Di sebuah keluarga kultivator hidup anak bernama Lei Nan, meskipun dirinya dulu di agung-agungkan sebagai seorang jenius, namun terjadi kecelakaan yang membuat lenganya lumpuh, karena hal itu dirinya menjadi bahan cemohan di keluarganya, tapi hal itu berubah ketika dirinya tidak sengaja tersambar petir yang langsung mengubah hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayah Lei Nan
Malam yang tenang mulai menyelimuti Kota Bulan Perak. Angin malam berhembus lembut, membawa keharuman bunga malam yang mekar di taman-taman kota. Lampu-lampu jalan bersinar temaram, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Namun, di dalam kediaman keluarga Lei, ada percakapan yang menggetarkan hati seorang ayah.
Di sebuah ruangan terlihat seorang pria paruh baya, yang tidak lain adalah kepala keluarga Lei, duduk di ruangannya yang tenang, menikmati secangkir teh hangat. Wajahnya yang tegas menunjukkan kerutan-kerutan halus tanda usia dan beban yang dipikulnya. Pandangannya tertuju pada cangkir teh di tangannya, pikirannya melayang jauh memikirkan nasib putranya, Lei Nan. Di tengah keheningan itu, tiba-tiba muncul sosok bertopeng dari balik kegelapan.
"Tuan Lei Hu, saya kembali," ucap sosok bertopeng itu dengan suara yang tenang namun penuh hormat.
Lei Hu mengangkat pandangannya perlahan, matanya yang tajam menatap sosok itu dengan seksama. "Kau sudah kembali ternyata. Bagaimana dengan bocah itu?" tanyanya, ada nada kekhawatiran yang samar di balik suaranya.
"Dirinya terlihat baik-baik saja, tuan. Namun, saya mendapatkan berita bahwa tuan muda selama satu hari tidak kembali ke kediamannya. Setelah itu, tuan muda kembali dengan sosok yang baru," jawab sosok bertopeng itu.
Lei Hu mengerutkan keningnya, menandakan kebingungan dan ketidakpercayaan. "Apa maksudmu dengan sosok yang baru?" tanyanya dengan nada penasaran.
"Saat saya mengawasi tuan muda seperti yang diperintahkan, saya melihat tuan muda sedang bertarung dengan tuan muda dari keluarga Feng, Feng Tian," jawab sosok bertopeng itu dengan tegas.
Lei Hu tertawa kecil, tidak percaya. "Kau jangan bercanda. Bagaimana mungkin bocah itu akan bertarung dengan seseorang, bahkan itu bocah Feng Tian," ucapnya dengan nada skeptis.
"Maaf, tuan. Banyak saksi mata yang melihatnya, bahkan Penjaga Lou yang menghentikan pertarungan itu," jawab sosok bertopeng itu.
Lei Hu terdiam sejenak, merenung. "Jika itu benar, bagaimana mungkin? Aku bahkan sudah mencari sampai ke kekaisaran untuk menemukan obat yang dibutuhkan Lei Nan, tapi sampai sekarang aku belum menemukannya," ucapnya dengan nada putus asa.
Lei Hu adalah seorang pria dengan hati yang lembut, terutama jika berurusan dengan keluarganya. Meskipun setelah kejadian satu tahun lalu, dia tidak pernah menyerah mencari keberadaan istrinya. Namun, sejak mengetahui bahwa yang menculik istrinya adalah sosok yang tidak bisa dia lawan, dia hanya bisa diam menunggu waktu.
"Baiklah, tetap awasi dia. Aku tidak tahu siapa yang sebenarnya mengganggu keamanan kota sampai dirimu harus mengalihkan pengawasanmu kepada Lei Nan. Namun, aku bersyukur bocah itu sekarang baik-baik saja. Sekarang kau bisa pergi," ucap Lei Hu akhirnya.
"Baik, tuan. Hamba pamit," ucap sosok bertopeng itu, lalu menghilang kembali ke dalam kegelapan.
Setelah sosok bertopeng itu pergi, ruangan kembali sunyi. Lei Hu duduk dalam diam, merenungi informasi yang baru saja diterimanya. Pikiran tentang putranya, Lei Nan, yang bertarung melawan Feng Tian membuat hatinya bergejolak. Tiba-tiba, pintu ruangan itu terbuka perlahan. Seorang pria tua dengan langkah lambat memasuki ruangan, wajahnya penuh keriput namun matanya memancarkan kebijaksanaan yang dalam.
Lei Hu terkejut melihat sosok tua itu. "Ayah, ada apa sampai dirimu keluar dari tempat persembunyian?" tanyanya.
Pria tua itu adalah Lei Jian, ayah Lei Hu dan mantan kepala keluarga Lei. Meskipun usianya sudah sangat tua, dia masih memiliki aura yang kuat dan karisma yang membuat orang menghormatinya.
"Kau di sini rupanya. Aku ingin memberitahumu bahwa aku merasakan kekuatan yang sangat besar dari Lembah Petir," ucap Lei Jian dengan suara serak namun penuh kewibawaan.
Lei Hu mengangguk. "Aku juga merasakannya, Ayah. Namun, saat seseorang aku kirim ke sana untuk menyelidikinya, hanya ditemukan sebuah mayat di sebuah altar," jawab Lei Hu.
Pria tua itu menghela napas panjang. "Hmm... Aku tidak yakin. Tapi ya sudahlah, mungkin itu hanya perasaanku," ucapnya, lalu kembali memasuki ruangan tertutup di mana dia biasanya bermeditasi dan merenung.
Lei Jian sebenarnya merasakan dua kehadiran yang kuat, namun dia berpikir mungkin salah satu dari mereka telah hancur oleh petir. Perasaannya yang tidak biasa membuatnya ragu, tetapi dia memutuskan untuk mempercayai penjelasan anaknya.
"Baik, Ayah," ucap Lei Hu.
Setelah kepergian ayahnya, Lei Hu berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju jendela. Di sana, dia melihat keluar, menatap kota yang gemerlap di bawah sinar bulan. Matanya memancarkan kesedihan meskipun wajahnya tetap menunjukkan ketegasan. Dia merasakan beban yang berat di pundaknya, tanggung jawab untuk melindungi keluarga dan menemukan kembali kedamaian yang telah hilang.
"Maafkan ayah, nak. Jika saja ayah memiliki kekuatan saat itu, mungkin kejadian satu tahun yang lalu tidak akan terjadi," batin Lei Hu dengan penuh penyesalan.
Di tempat lain, di kediaman Lei Nan, terlihat bocah itu yang sedang bermeditasi di kamarnya. Meskipun di sekitarnya tidak ada energi petir, dia berusaha mencapai ketenangan batin. Meditasi membantunya menemukan keseimbangan dan fokus, meskipun pencerahan untuk naik ke tingkat berikutnya belum juga datang.
Ketenangan batin adalah salah satu metode kultivasi yang penting. Dalam keadaan tenang, seorang kultivator bisa lebih mudah mendapatkan pencerahan dan meningkatkan kekuatannya. Namun, pencerahan itu sendiri sangat bergantung pada keberuntungan dan kesiapan mental.
"Tuan, makan malam sudah siap," ucap Ming dari luar kamar.
Perlahan, Lei Nan membuka matanya. Untuk saat ini, dia belum mendapatkan pencerahan yang diharapkannya. Dia tahu bahwa dirinya harus naik tingkat secepat mungkin karena pertandingan Kota Bulan Perak akan segera diadakan. Meskipun dirinya ingin kembali ke Lembah Petir, tempat itu terlalu berbahaya.
Di sisi lain, ada pembunuh yang mengincarnya. Tempat itu sangat berbahaya, bahkan seorang kultivator dengan kekuatan tingkat inti emas pun tidak berani memasuki tempat itu. Oleh karena itu, Lei Nan memutuskan untuk mencoba keberuntungannya di pusat kota, mencari benda-benda kultivasi yang bisa membantunya.
Benda-benda kultivasi terdiri dari tanaman herbal, artefak, dan batu kristal. Batu kristal adalah yang paling mahal dan sulit ditemukan, tetapi Lei Nan harus mencobanya demi meningkatkan kekuatannya.
"Baik, aku segera ke sana," ucap Lei Nan beranjak dari duduk kultusnya.
Malam itu, hanya ada canda di antara Lei Nan dan Ming. Lei Nan sudah menganggap Ming seperti adiknya sendiri. Umur mereka hanya terpaut satu tahun, dan mereka sudah berteman sejak kecil. Dulu, kemanapun Lei Nan pergi, Ming selalu mengikutinya.
Setelah makan malam, Lei Nan kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Sejak kemarin, dia belum beristirahat dengan tenang. Namun, sebelum pergi, dia berbalik dan berbicara kepada Ming.
"Ming, kumpulkan semua tabunganku, dan besok siap-siap. Aku akan mengajakmu ke pusat kota," ucap Lei Nan.
"Baik, Tuan. Tapi apa yang mau Tuan perbuat di pusat kota?" tanya Ming dengan penasaran.
"Sudahlah, kau ikut saja besok," jawab Lei Nan kemudian pergi dari sana.
Malam semakin larut. Lei Nan berbaring di tempat tidurnya, matanya menatap langit-langit kamar. Pikirannya dipenuhi dengan rencana untuk hari esok. Dan akhirnya Lei Nan menutup matanya dan mencoba tidur.
...Ilustrasi Lei Hu (Ayah Lei Nan)...