Siang ini udara panas berembus terasa membakar di ruas jalan depan gerbang Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Matahari meninggi mendekati kulminasi. Suara gaduh di sekeliling menderu. Pekikan bersahut-sahutan, riuh gemuruh. Derap langkah, dentuman marching band dan melodi-melodi bersahutan diiringi nyanyian-nyanyian semarak berpadu dengan suara mesin-mesin kendaraan.
Rudi salah satu laki-laki yang sudah tercatat sebagai mahasiswa Unsil selama hampir 7 tahun hadir tak jauh dari parade wisuda. Ia mengusap peluh dalam sebuah mobil. Cucuran keringat membasahi wajah pria berkaca mata berambut gondrong terikat ke belakang itu. Sudah setengah jam ia di tengah hiruk pikuk. Namun tidak seperti mahasiswa lain. Pria umur 28 tahun itu bukan salah satu wisudawan, tetapi di sana ia hanya seorang sopir angkot yang terjebak beberapa meter di belakang parade.
Rudi adalah sopir angkot. Mahasiswa yang bekerja sebagai sopir angkot....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Disuruh Mencari Jodoh
Pagi hari sepulang dari mesjid Rudi tampak segar dan bersemangat. Ia duduk mengkaji buku ilmu biologi lebih tekun dari biasanya. Rudi juga sempat meneliti sebuah ayat Al-Qur’an dalam mushaf terjemahan. Ayat itu baru saja ia perbincangkan dengan Ustadz Munir di mesjid. Ketika memikirkan ayat itu tiba-tiba Rudi mendapat inspirasi. Ia meraih pulpen lalu menulis sesuatu. Beberapa saat kemudian, ketika baru saja menyelesaikan sebuah paragraf, ibunya menelepon :
“Rud, apa kabar?”
“Baik Bu, Ibu, Heryani dan Sulis bagaimana?”
“Alhamdulillah Ibu dan Sulis baik-baik saja, Heryani juga. Tadi sore baru saja Ibu jenguk di pesantren.”
“Syukurlah Bu!”
“Adikmu itu lho, sudah kelas 6 SD, sekarang masuk pesantren, bukannya makin kurus masuk pesantren malah makin gendut kelihatannya!”
“Ibu, Ibu, memangnya setelah masuk pesantren Ibu maunya Heryani jadi kurus?” canda Rudi.
“Kamu ini! Bukan begitu, biasanya kan capek kalau baru masuk pesantren, banyak kegiatan, ya ngaji, hadroh, masak, nyuci, bersih-bersih pondok…”
“Alhamdulillah, berarti kerasan Bu, mungkin juga makanannya terjamin!”
“Iya, Ibu bersyukur sekali!”
Ibu Rudi terdiam sejenak.
“Kamu sendiri, gimana kuliahmu?”
Rudi terdiam beberapa saat.
“Rud…?”
“Masih cuti Bu!” jawab Rudi.
“Tapi, kamu tidak bermaksud keluar kan?”
Rudi menghela nafas panjang. Ia menatap lembaran-lembaran tulisan draf di hadapannya.
Untuk sesaat ia merasa harus menyampaikan soal peringatan DO itu sekalian menyampaikan keputusannya untuk keluar dari universitas. Tapi mulutnya terasa sangat berat untuk bicara. Ia juga merasa bahwa kertas-kertas yang sedang ditulisi dan digambarinya, sekalipun dalam beberapa hari ini berhasil mencuatkan semangat Rudi, bukanlah soal apa yang ingin diketahui ibunya.
“Tidak Bu, sayang kalau keluar!” akhirnya, ia menjawab seolah tak ingat apa yang telah dipikirkannya dan dilakukannya dalam beberapa hari terakhir.
“Iya, sayang, kamu mesti ingat pesan almarhum Bapak, apa pun yang terjadi kuliahmu harus selesai!”
“Iya Bu! InsyaAllah Rudi selalu berusaha!”
Seorang ibu akan selalu mengkhawatirkan masa depan anaknya! Demikian batin Rudi. Tak hanya soal kuliah, ibu Rudi yang juga tahu bahwa umur anaknya telah 28 tahun, khawatir karena selama ini belum pernah berbicara soal calon pasangan hidup, maka ia pun melanjutkan pembicaraan :
“Rud…”
“Iya Bu!”
“Kalau kamu sudah lulus kuliah nanti, Ibu harap kamu dapat jodoh.”
Rudi kembali menghela nafas panjang.
“Aamiin! InsyaAllah Bu!”
“Carilah perempuan yang baik-baik, sholehah, pinter, kalau perlu yang paling cantik!” ucap ibunya.
Rudi tersenyum getir, merasa tak percaya dengan permintaan ibunya. Apakah permintaan seperti itu layak untuk sopir angkot seperti dirinya.
“Ibu serius, jangan nyengir kamu!” ucap ibu Rudi, seolah-olah dapat melihat ekspresi wajah anaknya.
“Tidak Bu! Tidak!”
“Berdo’a Rud, bangun malam! Itulah saat-saat ijabah! Mintalah semua yang kamu butuhkan dan kamu cita-citakan! InsyaAllah Ibu juga selalu mendo’akan kamu!” kata ibunya.
“Iya insyaAllah Bu!”
“Kalau kamu sudah punya pendamping, Ibu pasti merasa lega Rud! Nanti kamu ada yang memperhatikan, ada yang menemani. Kamu juga tidak akan merasa kesepian. Terus ada yang peduli sama kamu, menyayangi kamu. Ada sosok teladan juga bagi adik-adik kamu, buat Heryani, buat Sulis.”
“Aamiin… aamiin… semoga kesampaian Bu!”
“Aamiin..!!” sahut ibu Rudi. “Ibu yakin jodoh kamu sudah tertulis. Orangnya yang mana, namanya siapa, orangnya bagaimana, rupanya seperti apa... Hhhhhh rasanya sudah tak sabar Ibu ingin bertemu, ingin melihat jodoh kamu itu. Ingin melihatnya dari dekat. Ingin berkenalan, mengobrol, masak sama-sama…”
“Iya Bu… semoga segera bertemu…”