Bukan area bocil, harap minggir💃🏻
Divya hanya seorang wanita rumah tangga biasa, berbakti pada suami yang memintanya menjadi ibu rumah tangga yang baik dengan hanya mengurusi perihal pekerjaan di rumah dan mengurusinya sebagai suami. Meskipun Divya lulusan S-1, namun wanita itu menurut pada lelaki yang sudah sah menjadi suaminya itu dengan tidak menjadi wanita karir.
Namun, seketika rumah tangga mereka yang baru saja menginjak usia 2 tahun hancur karena orang ketiga. Bahkan orang ketiga itu sudah mempunyai seorang suami.
"Kau tega mengkhianati ku dengan wanita murah4n ini, Bang!" Divya menjambak selingkuhan suaminya itu dengan emosi.
Dughh!!!
Tubuh Divya tersentak, bagian belakang kepalanya dipukul dengan benda keras. Tak lama tubuh Divya terjatuh ke lantai, meregang nyawa dengan dendam yang ia bawa mati.
Namun, tiba-tiba Divya terbangun kembali. Dalam tubuh seorang gadis SMA berusia 18 tahun lalu dengan memakai tubuh gadis yang bernama Ellia itu, Divya membalas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Seperti Di Neraka.
Di rumah yang terlihat sederhana dari luar itu nyatanya lumayan sangat luas di dalam, cat dinding-dinding berwarna putih seperti cat di rumah sakit. Beberapa orang sepertinya sedang menunggu di periksa, seseorang dengan jas putih keluar dari pintu bersama Fatir yang tadi masuk ke salah satu ruangan.
"Halo, saya dr.Ramdan... sekarang masih ada pasien, kalian bisa menunggu di dalam rumah saya. Ada orang tua saya disana, saya juga akan menelepon Henky untuk datang kesana." Dokter ramah itu tersenyum.
'Saat Dokter tersenyum meleleh hati eneng... Bang Dokter. Eh!
Neng Wina! Ahay!
"Halo, Dok. Saya Wina, paling cantik sekampung tapi kalo di kota mah si paling burik, hehe..."
Sisil menahan tawanya, begitu pun sang Dokter. "Iya, Nona si paling burik silahkan tunggu saya di rumah."
'Dih, jahil juga nih Dokter. Gue dibilang burik dong, bukannya cantik. Padahal gue cuma cyandaa' Wina mengerucutkan bibir.
"Maaf ya Dok, temen saya satu ini emang agak-agak korslet otaknya. Mari Dok, kami tunggu di rumah."
Fatir menarik lengan Wina untuk keluar karena wanita itu masih betah menatap wajah ganteng sang Dokter.
Mereka pun masuk ke dalam mobil dan pergi dari tempat praktek menuju ke rumah Dokter Ramdan.
"Tet... siapa Hengky yang tadi katanya mau di telepon Dokter itu."
"Ya itu, suruhan Fayyana sama Finn buat buang mayat lo. Gue dapet alamatnya dari pihak rumah duka, pake duit sogok. Jadi asalnya si Fay nyuruh bawa si Hengky bawa mayat luh ke rumah duka sebelum dikubur, si Fayyana ngasih duit banyak tuh sama si Hengky buat ngurus. Pas si Hengky bawa tubuh lo kesina, pihak rumah duka bilang kalo lo masih idup. Buru-buru lah si Hengky ini bawa tubuh luh dari sana dan kebetulan Dokter Ramdan ini pernah nolongin dia."
"Jadi Dokter Ramdan nolongin Hengky." Timpal Divya.
"Iya. Karena Dokter Ramdan minta penjelasan padanya, Hengky pun menjelaskan semuanya dari awal. Dokter menyarankan membawa tubuh lo ke rumah sakit, tapi Hengky menolak takutnya Fayyana tau dan lo bisa dalam bahaya. Saat itu Hengky sadar dia hampir saja ikut berdosa, jadi dia bener-bener jaga lo. Dokter Ramdan pun akhirnya membantu, tapi Dokter tetep bawa tubuh lo buat periksa ke rumah sakit. Setelah di vonis koma, mereka akhirnya bawa lo pulang sambil menunggu langkah selanjutnya. Gimana pun, mereka nggak punya bukti konkret buat bongkar percobaan pembunuhan itu. Jadi selama ini mereka masih diam."
"Hm, syukurlah," tak ada kata yang bisa Divya ucapkan selain rasa syukur karena ternyata masih banyak orang-orang baik di dunia ini.
"Selama Hengky menitipkan tubuh lo pada Dokter, dia bersembunyi karena Fayyana mengetahui alamat rumahnya. Untung aja dia hidup sendiri di sebuah kontrakan, keluarganya semua ada di kampung. Jadi nggak sulit buat dia sembunyi, ah... kita sampai."
Mereka semua turun dari mobil, menatap sebuah rumah berlantai dua di depan sana. Di ujung kota seperti ini rumah itu bisa dibilang sangat mewah.
"Silahkan masuk, Aden Ramdan udah telepon barusan." Seorang Bibi tua membuka pintu, dari panggilan nya pada sang Dokter sepertinya Art di rumah itu.
Berbagai minuman dan makanan ringan sudah penuh di meja tamu, Ibu Dokter Ramdan pun menyambut mereka.
Saat mengobrol, terdengar suara motor. Mereka menunggu siapa yang datang, saat terdengar suara seorang lelaki mengucap salam mereka semua menoleh ke arah pintu.
Terlihat seorang lelaki bertato di lengan, wajah sangar dengan rambut gondrong. Kesan pertama yang bisa Divya nilai dari penampilan lelaki itu adalah Begajulan seperti seorang preman.
Fatir berdiri menyambut Hengky, bersalaman dan berpelukan ala lelaki. "Datang juga, Mas Bro. Sehat, kan?" tanya Fatir.
"Baru kemarin kita bertemu, saya masih bugar Mas Fatir. Cuma perut saya yang sakit, belom makan karena sibuk."
"Wah orang sibuk, btw sibuk apa Mas Bro?" Fatih menepuk punggung seperti sudah akrab.
"Sibuk jadi Pengacara, Mas. Pengangguran banyak acara... kheee... khe..." Hengky terkekeh.
'Loh, aku kira bakal nyeremin, ternyata lucu juga. Kalau dari sifatnya yang mau menolong dan menjagaku, kayaknya nih orang rupa preman tapi hati hello kitty.' Divya ikut terkekeh.
"Mari kita duduk, Mas Bro. Ada cemilan bisa ganjel perut, nanti kita makan di luar sama-sama. Kita nunggu dulu Dokter Ramdan dulu," ujar Fatir.
"Ibu suruh Bibi masak dulu ya, biar kita sama-sama makan disini aja." Ujar Ibu Dokter Ramdan.
"Duh Bu, jadi ngerepotin. Ya udah Bu, saya pesen pete sama sambal terasi ya Bu."
Semua mata menatap Hengky, udah ditawarin makan sama tuan rumah malah ngelunjak request menu sendiri.
"Hihihi," si Ibu hanya tertawa kecil mengangguk lalu pergi menuju ke dapur.
Sekitar satu jam kemudian, Dokter Ramdan pun datang. Mereka semua rembukan dan memikirkan akan bagaimana ke depannya, terlebih harus mengumpulkan banyak bukti-bukti.
.
.
Setelah menyewa seorang profesional untuk menggali informasi tentang kehidupan Finn dan hubungan lelaki itu dengan istrinya. Emilio tak menunggu lama, malam itu juga informasi itu datang padanya. Saat membaca informasi itu, wajah Emilio benar-benar seperti ingin membunuh seseorang.
"Brengsek! Aku dipecundangi selama tiga bulan lamanya! Pantas saja lacurrr itu berubah selama ini dan terus membuatku merasa bersalah karena tidak bisa memberinya nafkah batin. Selama ini aku selalu diam dengan tuntutannya itu, padahal bisa saja aku mengungkit jika aku impoten pun karena ulahnya yang ugal-ugalan membawa mobil sampai kami kecelakaan. Wanita hina! Dia terus playing victim selama ini, seolah dia lah yang paling menderita karena kami tidak bisa melakukan hubungan suami istri. Nyatanya, dia sudah mendapatkan kepuasan dari lelaki lain!"
Emilio meremas kertas berisi informasi tentang hubungan Fayyana dan Finn.
"Aku nggak akan membongkar kebusukan mu sekarang, Fay! Lihat saja, aku akan membuat hidupmu bersamaku seperti di neraka!" mata Emilio memerah penuh dengan dendam.
"Aku harus menemukan Ellia lebih dulu, harus keman lagi aku mencarinya..."
Emilio menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, memikirkan kemungkinan tujuan Ellia pergi. Rumah Maxime pun sudah ia periksa, tidak ada Ellia disana.
, terimakasih ya Thor,