Karena sebuah mimpi yang aneh, Yuki memutuskan untuk kembali ke dunia asalnya. Walaupun Dia tahu resikonya adalah tidak akan bisa kembali lagi ke dunianya yang sekarang. Namun, saat Yuki kembali. Dia menemukan kenyataan, adanya seorang wanita cantik yang jauh lebih dewasa dan matang, berada di sisi Pangeran Riana. Perasaan kecewa yang menyelimuti Yuki, membawanya pergi meninggalkan istana Pangeran Riana. Ketika perlariaannya itu, Dia bertemu dengan Para Prajurit kerajaan Argueda yang sedang menjalankan misi rahasia. Yuki akhirnya pergi ke negeri Argueda dan bertemu kembali dengan Pangeran Sera yang masih menantinya. Di Argueda, Yuki menemukan fakta bahwa mimpi buruk yang dialaminya sehingga membawanya kembali adalah nyata. Yuki tidak bisa menutup mata begitu saja. Tapi, ketika Dia ingin membantu, Pangeran Riana justru datang dan memaksa Yuki kembali padanya. Pertengkaran demi pertengkaran mewarnai hari Yuki dan Pangeran Riana. Semua di sebabkan oleh wanita yang merupakan bagian masa lalu Pangeran Riana. Wanita itu kembali, untuk menikah dengan Pangeran Riana. Ketika Yuki ingin menyerah, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Namun, sesuatu yang seharusnya menggembirakan pada akhirnya berubah menjadi petaka, ketika munculnya kabar yang menyebar dengan cepat. Seperti hantu di malam hari. Ketidakpercayaan Pangeran Riana membuat Yuki terpuruk pada kesedihan yang dalam. Sehingga pada akhirnya, kebahagian berubah menjadi duka. Ketika semua menjadi tidak terkendali. Pangeran Sera kembali muncul dan menyelamatkan Yuki. Namun rupanya satu kesedihan tidak cukup untuk Yuki. Sebuah kesedihan lain datang dan menghancurkan Yuki semakin dalam. Pengkhianatan dari orang yang sangat di percayainya. Akankah kebahagiaan menjadi akhir Yuki Atau semua hanyalah angan semu ?. Ikutilah kisah Yuki selanjutnya dalan Morning Dew Series season 3 "Water Ripple" Untuk memahami alur cerita hendaknya baca dulu Morning Dew Series 1 dan 2 di profilku ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Yuki menahan napas saat sup udang yang beraroma kuat diletakkan di depannya oleh seorang pelayan. Tubuhnya langsung bereaksi, rasa mual yang sudah lama ia tahan membanjir lagi tanpa bisa dicegah. Wajahnya memucat seketika, dan ia merasakan pusing yang datang mendadak.
Matanya beralih ke Pangeran Riana yang tengah bercakap dengan Ibu Suri, tapi ia tahu tak ada waktu lagi. Sekuat tenaga, Yuki berusaha menelan ludah dan menahan mualnya, tetapi itu percuma. Dalam hitungan detik, Yuki dengan tergesa-gesa menyingkirkan napkin dari pangkuannya dan berdiri.
“Aku… aku harus pergi,” gumamnya, berusaha terlihat tenang.
Namun, gerakannya terlalu cepat, dan rasa pusing itu menghantam lagi. Yuki tersandung sedikit, sebelum Pangeran Riana langsung bereaksi, menangkap lengannya dengan sigap.
“Apa yang terjadi?” tanyanya, suaranya dipenuhi kekhawatiran. Semua orang di meja kini memperhatikan Yuki.
“Aku… maaf… aku butuh udara,” kata Yuki pelan, dengan napas terengah-engah, berusaha menahan rasa mual yang semakin menggila.
Raja Bardhana, Ibu Suri, dan Bangsawan Voldermon menatapnya dengan tatapan heran, sementara pelayan-pelayan bergerak dengan cemas.
Pangeran Riana segera membimbing Yuki keluar dari ruangan, melewati tatapan semua orang. Ketika mereka sampai di luar, Yuki tak dapat menahan diri lagi. Dia memegangi perutnya dan segera muntah di dekat dinding terdekat.
“Jangan kesini !” Kata Yuki saat Pangeran Riana mendekatinya.
Tapi Pangeran Riana tetap di tempatnya, memijat lembut tengkuk Yuki dengan tangan kokohnya. “Jangan pikirkan hal itu, Yuki,” ucapnya dengan tenang. “Aku tidak akan meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini.”
Yuki menunduk, merasa lemah dan bingung. “Aku tidak ingin kau melihatku seperti ini…,” katanya pelan, napasnya masih berat setelah muntah. Dia khawatir Pangeran Riana akan merasa jijik atau semakin curiga dengan kondisinya.
Namun, Pangeran Riana malah mengusap rambut Yuki dengan lembut, mencoba menenangkan. “Aku tidak peduli dengan hal semacam itu. Yang penting sekarang, kau harus merasa lebih baik.”
Yuki merasa hatinya semakin berat. Pangeran Riana, meski penuh kontradiksi, terkadang memperlakukannya dengan penuh perhatian yang membuatnya sulit untuk menjauh. Namun, rahasia yang ia sembunyikan tentang kehamilannya membuat situasi ini semakin rumit. Dia masih belum siap untuk memberitahu Pangeran Riana.
“Aku akan memanggil dokter jika kau tidak segera membaik,” tegas Pangeran Riana, tetap tak bergeming.
“Tidak perlu” tolak Yuki panik. Yuki langsung menolak dengan cepat. Pangeran Riana menatap Yuki curiga. Bangsawan Voldermon membawa segelas air hangat untuk Yuki berkumur.
Yuki segera menerima gelas dari Bangsawan Voldermon dan berkumur, berusaha menenangkan diri. “Terima kasih,” katanya dengan suara lemah, merasa sedikit lebih baik setelah muntah. Namun, dia sadar bahwa penolakannya yang terburu-buru memanggil dokter telah menarik perhatian Pangeran Riana.
Pangeran Riana memperhatikan setiap gerak-gerik Yuki, matanya menyelidik penuh kecurigaan. “Kenapa kau selalu menolak diperiksa?” tanyanya dengan nada yang lebih tajam dari sebelumnya. “Ada sesuatu yang kau sembunyikan, Yuki?”
Yuki menelan ludah dengan gugup, merasa terpojok. Dia memaksakan senyuman, meski rasa panik mulai merayap di hatinya. “Aku hanya tidak ingin merepotkan. Aku sudah merasa lebih baik sekarang,” jawabnya cepat, berharap itu cukup untuk meredakan kecurigaan Pangeran Riana.
Namun, tatapan Pangeran Riana masih tak beranjak darinya, penuh keraguan.
Tapi Ibu Suri memperhatikan semuanya dari awal. Ibu suri memandang Yuki tajam kemudian Dia berkata “Putri Yuki” saat namanya dipanggil Yuki langsung diam tidak bergerak.
Yuki menatap Ibu Suri memohon tapi Ibu Suri tetap melanjutkan perkataannya. “Para pelayan melaporkan bahwa Kau terlambat lebih dari dua minggu. Katakan padaku, apa Kau Hamil ?”
Saat mendengar pertanyaan Ibu Suri, Yuki merasakan seluruh darah di tubuhnya seakan berhenti mengalir. Ruangan itu mendadak terasa lebih sempit, dan semua mata kini tertuju padanya. Pangeran Riana menoleh dengan cepat, ekspresi wajahnya berubah dari kecurigaan menjadi keterkejutan. Bangsawan Voldermon sampai menjatuhkan gelas ditangannya. Untungnya gelas itu tidak pecah. Mengeliding ke atas rumput.
“Hamil ?” Tanya Bangsawan Voldermon kaget.
Yuki berusaha menelan ludah, namun tenggorokannya kering. Dia memandang Ibu Suri, berharap menemukan belas kasih di wajah wanita tua itu, tapi yang ia temukan hanyalah tatapan tajam yang menuntut jawaban.
“Aku…” Suara Yuki tersangkut di tenggorokannya. Dia merasa seolah terjebak di tengah badai yang tak bisa dihindari. “Aku…” Yuki terdiam, tangannya tanpa sadar menggenggam erat gaunnya.
Pangeran Riana tiba-tiba memotong suasana tegang itu dengan berkata, “Apa maksudnya ini?” Nada suaranya terdengar keras, nyaris marah, sementara matanya masih menatap Yuki dengan intensitas yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya.
Ibu Suri tetap tenang, tidak tergoyahkan. “Aku bertanya pada Putri Yuki, bukan padamu, Riana. Kau selama ini berada disampingnya, tapi saking sibukmu mengurus wanita yang tidak penting, Kau malah melewatkan perubahan yang terjadi pada istrimu..”
Yuki tidak bisa mengangkat kepalanya. Kata-kata Ibu Suri menghantam dirinya seperti ombak, dan suara Pangeran Riana yang penuh keterkejutan membuat dadanya sesak. Ia merasa semakin terpojok, tak ada ruang untuk bersembunyi lagi.
Pangeran Riana berdiri, tatapannya tak lepas dari Yuki. “Kenapa kau tidak memberitahuku, Yuki?” suaranya terdengar lebih tenang, namun penuh dengan campuran emosi yang sulit ditebak—antara marah, bingung, dan terluka.
Yuki menggigit bibirnya, tak mampu berkata apa-apa. Saat itu, Raja Bardhana dengan nada tegas memerintahkan, “Panggil dokter sekarang!” Suaranya mengisi ruangan, memaksa semua orang bergerak cepat.
Para pelayan segera keluar untuk mematuhi perintah, sementara Pangeran Riana masih berdiri di depan Yuki, menanti jawaban. Yuki hanya bisa duduk diam, mencoba menyusun kata-kata di tengah perasaan campur aduk yang menghantuinya.
...****************...
Dokter Elmar menelan ludah dengan gugup, tangannya sedikit gemetar saat menunjuk layar pemeriksaan.
“Yang Mulia…” suaranya terdengar pelan dan ragu. Dia menoleh ke arah Pangeran Riana yang berdiri di dekat Yuki, tatapannya cemas. “Tidak diragukan lagi, ada tanda-tanda kehidupan di dalam rahim Putri Yuki.”
Pangeran Riana menatap layar itu tanpa berkedip, perasaannya campur aduk antara terkejut, lega, dan bingung. Yuki, yang berbaring dengan tenang, menatap layar dengan perasaan tak karuan.
Dokter Elmar berbicara dengan nada yang lebih lembut, berusaha menenangkan Yuki, “Putri, jangan terlalu banyak berpikir yang tidak perlu. Kasihan bayi di dalamnya jika ibunya merasa sedih. Saya akan memberikan resep obat untuk menjaga kandungan dan obat untuk mengurangi mual. Selain itu, hindari meminum obat-obatan lain tanpa persetujuan.”
Pangeran Riana mendengarkan dengan cermat, tetapi pandangannya tetap pada Yuki.
Dokter Elmar menatap Pangeran Riana dengan penuh keyakinan. “Pangeran, biarkan Putri Yuki berjalan-jalan agar merasa lebih rileks. Selain itu, bantu Putri agar tidak memikirkan hal-hal yang terlalu berat. Wanita hamil akan menjadi lebih sensitif, dan itu bisa mempengaruhi anak dalam kandungannya.”
Pangeran Riana mengangguk pelan, tampak berpikir dalam-dalam. Ia tahu kata-kata Dokter Elmar benar. Yuki perlu ketenangan, dan sekarang lebih dari sebelumnya, ia harus berada di sisinya untuk memastikan hal itu terjadi.
Dokter Elmar menutup hasil pemeriksaannya dengan senyuman canggung, “Selain itu, sementara ini tidak ada masalah pada kandungan Putri. Selamat, Pangeran, Selamat Putri, dan selamat Yang Mulia Raja. Semoga bayi ini akan menjadi penerus takhta selanjutnya.”
Raja Bardhana menepuk bahu Pangeran Riana dengan bangga, sementara Pangeran Riana hanya bisa memandang Yuki dengan perasaan campur aduk—kebahagiaan, tanggung jawab, dan rasa cinta yang semakin dalam. Yuki, yang masih berbaring, tersenyum kecil meski hatinya masih dipenuhi banyak pertanyaan tentang masa depannya dan anak yang dikandungnya.
“Selamat Riana, Kau akan jadi ayah” kata Bangsawan Voldermon senang.
...****************...
Pangeran Riana dengan penuh perhatian menggendong Yuki turun dari mobil, memastikan setiap gerakannya lembut dan hati-hati. Sepatu hak tinggi yang dikenakan Yuki tampak tidak sesuai dengan kondisinya saat ini, dan Pangeran Riana tidak ingin mengambil risiko. Saat mereka berjalan menuju istana, Putri Marsha yang masih berdiri menunggu di pintu tampak berharap mendapat perhatian dari Pangeran Riana. Namun, Pangeran Riana tidak memedulikannya, dengan acuh melewatinya begitu saja, fokusnya hanya pada Yuki.
Putri Marsha mengepalkan tangan, merasa diabaikan, sementara Yuki diam saja dalam gendongan Riana, tak ingin terlibat dalam drama yang sedang terjadi.
Setibanya di kamar, Pangeran Riana langsung memberikan perintah tegas kepada para pelayan untuk menyingkirkan semua sepatu hak tinggi milik Yuki. Dia tidak ingin mengambil risiko, terutama setelah mengetahui kondisi Yuki yang sedang hamil. Yuki, yang masih berada di gendongannya, hanya bisa terdiam. Perhatian yang diberikan Riana begitu besar, meskipun terlihat mengontrol, Yuki merasakan adanya niat melindungi di balik tindakan Riana.
“Untuk sementara, kau tidak perlu memakainya,” kata Pangeran Riana sambil menatap Yuki dengan tegas. “Sekarang Yuki, bisakah Kau menjelaskan padaku. Kenapa Kau menyembunyikan kehamilanmu ini ?”
Yuki menunduk, merasa gugup. Dia menggenggam jemarinya erat, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menjawab.
“Aku… Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya,” ucap Yuki pelan, suaranya hampir tak terdengar. “Aku sendiri baru menyadarinya setelah beberapa hari terakhir… dan dengan semua yang terjadi di antara kita, aku takut… aku takut kalau ini justru akan membuat segalanya lebih rumit.”
Pangeran Riana tetap diam, menunggu Yuki melanjutkan.
“Aku tidak ingin kau atau orang lain berpikir bahwa aku sengaja… atau bahwa aku menggunakan kehamilan ini untuk—” Yuki berhenti, tidak mampu melanjutkan kalimatnya.