Karena dikhianati, aku trauma terhadap wanita. Ditambah anakku yang masih bayi membutuhkan bantuan seorang 'ibu'. Apa boleh buat, kusewa saja seorang Babysitter. masalahnya... baby sitterku ini memiliki kehidupan yang lumayan kompleks. Sementara anakku bergantung padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Leyla
Sungguh sulit dipercaya.
Aku, Zaki Rakai, menyatakan cinta ke seorang wanita yang belum sebulan kukenal.
Kesambet apa sih aku nih?
Sambil berdiri di depan jendela, mengamati kendaraan di bawah gedung lalu lalang bermacet-macetan, aku bengong.
Ingin saja berdiam diri sambil mengamati suasana. Hal yang seharusnya tak kulakukan karena Altan sudah menumpuk bantex setinggi satu meter di mejaku tadi pagi. Sepertinya dia mau mengerjaiku. Kan biasanya dia periksa dulu, yang tak layak dia kembalikan ke divisi. Memang bukan tugasnya sih, dia sukarela melakukannya.
Dan kini... dia tumplek semua di atas mejaku.
Aku baru sadar kalau pekerjaan Altan sebanyak ini.
Karena langsung malas melihat bantex setinggi itu ya kuacuhkan saja dulu. Lebih baik keluar kantor daripada harus duduk diam di kursi dan mengurusi administrasi.
“Permisi Pak,” seorang sekretaris, sebut saja si A, dia temannya Talitha, “Dari divisi akunting minta tolong untuk pengajuan balance sheet yang sudah mereka draft bisa diacc satu jam lagi karena akan diajukan ke KAP.” Kata Si A.
Aku menoleh padanya, dan melirik gunungan bantex.
“Yang mana bantex akunting? Coba kamu cari di sana.” Kataku sambil menunjuk meja kerjaku.
“Hah?” Si A kaget. Lalu melihat-lihat gunungan bantex. “Waduh...” desisnya salah tingkah. “Sayaaaa panggil Altan dulu ya Paaaaaak.”
“Nggak usah yang kecil-kecil panggil Altan, kamu yang diminta Tim Akunting. Cari lah di tumpukan situ atau kamu minta tim akunting tunjukan ke saya yang mana yang harus saya periksa duluan.” dengusku.
“Aih, gimana nih...” Si A mulai kerepotan mengambil dokumen di mejaku, akhirnya malah jatuh semua ke lantai.
Aku berdecak kesal.
Tapi nggak beranjak dari jendela.
Aku sedang malas...
Kuperhatikan saja kinerja satu persatu orang di sana. Yang tampaknya si A ini adalah kepala Corsec seharusnya dia lebih sigap dari Talitha, nyatanya malah bikin berantakan.
Dari sini saja aku langsung tahu yang mana bantex akunting, sudah pasti yang lembarannya penuh berisi angka-angka.
Dan aku merasa rok sekretaris terlalu pendek ya, kalau disuruh kerja cepat jadi menghambat. Saat dia jongkok seperti ini aku bisa melihat lapisan putih di balik roknya, seakan memang sengaja dipamerkan padaku.
Tapi aku sedang malas berdebat, sudah capek kemarin seharian digoda bidadari.
Walau pun akhirnya Kayla menginap di kamar ibuku bersama Aram dan aku sukses tidur di kamar tamu. Tapi sebelumnya ia menghadiahiku dengan berbagai kecupan manis di semua sudut bibirku.
Sampai hari ini rasanya masih terkecap lipgloss rasa strawberry-nya di bibirku.
Tak berapa lama, seorang wanita masuk ke dalam ruanganku,
Ia bertubuh tinggi, dengan postur tubuh sempurna yang mirip Gigi Hadid. Tulang tegas dan tegap, dan tidak letoy seperti kebanyakan wanita di sini. Wanita ini mengenakan kemeja hitam dengan celana kain berwarna khaki. Sepatu hak tingginya berwarna hitam, seksi tapi elegan. Sol merahnya khas yang sering ada di karpet merah.
Ia berjalan ke arah tumpukan bantex dan mengambil salah satu yang penuh dengan angka, membolak-baliknya sekilas lalu meletakkannya di mejaku. “Bantex Akunting, silakan diperiksa dulu, Pak. saya akan membereskan yang tercecer di lantai.”
Aku tersenyum
Cepat juga kerja si Evi.
Kemarin aku minta padanya pertukaran sekretaris, sekarang orangnya sudah muncul.
“Leyla, apa kabar?” sapaku sambil menjabat tangannya.
“Baik Pak Zaki. Altan apa kabar?” kenapa dia malah tanya Altan.
“Lagi ngambek, makanya saya nggak diurusin.” Sahutku sambil duduk di meja.
Kulirik sekretaris yang sedang membereskan bantex di lantai, malah menjatuhkan lagi tumpukan lain.
Aku tak hiraukan dia, sepertinya harus kuganti semua sekretarisku.
Aku memeriksa milik akunting dan aku mengernyit. Ada yang salah dengan laporannya, harusnya angkanya nggak segini saat kuhitung kasar.
Leyla mengambil telepon extention di sampingku, lalu terdengar dia menelepon divisi akunting.
“Ibu, mohon maaf yang membuat laporan annual report trimester siapa? Sepertinya ada kendala di persetujuan Pak Zaki, kalau ada waktu boleh didiskusikan sebentar dengan Pak Zaki.” Kata Leyla.
Aku bahkan belum bilang kalau aku bermaksud memanggil tim akunting, dia sudah cepat tanggap.
Coba kutanya satu hal... aku curiga dia robot.
“Leyla,” panggilku.
“Ya Pak?”
“Istri saya ulang tahun enaknya dikasih kado apa?”
“Istri yang lama atau yang baru?” tanyanya balik. Wah, ternyata berita mengenai Kayla sudah tersebar sampai pusat.
“Tahu dari mana kamu?”
“Dari Pak Ivander. Calya namanya?”
“Kaylaaaaaa. Si Ivander bangsat.” Gerutuku.
“Oh. Hehehe.” Dia malah ngekek.
Lalu Leyla mendekatkan wajahnya ke sebelahku dan berbisik, “Ada baiknya seperangkat perhiasan Pak, sesuatu yang dia tak pernah dapatkan dari mantan suami. Bordir nama juga bagus. Kalau dilihat dari warna kulitnya, paling cantik kalau berlian pink. Usahakan melingkar di tangan kanannya karena dia belum menikah. Sekalian beli untuk yang ditangan kiri yang emas.” Bisiknya.
Ia tahu kami belum resmi menikah.
Aku melihat dari sudut mataku, sekretaris A curi-curi pandang dengan sinis melihat Leyla yang bisik-bisik denganku.
Mungkin dia sedang cari bahan gosip lagi.
“Kalau di tambah bunga bagaimana?’ tanyaku sambil berbisik di telinganya.
“No. Jangan bunga, dia dari dulu hidup kekurangan. Ia lebih mementingkan sesuatu yang bisa disimpan lama. “
Aku mengangguk.
Leyla menegakkan tubuhnya. “Ngomong-ngomong, Pak... Istri bapak sekarang ada di lobby bersama Altan, bawa-bawa Kardus banyak. Isinya Tas. Jumlahnya puluhan. Tas Branded. Saya sempat tanya sih katanya itu tas mant-“
“Astaga Kayla...!” seruku sambil langsung beranjak setengah berlari ke lift.
**
Saat lift terbuka, yang ada di dalamnya adalah Altan, di belakangnya ada troli isinya kardus.
“Pagi, Pak Zaki.” Sapa Altan tanpa ekspresi. “Proposal sudah di tandatangan semua?” tanyanya sambil menyuruhku minggir dan mendorong troli keluar lift.
“Belum ada yang saya tandatangan."
“Oh, Leyla tidak bantu bapak sortir?” ada nada sindiran di kalimatnya.
“Itu bukan tugasnya, dia kan ke sini pakai kartu visitor.”
Altan berdiri di depanku, sengaja beradu pandang denganku. “Bapak tahu kan hubungan saya dengan Leyla seperti apa?”
Aku tersenyum, “Kalian akan jadi partner yang baik.”
Karena mereka pasti berkompetisi.
“Saya sudah banyak bersabar, sedikit lagi bersabar apa salahnya ya, ini hanya urusan sepele.” Altan terdengar menggerutu.
“Hai sayaaaaang!” Kayla keluar dari lift yang sebelahnya. Ia mendorong stroller Aram dengan wajah cerah ceria dan bersinar.
Kayla menghampiriku dan langsung mengecup bibirku. “Kamu datang nggak bilang-bilang.” protesku.
“Aku sudah WA. Aku ke sini diantar Ayah.” katanya sambil melotot padaku.
Aku benar-benar harus memeriksa notifikasi WA ku karena dari tadi tak dengar dentingan notif. Atau aku terlalu sibuk bengong? “Diantar... ayah? Ayahku?”
“Ya ayah siapa lagi?!”
“Bagaimana kamu bisa langsung akrab dengan ayahku?”
“Banyak kejadian saat kamu bekerja hari ini.” Katanya. “Btw, Altan baik sekali menyambutku di depan lobby dan membantuku dengan semua ini. Mungkin aku akan pinjam dia untuk berkeliling ruangan ya bagi-bagi tas. Kamu bisa dibantu Leyla sebentar kan ya?”
“Dan darimana kamu bisa kenal Leyla?!”
“Leyla dan Altan lagi ngobrol di lobby dan kami berkenalan karena Aku menghampiri Altan.” Kata Kayla.
“Lebih tepatnya saya hampir baku hantam dengan Leyla di Lobby dan karena Kak Kayla datang, kami memutuskan gencatan senjata.” Sambung Altan.
“Ih Altan, saya kan sudah berusaha memperhalus kalimatnya. Tidak baik berantem dengan rekan sekerja karena kamu akan setiap hari bertemu dengannya, bisa berpengaruh ke penilaian kalian. Nanti nggak dapat bonus bagaimana?” kata Kayla.
Aku langsung menunduk menahan tawa.
Wajah Altan sudah campur aduk, antara ikhlas nggak ikhlas.
“Jadi, kamu mau bagi-bagi tasnya siapa, Sayangkuuuu?” tanyaku berusaha menahan sabar.
“Punya mantan kamu. Karena nggak boleh kubakar, ya kubagi-bagikan saja ke karyawan kamu, biar nggak mubazir. Lagipula, siapa tahu kamu jadi dipandang ‘berbeda’ oleh anak buah kamu.”
“Iya, dari predikat ‘Tukang Ngamuk’ jadi ‘Mau ngerepotin apa lagi nih’...” desis Altan.
“Saya tidak merepotkan kok selama ini, kamu saja yang kurang cekatan.” Bantahku ke Altan.
Pemuda itu hanya tarik nafas panjang.
“Nggak usah dibandingkan dengan Leyla ya Pak, dia memang dari sananya sudah bandit.”
Aku harus bertanya dengan lebih mendetail apa saja yang pernah Leyla lakukan ke Altan sampai bisa dikategorikan ‘pembullyan’.
Tapi itu urusan nanti.
Aku harus bekerja, sambil mengawasi calon istriku ini.
“Kak Kayla, Aram dengan saya saja.” Leyla menyambut kami di depan ruang manajemen. “Kak Kayla bisa berkenalan dengan semua karyawan di kantor Pak Zaki dengan lebih leluasa. Altan tolong Kak Kayla dibantu ya.”
Altan mengernyit.
Aku sudah tahu tabiat Leyla yang memang agak bossy orangnya.
“Leyla, dari sejak Kak Kayla belum tahu kalau kamu exist di dunia ini, kerjaan saya memang sudah membantu Kak Kayla, tidak usah konfirmasi lagi ya, Leylaaaa!” Sembur Altan tersinggung disuruh-suruh Leyla.
Waaaah, seru nih. Bakalan berwarna kehidupan kantorku.
“Hape kamu jangan di silent.” Sahut Leyla ke Altan.
“Fak...” desis Altan sambil buru -buru ke kubikelnya dan menyambar ponselnya yang ketinggalan di atas meja. Bisa-bisanya dia tinggal hapenya, hape itu barang paling krusial untuk seorang Asisten!
maaf y Thor bacanya maraton tp untuk like dan komen ngak pernah absen kog 😁😁😁,,,,