sudah jatuh tertimpa tangga, itulah istilah yang tepat bagi nasib Ridho seorang pemuda miskin.
Baru beberapa hari di tinggal mati ayah nya Intan sang kekasih memutuskan hubungan cinta mereka, dan memilih kawin dengan pemuda kaya dari kota.
Dalam kehancuran hati nya, Ridho pergi ke kota, membawa peruntungan nasib nya.
Di kota, takdir membawa nya harus menikahi Anastasya seorang dara cantik, namun sangat angkuh dan arogan.
Anastasya yang tidak menyukai Ridho, berusaha menyingkirkan pemuda itu dari kehidupan nya.
Disaat hati Ridho mulai putus asa, muncul Rita yang memberi nya semangat hidup dan bangkit kembali.
Namun di saat Ridho dan Rita mulai akrab, justru benih cinta mulai bersemi di hati Anastasya.
Bagai mana Ridho mengatasi kedua nya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kencan Gagal Karena Putri.
Ridho baru saja masuk membawa gelas kotor nya ke dapur dan mencuci nya, ketika handphone nya berbunyi, panggilan dari neng Umi Habibah.
"Halu, assalamualaikum neng" sapa Ridho.
"Wa Alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, jadi berangkat kan mas?, neng tunggu Dirumah ya" terdengar suara merdu neng Umi Habibah dari seberang.
"Jadi neng, ini juga mau jalan kerumah neng Bibah kok, udah ya, assalamualaikum" Ridho segera mengakhiri percakapan nya, dan segera menuju ke rumah neng Umi Habibah.
Setiba nya di rumah Kiai Rahmad, terlihat jika neng Umi Habibah sudah duduk manis di teras Ruman nya, lengkap dengan atribut seorang ustadzah.
"Assalamualaikum neng, sudah siap rupanya" sapa Ridho.
"Wa Alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, Iya mas, tadi abi bilang, mobil nya panas kan dulu" sahut neng Umi Habibah menyerahkan kunci mobil nya.
Saat Ridho mengambil kunci mobil itu, jari mereka pun tak sengaja bersentuhan, membuat wajah gadis cantik itu bersemu merah, tertunduk malu.
Sedangkan Ridho mereda jantung nya tiba tiba berdetak kencang seperti mau meledak.
"Eh ma… maaf neng, tidak sengaja maaf!" Ridho membungkukan badan nya meminta maaf.
"Maaf untuk apa?, kan mas Ridho tidak salah apa apa" sanggah gadis itu sambil membuang muka kearah lain, untuk mengurangi rasa malu nya.
Ridho segera menuju kearah mobil, membuka pintu mobil, lalu menghidupkan mesin nya.
Setelah beberapa menit, neng Umi Habibah pun masuk kedalam mobil dan duduk di kursi depan Disamping Ridho yang sedang menjalan kan mobil itu.
Sesekali Ridho mencuri pandang kearah gadis yang cantik dengan paras wajah khas Timur Tengah itu.
"Ehm!" ....
Karena merasa di mata matai, neng Umi Habibah berdehem.
Buru buru Ridho memfokuskan pandangan nya ke arah depan kembali.
Melewati Mesjid, Ridho melihat ketiga orang rekan sesama marbot berdiri di depan mesjid memperhatikan mereka lewat.
"Selamat senang senang ya Do" teriak Majid.
Tidak ada tanggapan dari neng Umi Habibah, gadis itu cuma tertunduk malu.
Setelah beberapa saat di jalanan yang cukup macet, akhirnya mereka tiba di Mall yang mereka tuju.
Umi Habibah mengajari Ridho cara parkir di Mall, dimana tempat parkir.
"Apakah saya menunggu di mobil neng?" tanya Ridho.
"Lantas kalau neng kenapa Napa bagai mana mas?"neng Umi Habibah balas bertanya.
"Astagfirullah, iya ya neng, maaf ya, ayo" Ridho akhirnya keluar dari mobil itu.
"Bangunan sebesar ini, bagai mana Ido nanti nyariin mobil nya neng?" tanya Ridho risau.
"Tenang saja mas, neng ingat kok" sanggah neng Umi Habibah tersenyum menatap kearah keluguan anak muda ini.
Ridho terlihat lucu, namun itulah daya tarik nya, dia apa ada nya, tidak seperti pemuda lain yang sok sudah berpengalaman, padahal hanya untuk menutupi ke kebodohannya belaka. Umi Habibah lebih menyukai pemuda yang tampil jujur apa adanya nya, meskipun terlihat agak culun jadi nya.
Karena takut terpisah dengan Ridho yang terlihat agak udik di Mall, neng Umi Habibah terpaksa menggandeng tangan pemuda itu.
Karena bila sampai terpisah di tengah Mall yang luas ini, bisa bisa satu hari Ridho tidak bakalan berhasil keluar.
Seperti para gadis kebanyakan, neng Umi Habibah juga menyukai fashion, tetapi yang bercorak Islami tentu nya.
Di toko busana muslim, neng Umi Habibah melihat lihat beberapa busana muslim untuk nya.
"Mas Ridho bisa kah memilihkan satu yang kira kira cocok untuk ku?" tanya neng Habibah.
"Ini seperti nya cocok neng" kata Ridho sambil menunjuk sebuah busana muslimah berwarna hijau lumut.
Karena memakai busana muslimah itu tidak segampang memakai gamis pria, maka neng Umi Habibah menyuruh orang membungkus nya saja. Lalu neng Umi Habibah kembali memilih sebuah gamis pria berwarna hijau lumut juga, sedang kan Ridho membeli sebuah tasbih batu akik berwarna hijau lumut juga.
Setelah neng Umi Habibah membeli beberapa bedak, pencarian mereka pun selesai, dan mereka kembali ke mobil.
Hari itu neng Umi Habibah menghabiskan uang lebih dari lima belas juta rupiah, sedangkan Ridho hanya seratus dua puluh ribu rupiah untuk membeli tasbih batu akik.
Mobil melaju keluar dari areal parkir Mall, menuju ke jalan raya.
"Terimakasih ya mas, sudah mau menemani neng jalan jalan hari ini, ini untuk mas Ridho , dipakai ya mas" gadis itu menyodorkan sebuah bungkusan berisi pakaian gamis pria pada Ridho.
"Seharus nya neng tidak usah repot repot lah" sahut Ridho ragu ragu menerima pemberian dari neng umi.
"Tidak repot kok mas, cuma sekedar ucapan terima kasih saja, sudah mau nemenin neng belanja" jawab gadis itu.
Ingin menolak, tetapi takut kalau gadis itu tersinggung, akhirnya Ridho menerima bungkusan dari neng umi Habibah itu.
Ridho juga mengeluarkan tasbih batu akik yang dia beli tadi, dan menyerahkan nya pada neng umi Habibah.
"Neng!, Ido tidak bisa membalas apapun, hanya tasbih ini saja yang Ido mampu, semoga neng Sudi menerima pemberian dari Ido yang tidak bernilai ini" ucap Ridho sambil menyerahkan tasbih batu akik warna hijau lumut itu ke tangan neng umi Habibah.
Entah apa yang ada di pikiran gadis itu, neng neng umi Habibah menerima tasbih itu dengan wajah berseri seri.
"Terimakasih ya mas, ini luar biasa, terimakasih, biar tasbih ini menemani setiap neng bermunajat kepada Allah, mengingatkan neng pada mas Ridho" ujar gadis itu sangat bahagia.
Hampir seharian Ridho menemani neng umi Habibah mengadakan pengajian di beberapa perkumpulan pengajian ibu ibu.
Lepas shalat ashar, barulah mereka pulang kerumah, dan saat magrib pun mereka shalat di jalan.
"Mas!, nanti singgah di warung bakso ya mas, kita makan bakso dulu, keburu mah nanti" ajak neng umi Habibah.
"Di mana?" Ridho menoleh kearah neng umi Habibah, dan kebetulan gadis itu menoleh kearah nya pula.
Untuk beberapa saat, mata mereka terpaku, sejuta pengakuan dalam diam, bicara tentang berjuta kisah dalam kesunyian.
Kala rasa terpaut, kata kata tidak lagi berarti apa apa.
Seperti tersadar, neng umi Habibah tersentak, "nanti keluar Tol, belok kiri, memutar lewat bawah tol kearah kanan Tol, nah tidak jauh dari situ ada warung bakso Langganan nama nya" kata gadis itu sambil menunduk, pura pura membersihkan debu dari jubah yang dia pakai.
"Apakah Kiai tidak marah kita pulang telat?" tanya Ridho khawatir.
"Tidak!, Abi pasti tahu, kan kalau lagi sama Abi, seperti itu juga mas, cuma sekarang kasihan Abi, sudah tua, makanya neng minta tolong sama mas Ridho aja buat nganterin" ujar neng umi Habibah.
Kebersamaan mereka satu harian ini, membuat kecanggungan diantara mereka sedikit demi sedikit mulai berkurang.
Keluar dari pintu Tol, mereka belok kiri memutar kearah kanan Tol lewat bawah nya.
Tidak jauh dari bawah Tol itu ada warung bakso. Nama nya saja warung, sebenar nya lebih mirip kafe, dengan puluhan Sawung yang berdiri diatas kolam.
Neng Habibah segera memesan bakso, lalu mencari Sawung tempat mereka menunggu.
Sebuah Sawung ini berukuran dua meter persegi, bisa memuat beberapa orang di dalam nya.
Tidak berapa lama, bakso pesanan mereka pun tiba.
Sepasang muda mudi ini menikmati bakso sambil sesekali bertatapan mata, lalu sama sama tersenyum malu malu.
Belum lama mereka menikmati bakso mereka, masuk kedalam Sawung Putri dan tiga orang teman nya.
Entah mereka sengaja, atau tidak, keempat orang gadis itu duduk didalam Sawung bergabung dengan Ridho dan neng umi Habibah.
"Eh, dik Putri?, mbakso juga?" tanya Ridho.
"Enggak!, mau nginap kok!" sahut Putri judes.
"Siapa mas?" tanya neng umi Habibah pelan.
"Ini putri nama nya neng, adik nya si Guntur" jawab Ridho.
Neng umi Habibah menganggukkan kepala nya, "ooh teman satu kontrakan mas itu?" tanya nya.
"He eh!" Ridho menyahut singkat.
"Dasar play boy cap kampung, bisa bisa nya pacaran di sini, tidak tahu malu!" terdengar suara ketus putri.
Ridho ingin menjelaskan semua nya pada Putri, tetapi neng umi Habibah melarang nya dengan menyenggol tangan Ridho.
Acara makan bakso Ridho dan neng umi Habibah menjadi tidak kondusif lagi, sehingga seperti bersepakat, tanpa menghabiskan bakso nya, mereka bangkit pergi dari tempat itu.
Di Mobil, neng umi Habibah menanyakan tentang putri, pada Ridho.
Ridho hanya menjelaskan hal yang dia ketahui saja, karena mereka memang tidak lama saling kenal.
...****************...
Saya mending berbayar tapi nyaman bacanya, drpd keseringan iklan seperti ini.