya fiksi, sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mochapeppermint, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 The Seed

Aku mengernyit saat jarum infus dicabut dari tanganku dan darah mengalir keluar sebelum suster itu dengan lembut menempelkan perban. “Sudah.” Ucap Suster itu dengan senyuman terulas di bibirnya.

Suster ini tampaknya berusia sekitar awal tiga puluhan, masih tampak sangat muda dan cantik dalam kesederhanaannya. Rasanya sangat kontras duduk bersebelahan dengan Mikaela dengan segala kemewahannya. Yah, walaupun saat ini Mikaela tampak berantakan. Piyamanya lusuh, rambutnya yang lurus dan panjang berantakan mencuat kemana-mana, tetap saja aura ‘kaya’ masih mengikutinya senantiasa.

Dengan hati-hati Suster itu menangkup jemariku, menghindari bekas jarum infus. “Maaf kalau kami membuatmu takut. Namaku Suster Nadia, aku ditugaskan untuk menemanimu, kamu bisa bertanya denganku tentang apa saja.”

Aku menatap kedua matanya sejenak. Mencari-cari tanda kejahatan, kebohongan atau apapun, tapi tidak ada. Suster ini tampak tulus, sama seperti rekan Pastornya yang lain. “Mmm… Apa kami boleh keluar dari sini?” Tanyaku ragu-ragu.

*Kalian menculikku dan Mikaela kan*? Kalimat itu yang sebenarnya ingin kuucapkan, tapi aku masih punya rasa takut kalau-kalau mereka tersinggung membiusku lagi.

Suster Nadia masih tersenyum ramah. “Maaf, tapi lebih baik untuk sementara waktu kamu disini dulu.” Lalu dia menoleh pada Mikaela. “Tapi kalau kamu boleh pulang Mikaela.”

Mikaela menatap Suster Nadia dengan pandangan mencemooh. “Aku bisa menuntut kalian karena menculikku tahu?”

“Tentu.” Jawab Suster Nadia santai. “Tapi kamu hanya akan menghabiskan waktu dan uang.” Ucapnya pada Mikaela lalu kembali menoleh padaku. “Aku bawakan pakaian ganti untukmu kalau kamu mau mandi dan berganti pakaian.” Katanya seraya menepuk tumpukan pakaian di kaki ranjang.

Aku melihat ke arah pintu yang terbuka dari sudut mataku. Pintu itu tidak tertutup dan tidak ada yang menjaga. “Jadi kalian mengurungku disini?” Tanyaku kali ini lebih berani tanpa menghiraukan pakaian yang dibawanya.

“Tidak.” Jawabnya tetap dengan lembut seraya menggeleng. “Kamu boleh keluar, tapi tidak keluar lingkup gereja. Di luar berbahaya, Amy.” Ucapnya seraya meraih tanganku sekali lahi dan menggenggam jemariku lebih erat seolah ingin aku mempercayainya tanpa ragu sedikitpun.

“Tidak keluar dari gereja?” Tanyaku tidak percaya dan Suster Nadia mengangguk. “Tapi aku punya kehidupan di luar sana! Pekerjaanku. Panti Veronika.” Jelasku semakin putus asa. “Sebenarnya apa sih yang kalian maksud dengan benih itu? Apa bahayanya?”

Suster Nadia menatapku sejenak sebelum menjawabku, senyumnya perlahan memudar. “Kamu tahu kan kisah Alkitab kalau Lucifer beserta sepertiga malaikat diusir dari Surga?” Aku mengangguk walau bulu kudukku mulai meremang. “Malaikat-malaikat yang ikut terjatuh itulah yang mengincarmu.”

Aku mendengar Mikaela mendengus, namun dia tidak berkata apa-apa. “Jangan bercanda, Suster.” Ucapku mencemooh walau suaraku bergetar.

Suster Nadia menggeleng. “Awalnya aku juga tidak percaya, sama sepertimu. Aku bahkan menuduh Pastor Xaverius seorang penyusup yang membawa kepercayaan berbeda yang mengatasnamakan agama. Aku menolak beliau beberapa lama, bahkan tidak mau mendengarkan penjelasan darinya lebih jauh. Sampai suatu saat sebuah karunia turun padaku dan aku bisa melihat penghuni lain dunia ini.” Suster Nadia menarik nafas dalam-dalam seolah hendak mempersiapkan dirinya untuk mengatakan hal selanjutnya. “Aku bisa melihat mereka, Amy. Mereka memang seperti manusia, karena mereka mengambil rupa manusia. Tapi tetap saja mereka malaikat kegelapan.”

“Dan mereka memiliki sayap berwarna hitam.” Lanjutku dan Suster Nadia mengangguk. Yang kuucapkan barusan bukan dari kata-kata Mikaela, namun dari firasatku sendiri.

“Mereka mengincar benih malaikat itu karena mereka ingin kembali merasakan kekuatan mereka dulu saat mereka masih menjadi malaikat Tuhan. Walaupun tidak untuk selamanya, tapi mereka sangat menginginkannya karena itu adalah kekuatan asli mereka yang dicabut dari mereka. Kalau mereka mengambilnya darimu…” Suster Nadia menggeleng suram, tidak melanjutkan kalimatnya. “Sudah terlalu banyak benih-benih yang terambil tanpa Gereja bisa melindungi mereka.”

“Tapi… Kalau benih itu tidak terambil?”

Senyum Suster Nadia kembali merekah. “Aku dengar kamu dari Panti Santa Veronika ya?” Tanyanya dan aku mengangguk. “Diketahui Santa Veronika dulunya adalah benih, juga beberapa Santa atau Santo lain juga memiliki benih malaikat bersama mereka.” Ujarnya lebih bersemangat. “Beberapa buku dan kitab-kitab mengatakan kalau mereka meninggal dengan benih yang masih utuh, benih itu akan bertumbuh dan membuat mereka menjadi seorang malaikat pelindung.”

Malaikat pelindung? Aku dengar dengusanku sengau seperti seekor sapi, tapi aku tidak bisa menahan tawaku. “Jadi menurutmu aku akan menjadi seorang Santa? Lalu kalau aku mati, aku akan jadi malaikat pelindung?” Seiring aku mengucapkan kata-kataku tawaku semakin lebar. “Itu konyol!”

Sekilas aku melihat Mikaela, kini dia malah mengerutkan dahinya dalam-dalam. Sedangkan ekspresi Suster Nadia masih seperti sedia kala, senyum tipis ramah dan anggun. Dia tidak ikut tertawa bersamaku tapi juga tidak tampak tersinggung karena ke kurangajaranku. “Setiap manusia memiliki panggilan masing-masing, begitu juga dengan benih. Tidak selalu benih harus menjadi Santa atau Santo, begitu juga sebaliknya. Tidak semua Santa atau Santo memiliki benih.”

“Jadi untuk apa kalian repot-repot melindungi benih? Toh, semua orang juga akan mati?”

Bukan berarti aku siap mati atau apa, tapi rasanya semua ini terlalu berlebihan untuk hal yang tidak pasti. Mereka yang hidupkan tidak tahu yang sebenarnya tentang hal-hal setelah kematian kan?

“Tidak ada yang tahu rencana Tuhan.” Kepalaku menoleh ke arah sumber suara yang baru. Rupanya Pastor Xaverius. Dengan tubuhnya yang tegap dia berjalan ke arahku namun dia berhenti dalam jarak aman. “Satu bulan yang lalu Suster Nadia bukan pelihat.” Ucapnya menatap Suster Nadia dengan senyum tipis. “Tapi kemudian dia melihatmu dan disinilah kamu.”

Aku menoleh pada Suster Nadia, meminta penjelasan darinya dan dia mengangguk. “Aku memang sering memimpikan seorang gadis kecil, tapi aku nggak tahu siapa dia. Aku pikir itu hanya mimpi-mimpi biasa. Sampai beberapa hari lalu aku melihatmu dalam penglihatan yang lebih jelas.” Sekali lagi Suster Nadia meremas jemariku dengan lembut. “Rupanya gadis kecil yang selama ini aku impikan adalah kamu, Amethyst.”

“Oke cukup dengan semua ini.” Mikaela melemparkan kedua tangannya ke atas seraya berdiri dari kursinya. “Aku mau pulang.”

Jantungku serasa melompat turun ke perutku. “Mik!” Panggilku karena aku pun ingin ikut dengannya namun Suster Nadia mencegahku.

Mikaela melihat gestur Suster Nadia lalu menatapku. “Aku nggak dibutuhkan disini, Em. Dan seperti yang kamu tahu, aku juga punya kehidupan diluar sana.” Entah kenapa kata-kata Mikaela terasa menusukku perlahan. Mikaela berjalan ke arah Pastor Xaverius. “Seharusnya ada yang bertanggung jawab mengantarkanku pulang.”

Pastor Xaverius menatap Mikaela sejenak sebelum berpaling pada Suster Nadia. “Suster, tolong antarkan Mikaela pulang ke rumahnya.”

“Dan nggak ada kompensasi untukku?” Tanya Mikaela angkuh. “Kalian menculik orang yang salah.”

Rasanya perlahan wajahku memanas. Bisa-bisanya Mikaela berbicara begitu di depanku. Dia bahkan tidak basa-basi untuk meninggalkanku dengan orang asing begitu saja.

“Itu kesalahanku. Kamu bisa meminta apapun yang kamu mau.” Jawab Pastor Xaverius tetap tenang.

“Hmmm…” Mikaela melangkah mendekat Pastor Xaverius dengan perlahan tampak berpikir. “Kalian hanya yayasan. Rasanya nggak pantas meminta uang pada yayasan.” Mikaela memutari Pastor Xaverius, namun pria itu tak bergeming. Mikaela berhenti di samping Pastor Xaverius lalu dia menatapku. Setitik harapan berkembang di dadaku kalau Mikaela akan memintaku pergi bersamanya. Mikaela menoleh menatap Pastor Xaverius. “Akan aku pikirkan baik-baik. Aku pulang dulu Em.” Dan Mikaela berbalik menghilang ke balik pintu dan Suster Nadia mengikutinya.

Rasanya relung dadaku terjatuh begitu saja. Aku memang tidak berharap banyak Mikaela akan tetap menemaniku disini, tapi kalau pun posisi di balik, aku akan tetap menemani Mikaela. Rasanya ini lebih menyakitkan daripada fakta aku sedang di sekap di dalam Gereja.

Saat aku menunduk air mataku menetes ke tanganku. Aku menekuk kedua kakiku dan melipat kedua tanganku di atas lututku, membenamkan wajahku di kedua tanganku. Seharusnya aku menangis karena sekarang aku berada di tempat antah berantah bukannya karena Mikaela. Seharusnya aku juga sudah kebal atas perilaku Mikaela bukannya menangis karenanya.

“Dia tidak pantas mendapat air matamu.”

Aku mendongak dan menarik nafas panjang. “Nggak ada kata-kata penghiburan?” Kataku pada Pastor Xaverius yang masih berdiri di tempatnya seraya mengusap air mataku. “Memaafkannya?”

Pastor Xaverius tersenyum. Seandainya kondisinya tidak seperti ini, mungkin aku akan mengagumi senyumnya yang menawan. Pastor itu tampan, aku akui.

“Kamu akan memaafkannya kalau kamu memang mau. Sama seperti kamu akan memaafkan aku.”

Aku menyedot ingusku dan memeluk kedua kakiku erat. “Kamu benar. Aku belum memaafkanmu.”

Senyumnya semakin melebar. “Kamu mau dengar penjelasanku?”

“Harus?”

“Karena kamu punya banyak waktu, kenapa tidak?” Senyumnya berubah, kini dia tampak puas.

Aku memutar kedua mataku. “Karena kamu menculikku jadi aku punya banyak waktu.”

“Kamu juga akan tahu alasan di balik itu. Aku akan menjelaskan semuanya.”

“Tapi aku nggak percaya sama kamu.”

Pastor Xaverius beranjak meraih sebuah tiang infus tak jauh darinya. Dia memutar bautnya dan menarik pipa besinya, lalu dia menggelindingkan pipa itu ke arahku.

“Ambilah.” Ucapnya sambil menunjuk pipa berwarna putih itu lalu mengedikkan dagunya ke arahku. Pastor Xaverius mengangkat tangannya dan menepuk belakang kepalanya. “Pukul di sini.” Lalu dia menunjuk mata dan hidungnya. “Mata dan hidung juga bisa. Lalu bagian rawan lainnya yang pasti kamu tahu.”

Aku melirik pipa besi putih yang berhenti tak jauh dari ranjangku. Aku ingin membantah lagi tapi tidak ada yang bisa aku katakan. Aku juga ingin mendengar penjelasan darinya. Akhirnya aku menurunkan kedua kakiku dan turun dari ranjang. “Aku mau ganti pakaian dulu.”

Pastor Xaverius mengangguk lalu dia menunjuk ke arah tak jauh dariku. “Ada kamar mandi disana.”

Aku mengambil tumpukan pakaian yang tadi Suster Nadia bawa. “Kamu nggak takut aku kabur?"

Pria itu mendengus tertawa kecil. “Aku akan menemukanmu lagi.”

Aku memutar kedua mataku, menunduk mengambil pipa besi yang ternyata cukup berat dan berjalan ke arah yang dia katakan.

1
🌺Ana╰(^3^)╯🌺
cerita ini benar-benar bisa menenangkan hatiku setelah hari yang berat.
Yue Sid
Gak sabar nunggu kelanjutannya thor, semoga cepat update ya 😊
Mochapeppermint: Thank you 😆
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!