Eila Pertiwi tidak pernah membayangkan seorang Max William Lelaki Famous di Sekolahnya yang menjadi incaran banyak Gadis, tidak ada hujan atau badai tiba-tiba menyatakan perasaan padanya, padahal mereka tidak dekat sama sekali.
Namun di sisi lain, kehidupan Max William yang dianggapnya sebagai 'konglomerat manja yang hanya bergantung pada orang tuanya' ternyata jauh dari ekspetasi-nya, Lelaki itu selama ini memiliki banyak rahasia dan luka nya yang selama ini ditutupi dengan rapih.
"Gue, kan, udah bilang. Semua hal tentang Lo, Gue tau."
"Suapi, Eila.."
"Jangan coba-coba Eila. Lo cuman milik Gue, faham?"
"Gue bakal buat pelajaran siapapun yang berhasil curi senyuman manis Lo."
"Because, you are mine." Max meniup telinganya, "Cuman Gue yang boleh liat. Faham, Cantik?"
Semua ini tentang Max William dan segala sikap posesif dan manjanya yang seiring waktu membuat pertahanan Eila Pertiwi runtuh, dia terjebak dalam semua skema rangkaian yang dibuat Lelaki Berandalan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oviliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Proses Pdkt menguras tenaga
"Sorry ya, soal Abang Gue. Seragamnya nanti Gue cuci." Ucap Eila.
Ia menatap Max agak khawatir, Lelaki itu sejak tadi diam dan beberapa kali menghela nafas seolah menghadapi masalah berat saja.
"It's alright, Eila." Max menaiki motor sportnya, memakai helm full face nya dan sarung tangan hitamnya.
Max menaikkan kaca helmnya, memperhatikan Eila. Untuk kesekian kalinya Lelaki itu menghela nafas berat.
"Lo kenapa sih?" Tanya Eila yang sudah terlalu kesal. "Masih mikirin ucapan Bang Farel? Lo takut? Makanya nggak usah dekati Gue lagi."
Grep..
Eila membeku saat tangan berbalut sarung tangan itu menggenggam tangannya. "Gue nggak takut. Cuman lagi cari cara biar bisa jinakin Calon Kakak-kakak Ipar Gue yang galak itu."
Mendengar itu Eila tergelak. "Ck, dasar aneh."
Max menatapnya. "Gue serius, Eila."
"Iya-iya terserah!" Eila pasrah, malas meladeni Max yang tidak ada habisnya.
"Besok Lo bisa jalan?"
Eila sontak mengernyit, bingung. "Hah? Ya bisa lah!"
Max mengacak puncak rambut Eila. "Ok, besok kita kencan."
"Loh? Eh?" Eila tidak mengerti, maksudnya apa sih. Ia kira Max menanyakan dirinya besok bisa berjalan tidak?
"Max, Tapi--"
"Stt.." Jari Max menandakan agar Eila untuk diam. "Lo nggak bisa tarik ucapan Lo sendiri, wait for tomorrow." Lelaki itu menurunkan kaca helm full face nya.
Memegang stang motor sportnya, menjalankan Motor Sport hitam itu dengan kecepatan di atas rata-rata. Setelah kepergian Lelaki itu, Eila baru sadar sesuatu.
Bukannya tadi Lelaki itu naik Bus bersamanya? Kenapa saat keluar rumah mengantarkan Max, Motor hitam itu sudah tepat ada di halaman rumahnya?
Eila lupa kalau Max itu seperti penyihir, yang bisa menyebutkan sepatah-kata langsung terkabulkan dengan mudah.
Alias, suruhannya dimana-mana.
Eila mendengus, berbalik melangkah kembali menutup dan mengunci gerbangnya.
Saat memasuki rumahnya, Eila dikejutkan dengan ke-tiga Lelaki yang memandanginya melalui jendela.
Begitu sadar kepergok, mereka berdiri bersikap seolah hal tadi tidak pernah terjadi.
"Dek, jangan dekat-dekat sama dia. Lemah, masa push up 500 kali aja nyerah. Syukur Bang Rega sempat pukul dia, jadi dia nggak bakal berani deketin kamu lagi. " Celetuk Elang membuat Rega dan Farel menoleh ke arahnya dengan wajah garang.
Elang yang tau kesalahannya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
Eila berkacak pinggang menatap ke tiganya galak. "Abang!! Kalian sekongkol ya!"
"Duh, duh, ampun dek.."
Farel, Elang sudah melarikan diri dari kejaran Eila, sedangkan Rega terbaring mengenaskan di sofa setelah cubitan-cubitan maut dari Eila, Gadis itu beralih mengejar dua lainnya.
Malam itu Farel, Rega dan Elang benar-benar tidak lolos.
Pagi Minggu yang cerah. Sinar matahari menembus melalui celah-celah fentilasi kamar bernuansa minimalis dengan dominasi warna Lilac dan Putih.
Si pemilik kamar, Eila. Duduk di meja belajarnya dengan setumpuk komik dan piring berisi Sandwich, memang kebiasaan Eila makan berlama-lama sembari membaca komik saat Minggu pagi.
Tidak ada yang berani mengganggu nya, Eila begitu protektif dengan kegiatannya satu ini.
Sampai notifikasi ponselnya yang menandakan pesan masuk menghentikan kegiatannya.
Calon Pacar.
Gue didepan.
Eila mendengus, selain kesal karena kegiatannya jadi terganggu, Ia juga lupa mengganti nama kontaknya.
Ia beranjak dari posisi duduknya, menyambar cardigan berlengan panjang dan memakainya.
Eila melangkah keluar dari kamarnya, menemukan Rega dan Elang yang duduk di sofa sibuk memainkan game di ponselnya sedangkan Farel bekerja, meski weekend.
"Bang, Eila pergi ya." Pamitnya.
Rega menelaah penampilan Eila dari bawah ke atas. Celana jeans panjang, cardigan rajut broken white, polesan make up tipis dan rambut panjangnya diikat sebagian.
"Mau kemana kamu, Dek? Pacaran sama Cowok nggak jelas semalam?"
Eila menghela nafas. "Bang Rega, Eila nggak pacaran. Namanya Max, bukan cowok nggak jelas. Lagian aku cuman keluar sebentar kok, mau beli komik."
"Kan, bisa pergi sama Abang Rega atau Abang Elang." Ujar Rega posesif.
"Kalo kalian yang antar Eila, ngeluh terus. Udah lah, Eila cuman sebentar." Eila melangkah pergi meninggalkan Rega yang berwajah muram.
Sedangkan disisinya Elang, tidak berhenti mengumpat kasar lantaran mereka kalah membuat Rega semakin kesal saja.
Rega melempar bantal sofa yang tepat mengenai wajah Elang.
"Kenapa sih, Bang?!" Ujar Elang, wajahnya yang tampan menjadi sasaran empuk Rega.
"Eila keluar sama si berandalan. Bisa mampus kita kalau Bang Farel sampai tau."
Sedangkan itu, Eila menghampiri Max yang duduk di Motornya. Lelaki itu nampak berbeda dengan Hoodie Hitam yang membungkus tubuh kekarnya.
Max menoleh begitu mendengar langkah kaki mendekatinya, Lelaki itu menatap Eila tanpa berkedip.
Matanya tidak bisa teralihkan dari Gadis didepannya, Eila mengernyitkan dahi.
"Max, Kenapa?" Ucap Eila melambaikan tangannya didepan Max membuat Lelaki itu seketika sadar.
"A-ah, tidak." Max menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
"Anterin ke toko buku, boleh?"
Max mengangguk, cepat. Menyodorkan helm pada Eila. Gadis itu memakai helmnya, begitu juga Max yang memakai helm full face dan sarung tangan hitamnya.
Dengan sedikit bantuan dari Max, Eila berhasil naik ke Motornya.
"Pegangan.." Intrupsi Max yang membuat Eila memeluknya.
Eila tidak tau kalau hal itu memunculkan rona kemerahan di wajah dan telinga Max yang beruntungnya tertutupi helmnya.
Lelaki itu mulai menjalankan Motornya dengan kecepatan rata-rata. Max tidak ingin cepat sampai, Lelaki itu masih ingin Eila memeluknya seperti ini.
Eila merasa aneh karena tidak biasanya Lelaki itu tidak menjalankan Motornya seperti orang kesetanan.
Namun itu membuatnya nyaman, secara tidak sadar wajahnya menyender ke pundak Max membuat tubuh Lelaki itu seketika menegang.
Jika saja tidak sedang menyetir bisa dipastikan Max ambruk dengan hidungnya yang berdarah, terlalu salah tingkah itu tidak baik, apalagi dengan kondisi degup jantungnya yang bergemuruh keras.
Pelukan itu terlepas begitu Motornya terparkir di toko buku, Max merasa kehilangan.
Eila turun dari motor dengan bertumpu pada bahu Max. Menyerahkan helmnya yang diterima Lelaki itu, Gadis itu menunggu dan memperhatikan Max yang melepas helm dan sarung tangannya.
Saat Max turun dari Motornya, Eila langsung melangkah mendahuluinya memasuki toko buku langganannya.
Melihat itu, Max berdecak. Dengan langkah lebar Ia menyusulnya, merangkul posesif Gadis itu. Melirik sinis beberapa pengunjung Lelaki yang memperhatikan Eila terang-terangan.
Padahal Max juga menjadi objek fantasi para Gadis-gadis, pengunjung toko buku.
"Kenapa sih?" Tanya Eila sedikit risih, berniat melepaskannya tapi Max sudah menatapnya tajam.
"Jangan dilepas! Gue nggak suka dibantah."
Eila menghela nafas panjang, dan akhirnya membiarkannya.
Melipir menuju deretan khusus Buku-buku komik dari berbagai genre langsung memanjakan matanya.
Eila asik berkeliling, matanya berbinar melirik kesana-kemari. Max yang berada disisinya memandangi Eila yang begitu bersemangat.
"Lo suka komik?"
Eila mengangguk cepat tanpa mengalihkan perhatiannya, menghabiskan waktu setengah jam-an lebih untuk Eila berkeliling, tanpa mengeluh seperti Farel, Rega atau Elang, Max mengikuti kemanapun dirinya pergi.
Dengan penasaran Eila menoleh ke arah Max, terkejut saat mendapati Lelaki itu ternyata sedari tadi memandanginya begitu intens.
Eila berdeham pelan. "Um.. Max, Lo nggak capek?"
Max menggeleng, tersenyum tipis mengacak pelan puncak rambut Eila. "Sama sekali nggak."
Eila menggeleng samar. Jelas sekali Lelaki itu membenci rak-rak berisi buku-buku ini, tapi entah kenapa dia tidak protes sama sekali.
Mencoba abai Eila beralih pada rak buku bagian atas. Seolah menemukan sesuatu yang menarik, Eila berjinjit untuk menggapainya.
Eila memutar bola matanya malas saat tangannya tidak kunjung menyentuh buku yang diinginkannya. Padahal seingatnya Ia sudah mengenakan sepatu yang lumayan menopang tubuhnya dan membuatnya lebih tinggi.
"Lo ngapain?" Max bingung saat Mora terus berusaha berjinjit dan sesekali akan melompat.
Eila mendengus, "Lo bisa liat sendiri." Jawab Eila tanpa menghentikan aksinya. Gadis itu masih berusaha menggapai buku yang diinginkannya.
Sampai tangan seseorang terulur, menggapai buku novel yang diinginkannya itu. Otomatis Eila berbalik menghadap langsung seseorang yang dengan lancangnya beridiri tepat di belakangnya tanpa memberi jarak.
Begitu berbalik, hidungnya langsung bertabrakan dengan dada bidang seseorang. Aroma perpaduan mint dan citrus yang familiar menyambutnya. Begitu menenangkan, degup jantungnya bergemuruh seolah turut bersuka ria.
Asik dengan lamunannya Eila sampai tidak menyadari kalau Max sudah menurunkan tangannya, menyodorkan buku tersebut pada Eila.
Eila yang tidak kunjung menerimanya membuat Max gemas, Pria itu memukul pelan kening Eila yang seketika membuyarkan lamunan Gadis itu.
Eila terkejut, sontak saja Ia melayangkan tatapan protesnya. "Max!"
Max terkekeh kecil sedetik kemudian wajahnya kembali datar. "Gue tau, Gue ganteng." Ungkapnya dengan percaya diri.
Eila mendengus, bisa-bisanya Lelaki itu mengatakannya dengan wajah datar sok seriusnya. Memalingkan wajahnya yang sudah memerah. "PD sekali." Lirihnya.
Selamat ya author..
👍👍👍👍👍
👏👏👏👏👏
♥️♥️♥️♥️♥️
musuh siapa yaa
Lanjut author 💪💪💪💪💪
♥️♥️♥️♥️♥️
😘😘😘😘😘
♥️♥️♥️♥️♥️